Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH rig menjulang di sumur minyak Alas Tuwo Barat, di Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Kendaraan-kendaraan berat meraung, memecah ke sunyian hutan jati Perhutani, tak jauh dari area tersebut. Di tanah bekas area persawahan itu, Mobil Cepu Limited—operator Blok Cepu—sedang menyiapkan eksplorasi minyak dan gas bumi.
Rencananya, mereka akan mengebor satu sumur di Alas Tuwo Barat untuk memastikan kandungan minyak di perut Cepu. Bila sukses, pengeboran akan dilanjutkan ke Alas Tuwo Timur di Desa Ngunut, Kecamatan Dander. Juga ke Kedung Keris di Desa Sukoharjo, Kecamatan Kalitidu. Semuanya di Bojonegoro. ”Penggarapan Alas Tuwo Barat akan dipercepat,” kata juru bicara Mobil Cepu, De ddy Afidick, Kamis pekan lalu.
Saat ini Mobil Cepu memiliki empat sumur di Lapangan Banyu Urip yang sudah menghasilkan minyak rata-rata 20 ribu barel per hari. Pertamina membeli dua pertiga di antaranya, 16 ribu barel, untuk diolah di kilang Mudi, Tuban. Sisanya diambil PT Tri Wahana Universal. Jika minyak Alas Tuwo Barat bisa segera dipompa, produksi Banyu Urip juga akan bertambah.
Minyak Cepu memang sangat diharapkan dapat mendongkrak produksi minyak nasional. Pemerintah bermimpi meraih kembali angka produksi satu juta barel yang pernah dicapai pada 2006 (lihat tabel). Sejak tahun itu, produksi minyak Indonesia tak pernah menembus sejuta barel. Tahun ini pemerintah memasang target 965 ribu barel per hari.
Harapan itu terbuka lebar karena Blok Cepu diperkirakan menyimpan cadangan yang besar. Di Banyu Urip saja—lapangan terbesar—diperkirakan terdapat 375 juta barel, naik dari prediksi sebelumnya 250 juta. Belum lagi potensi di Lapangan Tuban dan Cendana. Dalam rencana pengembangan yang diajukan Mobil Cepu pada 2006, dari Banyu Urip saja bisa dihasilkan 165 ribu barel per hari. Saat itu, anak perusahaan ExxonMobil Oil Indonesia itu menargetkan produksi puncak pada 2010—dengan catatan kegiatan dimulai pada 2006.
Nyatanya, sederet persoalan mengganjal proyek tersebut. Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas alias BP Migas R. Priyono mengatakan ada persoalan infrastruktur yang memerlukan evaluasi teknis, efisiensi biaya, dan tata waktu. Juru bicara BP Migas, Agus Suryono, menambahkan, masalah pembebasan lahan juga masih mengganjal. Diharapkan, pada Oktober nanti, akuisisi tanah kelar dengan bantuan pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional setempat.
Namun, kata juru bicara ExxonMobil, Maman Budiman, konsep yang berubah-ubahlah yang justru membuat proyek molor. Sebab, kontraktor harus mengamendemen rencana pengembangan yang telah disetujui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Desain produksi, misalnya, pada 2006 diusulkan 185 ribu barel, lalu diubah menjadi 85 ribu barel dengan konsep pengembangan bertahap. Lantas muncul ide percepatan produksi pada 2009. ”Berapa pun volumenya, asal bisa mancur tahun 2009,” kata dia.
Konon, ide tersebut untuk mengakomodasi kepentingan pemerintah menjelang pemilu tahun lalu. Akibatnya, persoalan amendemen rencana pengembangan berlarut-larut. Hingga akhirnya, Menteri Darwin Zahedy Saleh merestui desain produksi kembali ke 185 ribu barel pada Desember 2009. Sehingga target produksi puncak mundur menjadi akhir 2013. Asumsinya, Maman melanjutkan, awal tahun depan proses konstruksi dimulai. Tahap konstruksi diperkirakan memakan waktu 33 bulan, hingga 2013.
Selama pembangunan fasilitas produksi tersebut, minyak dari Banyu Urip tak akan beranjak dari 20 ribu barel per hari. Sebab, kata Maman, desain kapasitas untuk program percepatan produksi memang cuma sebesar itu. ”Produksi akan stagnan di kisaran itu, hingga fasilitas baru kelar.”
Proses konstruksi akan berjalan paralel dengan penge boran sumur baru. Rencananya, Mobil Cepu akan mengebor 34 sumur produksi, 15 sumur injeksi, dan empat sumur injeksi gas, di Banyu Urip. Tiga di antaranya sedang disiapkan saat ini, yakni Alas Tuwo Barat, Alas Tuwo Timur, dan Kedung Keris. Ini untuk memastikan bahwa cadangan Banyu Urip memang sangat besar.
Retno Sulistyowati, Sujatmiko (Bojonegoro)
Produksi Minyak Nasional (barel per hari)
2002 | 1,25 juta |
2003 | 1,1 juta |
2004 | 1,09 juta |
2005 | 1,06 juta |
2006 | 1 juta |
2007 | 898 ribu |
2008 | 931 ribu |
2009 | 944 ribu |
2010 | 965 ribu (target) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo