Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menu ayam goreng cepat saji masih menjadi andalan di Indonesia. Peminatnya tetap banyak meski makanan jenis lain semakin banyak dan beragam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengusung konsep berbeda dibanding pesaing dari luar negeri yang umumnya menyasar segmen restoran, d’BestO fokus menyediakan menu ayam goreng dalam konsep mini resto yang sederhana. Dengan fokus pada segmen ini, d’BestO melebarkan sayap dan telah memiliki hampir 300 gerai yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, hingga Sumatera Barat. Simak cerita di baliknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siasati krisis dengan kreatif
Jenama ini lahir dari sebuah masa sulit yang menerpa kedua pendirinya, drh. Evalinda Amir dan drh. Setyajid. Sebenarnya, keduanya telah membuka jenama ayam goreng dengan sistem gerobak sejak 1994 dengan nama Kentuku Fried Chicken (KUFC). Namun, pada 1998 dan 2005, usaha yang dirintis menghadapi tantangan berat karena krisis moneter dan juga flu burung.
Mereka menolak untuk menyerah dan menyiasati flu burung dengan kreatif. Mereka menempel profil di setiap gerai d’BestO agar konsumen percaya ayam yang dijual bebas flu burung. Kebetulan, keduanya sama-sama memiliki latar belakang dokter hewan sehingga bisa memberikan edukasi kepada konsumen soal keamanan produk yang dijual.
Jeli garap segmen yang belum digarap kompetitor
Ada banyak merek mancanegara yang menjadikan menu ayam goreng sebagai hidangan utama. Ada pula pemain-pemain lokal independen dengan konsep gerobak yang juga bermain di sektor ini. Meskipun begitu, ada sektor yang belum terjamah ketika d’BestO dimulai, yakni gerai ayam goreng yang terjangkau dan bisa dinikmati berbagai kalangan namun memiliki rasa yang lezat, konsisten, dan bersertifikasi MUI.
“Restoran fried chicken umumnya memiliki harga yang relatif tinggi. Sementara banyak brand dalam skala yang lebih kecil tidak memiliki standarisasi yang kuat sehingga membuat rasa yang berbeda-beda, d’BestO hadir sebagai solusi dengan menyediakan produk fried chicken dengan rasa yang lezat, konsisten, terjangkau, dan dapat ditemukan dengan mudah,” kata Wahyu. “Intinya, produk yang dijual pasti ada waktunya sama atau mirip dengan kompetitor. Namun, selalu ada jalan untuk menemukan celah yang bisa dimaksimalkan.”
Inovasi dengan memaksimalkan sumber daya yang ada
Pengusaha mana pun pasti setuju jika inovasi merupakan hal yang penting bagi keberlangsungan bisnis. Namun, jika tidak dilakukan dengan hati-hati, fokus pada inovasi juga berpeluang membuat pengeluaran membengkak. Untuk menyiasatinya, mereka memilih fokus berinovasi dengan memaksimalkan bahan baku yang telah ada.
“Selain efisiensi, inovasi menggunakan bahan baku yang sudah ada juga memungkinkan kami untuk fokus pada keunggulan kami, yakni aneka produk fried chicken, burger, dan turunannya,” lanjut Wahyu.
Baca juga: Tips buat yang Ingin Berjualan Ayam Goreng