Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

14 Maret 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Total Indonesie Menang

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan pailit yang diajukan terhadap perusahaan minyak Prancis, Total E & P Indonesie. Majelis hakim menyatakan permohonan pailit itu memerlukan pembuktian yang tidak sederhana. "Permohonan ini di luar ranah pengadilan niaga," kata Agus Subroto, ketua majelis hakim, saat membacakan putusannya di PN Jakarta Pusat, Selasa pekan lalu.

Majelis hakim mengatakan, permohonan pailit yang diajukan PT Istana Karang Laut dan PT Sanggar Kaltim Jaya tidak didukung bukti yang kuat. Putusan diperkuat dengan alasan bahwa surat kuasa pemohon kepada O.C. Kaligis selaku penasihat hukumnya cacat hukum. "Surat itu ditandatangani oleh orang yang tidak berwenang," kata Agus. Majelis hakim juga menolak permohonan sita jaminan yang diajukan karena tidak terbukti dan dibantah oleh termohon. Sebaliknya, sidang justru mewajibkan pemohon membayar biaya perkara senilai Rp 5 juta.

Perkara permohonan pailit ini berawal dari kontrak pembangunan anjungan lepas pantai antara Total dan Sanggar Kaltim Jaya. Menurut Sanggar, Total melakukan perubahan 80 persen desain proyek setelah kontrak bersifat final. Akibatnya, pekerjaan Sanggar Kaltim diperpanjang dan biaya membengkak. Kasus ini sampai ke pengadilan setelah klaim Sanggar atas perubahan biaya itu ditolak Total. Dalam hitungan penggugat, Total mempunyai kewajiban sekitar US$ 7,1 juta kepada kedua penggugat.

Sengketa keduanya tidak berhenti di situ. Kini giliran Total Indonesie memasukkan perkara ini ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Perusahaan minyak Prancis ini menggugat Sanggar karena perusahaan tersebut gagal memenuhi komitmennya dan menyebabkan terjadinya kerugian non-material pada Total. Perusahaan pengelola lapangan gas di Kalimantan Timur ini kemudian meminta ganti rugi US$ 12 juta.

Limbah B3 di Jakarta

Limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) tak hanya muncul di Riau, tapi juga di Jakarta. "Jumlahnya belum jelas berapa kontainer, kami sedang memeriksa di lapangan," ujar Supardiyo, Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Jakarta Utara, Kamis pekan lalu. Supardiyo bercerita, awalnya kiriman limbah itu diketahui dari pemulung yang melapor ke satuan pengamanan. "Laporan itu yang tercium anak buah saya," katanya. Investigasi pun digelar, dan ternyata mereka menemukan limbah yang sama dengan yang ada di Riau. "Karakteristiknya berbau, mudah terbakar, meleleh, atau menguap. Jelas itu limbah B3."

Ia menyesalkan PT Pelindo sebagai pengelola pelabuhan yang tidak mencatat dengan benar manifes barang. "Jangan hanya mau ambil untungnya saja, dong," ujar Supardiyo dengan nada tinggi. Supardiyo menduga, seperti kasus di Riau, limbah itu dicatatkan sebagai pupuk dalam data pengiriman barang. Saat ini kontainer itu berada di tiga pelabuhan peti kemas, yakni Jakarta International Container Terminal, Musi Pelabuhan Indonesia, dan Terminal Peti Kemas Koja.

Obligasi Danamon

Bank Danamon berencana menerbitkan obligasi rupiah senilai Rp 2,5 triliun. Surat utang berjangka waktu tiga tahun (seri A) dan lima tahun (seri B) ini memiliki bunga tetap, masing-masing 8,548-9,248 persen dan 10,115-10,615 persen. Menurut Direktur Utama Danamon, Francis Andrew Rozario, seluruh dana hasil penjualan akan digunakan untuk mendukung ekspansi kredit dan memperbaiki struktur pendanaan. Manajemen Danamon, kata Rozario, melihat pentingnya pendanaan jangka panjang melalui pasar modal.

Obligasi itu akan dicatatkan pada Bursa Efek Surabaya. "Pendanaan ini untuk membiayai kegiatan jangka panjang, khususnya kredit konsumer dan usaha kecil menengah (UKM)," kata dia. Tahun lalu, Danamon mengucurkan kredit Rp 29,4 triliun dengan komposisi 78 persen untuk kredit konsumer dan UKM, sisanya korporasi. Direktur Keuangan Danamon, Vera Eve Lin, menambahkan tahun ini Danamon akan meningkatkan ekspansi kredit 25 persen menjadi Rp 41 triliun-44 triliun. "Fokus tetap di kredit konsumer dan UKM," ujar Vera.

Rokok Palsu Dibakar

Empat kontainer rokok palsu asal Cina dibakar di Cengkareng, Jakarta, Kamis pekan lalu. Pembakaran barang hasil sitaan Direktorat Jenderal Imigrasi dan Direktorat Jenderal Bea Cukai itu dipimpin langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin. Rokok selundupan itu dikemas dengan merek terkenal seperti Marlboro, Gudang Garam, dan Ardath. Semuanya diimpor dari Cina. Karena itu, kata Hamid, pemerintah akan berusaha menindaklanjuti masalah ini melalui pembicaraan dengan perwakilan negeri itu di Jakarta. "Dengan Duta Besar Cina sudah dilakukan," kata Hamid.

Terkait dengan penyelundupan itu, Hamid menjelaskan kini pihaknya tengah menyidik empat tersangka pelakunya. Sayang, ia tak bersedia menyebutkan siapa empat orang yang dimaksud. Akibat penyelundupan ini, Menteri melanjutkan, kerugian negara yang timbul sejak 2003 sudah mencapai Rp 10 miliar. "Itu kerugian dari segi pendapatan pajak saja."

Terkorup di Asia

Indonesia rupanya memang sulit keluar dari daftar negara terkorup. Simak saja hasil survei Political & Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC) seperti dikutip dari kantor berita AFP. Lembaga ini masih tetap menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia di atas Filipina dan Vietnam. PERC melakukan survei terhadap 900 pengusaha asing di 12 negara Asia pada Januari dan Februari. Dengan kisaran skor antara 0 sebagai negara yang terbersih dan 10 sebagai negara terkorup, Indonesia mendapat skor 9,10, Filipina 8,80, dan Vietnam 8,65 poin. Sementara itu, Singapura mendapat skor 0,65, Jepang 3,46, dan Hong Kong 3,50 poin.

Terkait dengan survei itu, PERC menempatkan Singapura, Jepang, dan Hong Kong sebagai negara paling bersih untuk berbisnis. Terhadap Indonesia, PERC mengatakan bahwa terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden karena masyarakat sudah jenuh dengan maraknya praktek korupsi. Untuk itu, PERC berharap SBY dapat menjamin penggunaan dana bantuan asing secara transparan dan tepat sasaran. Jika ia berhasil memerangi korupsi, tulis PERC, masa depan ekonomi Indonesia dipastikan akan terus membaik.

Lembaga survei berbasis di Hong Kong itu juga mencatat kekhawatiran pengusaha di Asia bahwa bantuan jutaan dolar bagi korban tsunami tidak tepat sasaran. Padahal, program bantuan pascatsunami merupakan peluang nyata bagi Indonesia untuk memperbaiki standar transparansi dan layanan pemerintah

Kinerja Industri Terendah

Berbalikan dengan soal korupsi, peringkat kinerja industri Indonesia justru terbontot di Asia Tenggara. Menurut pengukuran yang dilakukan United Nations Industrial Development Organisation (UNIDO), berdasarkan data tahun 2000, Indonesia hanya mampu berada di nomor urut 38 dari ratusan negara berkembang yang mereka teliti. Sementara itu, Malaysia ada di peringkat ke-15, Thailand ke-23, dan Filipina di urutan ke-25. Ini adalah survei berkala lembaga khusus di bawah PBB yang bertugas meningkatkan proses industrialisasi di negara sedang berkembang.

Pada 1980, Indonesia masih berada di peringkat ke-75, dan pada 1990 naik ke peringkat 54. Meski ada peningkatan, kata Menteri Perindustrian Andung Nitimihardja, posisi Indonesia itu masih tertinggal jauh. Usai bertemu Menteri Perindustrian di Jakarta, Selasa pekan lalu, Direktur Jenderal UNIDO Carlos Magarinos mengatakan kinerja Indonesia relatif melambat dibandingkan dengan negara-negara lain.

Mahalnya Rumah

Keinginan rakyat kecil memiliki rumah tampaknya makin jauh dari harapan. Setelah kantong mereka terkuras gara-gara lonjakan harga barang akibat kenaikan harga BBM, kini giliran harga rumah sederhana yang bakal naik. Harga rumah sederhana, yang tadinya Rp 36 juta per unit, bakal naik menjadi Rp 40 juta. Sebelumnya, Real Estat Indonesia (REI) mengusulkan kenaikan rumah sederhana menjadi Rp 46,8 juta, tapi setelah dihitung bersama Perumnas menjadi Rp 43,2 juta atau naik 20 persen. Itu pun ma-sih dinilai terlalu tinggi dan akhirnya pemerintah menetapkan harga Rp 40 juta.

Menurut Menteri Perumahan Rakyat, Yusuf Ashari, setelah dihitung oleh Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum, dampak kenaikan harga BBM terhadap harga rumah kurang dari 20 persen. "Kenaikan harga memang perlu, tapi jangan terlalu tinggi," ujarnya. Meskipun demikian, Yusuf berniat meninjau kembali subsidi rumah sederhana yang hanya Rp 1,2 juta dari harga Rp 36 juta. "Subsidi ini terlalu kecil," kata Yusuf. Pemerintah memang akan ngebut membangun rumah sederhana karena sampai tahun 2003 saja kekurangan rumah sudah mencapai 5,9 juta unit.

Setahun dari Paris Club

Paris Club akhirnya menyetujui moratorium utang bagi negara-negara korban tsunami 26 Desember lalu. Kelompok negara kreditor itu memberikan moratorium atau penangguhan pembayaran utang pokok dan bunga bagi Indonesia dan Sri Lanka senilai US$ 3,3 miliar, US$ 2,6 miliar di antaranya untuk Indonesia saja. Kedua negara diberi kesempatan tidak mencicil utangnya selama tahun ini. Dengan masa tenggang satu tahun, pembayaran cicilan utang dan pokok pada tahun 2005 itu akan dilakukan mulai tahun 2007. Bunga utang tahun 2005 juga direkapitalisasi menjadi utang pokok dan bisa dibayar selama lima tahun.

Keputusan tersebut dibuat setelah Paris Club bersidang pada Rabu pekan lalu. "Sesuai dengan undang-undang nasional negara kreditor, kami menyepakati tanpa kecuali setiap pembayaran utang atas klaim utang yang memenuhi syarat dari negara-negara tersebut sampai 31 Desember 2005," kata mereka dalam sebuah pernyataan pers di Brussels, Belgia, Kamis pekan lalu. Keputusan ini berbeda dengan permintaan Indonesia yang mengajukan usulan agar pembayaran utang tersebut dilakukan selama lima tahun dengan masa tenggang lima tahun.

Selain itu, Menteri Keuangan Yusuf Anwar mengatakan telah menulis surat ke Sekretaris Jenderal Paris Club dan negara-negara kreditor agar Indonesia tidak diberi bunga berbunga (no interest). "Jangan sampai ada bunga berbunga. Kalau hanya bunga boleh," ujarnya di Departemen Keuangan, Selasa pekan lalu. Yusuf menegaskan bahwa kalau syaratnya memberatkan dan memalukan, Indonesia tidak akan menerima tawaran Paris Club tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus