Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis merajang kapal

Sejumlah kapal yang terkena sk pembesituaan banyak membuka lapangan usaha baru. beberapa perusahaan bersedia merajang kapal-kapal tua. (eb)

9 Juni 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUARA besi berlaga, pijar api menyambar, dan desing mesin derek me- munggah beban sudah dua bulan ini meramaikan Pantai Belawan Lama, Medan, Sumatera Utara. "Tapi bangkai kapal ini belum juga habis kami keroyok," ujar Chandra Parlindungan, 36, pimpinan PT Baja Bakti. Dengan 21 buruh, Chandra sedang merajang KM Putra Deli, satu di antara sekitar 136 kapal yang terkena SK pembesituaan. SK yang banyak menyenggol para pengusaha pelayaran nasional itu membukakan pintu rezeki baru bagi sebuah lapangan usaha: pembantaian kapal-kapal tua. Sekarang ini saja sudah muncul sekitar 15 perusahaan perajang kapal. Tersebar di delapan kota: Jakarta, Medan, Surabaya, Tuban, Ujungpandang, Palembang, Panjang, Tegal, dan Serang. "Para pemilik kapal bebas menjual kapal pensiunannya keperusahaan pembantai itu," tutur Ir. Moesdijono, direktur Krakatau Steel. Tetapi CV Nilam, Surabaya, sudah bergerak di bidang perajangan kapal sejak 1976. "Kami selalu mendapat kapal dari perusahaan swasta, tidak pernah dari pemerintah," kata direkturnya, H. Nilam, yang juga Ketua I Asosiasi Pedagang Logam Tua Indonesia (Apelti). Sejak SK pembesituaan, Nilam diam-diam telah memperoleh sepuluh kapal. "Mungkin bulan ini dapat lima lagi," kata pengusaha asal Madura itu kepada Choirul Anam dari TEMPO, pekan lalu. Untuk sebuah kapal berbobot mati 5.700 ton, Nilam mengerahkan 100 tenaga dalam tiga bulan. Ia menggunakan sistem borongan, dengan membayar Rp 25 untuk tiap kg besi "di atas truk". Itu berbeda dengan PT Baja Bakti di Belawan, yang membayar ongkos potong kepada buruh Rp 20 per kg, plus ong kos transpor dalam Jumlah yang sama. Di Tegal, Jawa Tengah, Bupati Hasyim Dirjosubroto ikut turun tangan menggalakkan usaha perajangan kapal tua ini. Bupatilah yang memohon kepada Menteri Perhubungan, kemudian meminta kepada PT Bimantara Waja Perkasa (BWP), agar pantai Tegal yang landai itu dijadikan kawasan pemotongan kapal tua. Kemudian, Bupati pula yang menunjuk Suradadi sebagai lokasi menampung rezeki tadi. BWP memang tidak bekerja sendiri, tetapi memborongkan perajangan kepada M. Djalil, dari Surabaya. Dengan tenaga kasar dari Tegal, sejak awal Desember lalu sudah selesai empat kapal, masing-masing berbobot mati 300 ton. Kepada Duki dan teman-temannya dijanjikan Rp 20 per kg sebagai ongkos potong. Tetapi, menurut salah seorang, pembayaran ongkos ini tersendat-sendat. Tidak jarang mereka dibayar dengan besi, dan harus menjual sendiri barang berat dan kasar itu ke pasar. Untunglah, Tegal memang terbuka untuk penampungan besi. Bupati sendiri meminta agar 40% besi kapal pensiunan itu dijual di Tegal, sisanya untuk Krakatau Steel (KS). BWP ternyata menyetujui usul ini. Maka, mulailah besi kapal-kapal tua itu mengalir ke berbagai pabrik di sekitar Tegal, antara lain pabrik pompa air dan pabrik alat penyemprot hama. Yang dikeluhkal para pengusaha perajangan kapal ini, umumnya, adalah masalah modal. Untuk merajang sebuah kapal berbobot 500 ton, H. Nilam membutuhkan Rp 125 juta. "Coba hitung kalau sepuluh kapal," ujar sang haji, sembari menyiratkan cita-cita mendapat krcdit. Scmcntara itu, di Belawan, Chandra Parlindungan mengaku memerlukan Rp 25 juta untuk sebuah kapal. Soal pasar memang tidak perlu dirisaukan. "Dari seluruh kapal yang harus pensiun, bakal dihasilkan besi sekitar 30 ribu ton," tutur Moesdijono. Padahal, kebutuhan besi tua secara nasional mencapai 800 ribu ton. Hanya saja, menurut H. Asrori, dircktur PT Tarmidi Putra, yang membuat pompa tangan dan rem di Tegal, penyusutan besi eks kapal tua sampai sekitar l01O. Mutunya rendah. "Saya kapok membelinya," ujar haji rekanan PJKA itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus