Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA tahun lalu, penerbitan obligasi global (global bond) dengan nilai US$ 1,6 miliar dianggap sebagai tonggak sejarah bagi PT Pelabuhan Indonesia II (Persero). Direktur Utama Pelindo II Elvyn G. Masassya mengatakan perseroan mampu memberikan penawaran bunga terendah di atas tingkat pengembalian investasi (yield) obligasi pemerintah. "Transaksi ini sekaligus menjadi bukti pengakuan investor atas pengelolaan kebijakan korporasi," ujar Elvyn dalam laporan tahunan Pelindo II 2015 yang dirilis satu tahun berikutnya.
Kini, penerbitan obligasi yang dibanggakan disorot banyak kalangan. Pada akhir Januari lalu, Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan ada dugaan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara. Temuan ini tercantum dalam laporan hasil pemeriksaan investigatif pembiayaan pembangunan Terminal Kalibaru yang disampaikan ke Panitia Khusus Angket Pelindo II Dewan Perwakilan Rakyat, Januari lalu.
Dalam dokumen yang salinannya diperoleh Tempo, auditor BPK menduga direksi Pelindo periode 2009-2015 melakukan penyimpangan dalam memberikan persetujuan pendanaan investasi Kalibaru Tahap I 2015-2018 dan non-Kalibaru. Proyek tersebut didanai obligasi global tanpa data valid. Penarikan global bond diduga tanpa memperhitungkan kepastian berjalannya proyek non-Kalibaru, yang diproyeksi menelan anggaran US$ 176,1 juta atau sekitar Rp 2,1 triliun.
Dalam laporan tahunan perusahaan, Elvyn menyatakan dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi akan digunakan untuk membiayai sejumlah proyek. Antara lain pembangunan Pelabuhan New Priok (Terminal Kalibaru I), Jakarta; Pelabuhan Tanjung Carat, Sumatera Selatan; Pelabuhan Kijing, Kalimantan Barat; dan Pelabuhan Sorong Seget, Papua Barat.
Dari beberapa proyek yang direncanakan, baru Pelabuhan New Priok yang sudah selesai dan beroperasi sejak 2016. Adapun sejumlah proyek pelabuhan yang sumber dananya berasal global bond belum pasti dikerjakan. Rupanya, saat obligasi global diterbitkan, perseroan belum memiliki rencana induk pelabuhan (RIP) yang ditetapkan Kementerian Perhubungan. Akibatnya, beberapa proyek tak kunjung terealisasi karena menunggu perizinan.
BPK menilai rencana ekspansi belum terukur dan tidak memiliki batas waktu jelas sehingga pendanaannya belum layak disiapkan. Ketidakpastian itu terlihat dari realisasi investasi pada rencana kerja anggaran perusahaan.
Sepanjang 2016, realisasi investasi yang dikeluarkan perseroan untuk pembangunan Pelabuhan New Priok hanya mencapai Rp 1.471 miliar, Pelabuhan Kijing Rp 2 miliar, Pelabuhan Tanjung Carat Rp 0,51 miliar, Pelabuhan Sorong Seget Rp 0, dan Pelabuhan New Muara Jati Cirebon Rp 0. Pada semester I 2017, realisasi investasi hanya dilakukan pada New Priok tahap I sebesar Rp 205 miliar.
Pelabuhan Kijing termasuk yang progresnya lebih baik ketimbang proyek lain. Pada Februari ini, Pelindo II mulai melakukan pembayaran pembebasan lahan. "Diharapkan pembangunan pelabuhan bisa dimulai tahun ini," ujar Elvyn, seperti dikutip dari keterangan pers, Jumat dua pekan lalu. Padahal Pelindo II merencanakan pembangunan dimulai pada akhir 2017.
Pada proyek lain, Pelindo II masih harus memperbaiki atau melengkapi dokumen perizinan yang disyaratkan. Meski RIP pada proyek Tanjung Carat telah diperoleh pada akhir 2016, Kementerian Perhubungan meminta perseroan menyempurnakan studi kelayakan (feasibility study/FS) proyek. Pelindo II belum memperoleh RIP proyek Pelabuhan Seget. Walhasil, persiapan proyek tak bisa dilakukan. Hal yang sama terjadi pada proyek Pelabuhan Cirebon karena perizinan analisis dampak lingkungan dan FS belum selesai.
Melalui pesan WhatsApp, Sekretaris Korporasi Pelindo II Shanti Puruhita menyatakan semua proyek strategis yang direncanakan tetap berjalan. "Kami sedang persiapan groundbreaking Pelabuhan Kijing," ujarnya Rabu pekan lalu. "Penggunaan (dana) dari global bond juga baik-baik saja. Kami pakai untuk pengembangan pelabuhan dan modal kerja."
Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara Ahmad Bambang enggan mengomentari temuan BPK. Alasannya, Kementerian belum memperoleh salinan laporan audit tersebut. Kementerian akan meminta keterangan dari perseroan setelah mempelajari laporan BPK.
Praga Utama, Khairul Anam
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo