Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

21 Desember 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Truk Nasional dan Ratih

Boleh jadi, beginilah sifat industri masa kini: luwes beradaptasi, gampang dimodifikasi menurut tuntutan zaman. PT Texmaco Perkasa, misalnya, pada awalnya hanyalah sebuah pabrik pembuat mesin tekstil. Tapi kini perusahaan yang dikuasai Marimutu Sinivasan ini berhasil memproduksi traktor tangan dan truk.

Kendaraan yang disebut sebagai "truk nasional" dan dinamai Perkasa T-120 itu akan dilempar ke pasar dengan harga Rp 100 juta. Menurut Sinivasan, modifikasi produk ini meniru pengalaman Toyota, Nissan, dan Suzuki. Raksasa mobil Jepang ini, katanya, juga mengawali industri otomotif melalui mesin tekstil.

Sebagai debut awal, Texmaco sudah mendapat pesanan seribu truk dari ABRI. Menurut desas-desus, truk pesanan itu, konon, akan dipakai untuk mengangkut pasukan Ratih. Berkaitan dengan soal ini, Sinivasan mengaku tak tahu. "Saya tak tahu untuk Ratih atau tidak. Tapi, katanya, untuk operasional pemilu," katanya. Bisa dibayangkan, bagaimana gagahnya kalau Ratih naik Perkasa.


Kampanye Ekonomi Kerakyatan

Kalau ada jajak pendapat tentang ide yang paling kontroversial, tampaknya soal ekonomi kerakyatan akan menempati urutan teratas setelah gagasan tentang dewan mata uang alias currency board system (CBS). Konsep ekonomi kerakyatan yang masih remang-remang itu ternyata memicu banyak tanda tanya.

Yang paling sering disorot adalah bagaimana kelangsungan nasib pengusaha besar--kebanyakan berasal dari etnis Cina—di tengah semangat mengangkat derajat pengusaha "kecil dan menengah" itu. Apakah redistribusi aset, salah satu konsep ekonomi kerakyatan, berarti menggusur mereka yang besar? Apakah konsep ini antikonglomerasi?

Nah, agar tak makin menimbulkan silang pendapat, agaknya pemerintah akan menggelar sejumlah kampanye ekonomi kerakyatan. Barangkali dengan cara ini apa yang dimaui para koseptor bisa lebih gamblang. Pelbagai kampanye akan dimulai dari kampus ke kampus, yang kemudian akan ditularkan ke LSM dan sejumlah organisasi masyarakat.

Akan ada "indoktrinasi" baru semacam program P-4 dulu? Entahlah. Yang jelas, menurut Cacuk Sudarijanto, Dirjen Pengusaha Kecil dan Menengah, "Pemerintah juga menyiapkan kampanye itu untuk masyarakat luar negeri." Negara mana saja yang jadi tujuan kampanye belum diketahui pasti. Yang akan berkeliling menjelaskan adalah para petinggi, antara lain Menteri Koperasi Adi Sasono dan Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idris. Barangkali, dengan berkeliling begitu, pertanyaan: Adi Sasono, The Most Dangerous Man? bisa segera terjawab.


Impor Beras Tender Lagi

Bulog kembali menggelar tender impor beras untuk kebutuhan bulan Januari sampai Februari, Kamis (17 Desember) lalu. Dari 63 pelamar peserta tender, ada 38 di antaranya yang berhak mengikuti proses tender. Hasilnya, yang memenuhi syarat memasok 277.000 ton beras ada tujuh perusahaan. Mereka adalah PT Andiradasana ID, PT Stelkon, PT Mahaka Niaga Perdana, PT Aramanjaya Perkasa, PT Pratiwi Putri Sulung, Pakistan Firms Mahmood Private Ltd., dan Mohd Amin Mohd Bashir Ltd. Salah satu sumber beras, katanya, akan diimpor dari Pakistan, dengan harga bervariasi dari US$ 221 sampai US$ 234 per ton.

Ini merupakan tender ketiga sejak September. Saat itu, Bulog mengimpor 716.000 ton beras. Bulog memastikan, tender impor beras ini akan diikuti tender-tender yang berikutnya. Maklum, pengadaan beras nasional terancam merosot seiring dengan kesulitan pupuk di kalangan petani. Padahal, pasokan beras dunia yang kini amat terbatas sudah diincar Cina, Thailand, Filipina, Myanmar, dan Vietnam. Tampaknya, pedagang beras internasional harus lebih gesit.


Jaring Pengaman Sosial Prioritas Utama

Akhirnya, kita minta-minta juga ke "saudara tua". Dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Jepang Keizo Obuchi pekan lalu, Presiden Habibie terus terang minta jatah bantuan US$ 3 miliar. Habibie berharap dana sebesar itu diambilkan dari Miyazawa Plan, nama program yang disipakan pemerintah Tokyo untuk membantu pemulihan perekonomian Asia. Miyazawa Plan menyediakan dana US$ 30 miliar untuk Asia, US$ 7--9 miliar di antaranya untuk negara-negara Asia Tenggara.

Semula, Obuchi menawarkan Miyazawa Plan untuk membangun jaringan kereta bawah tanah (subway) di Jakarta. Namun, kata Habibie, Indonesia harus memberi prioritas pembangunan, dan jaring pengaman sosial (JPS) merupakan pilihan utama saat ini. "Saya tidak bisa membenarkan kalau itu dikorbankan untuk subway," katanya.

Okelah bila Habibie punya prioritas JPS. Cuma, patut dicatat peringatan Adrian Panggabean, ekonom yang bekerja di United Nations Development Program di Jakarta. Menurut Adrian, proses seleksi siapa yang berhak menerima bantuan JPS bukan soal gampang. Susahnya, sampai sekarang pemerintah tak kunjung bekerja mencari fakta sesungguhnya. Akibatnya, tanpa data yang akurat, "Banyak dana JPS yang diselewengkan."

Nah, sudah utang, diselewengkan pula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum