Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Negara Rugi US$ 20 Juta
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan Pertamina, GoldmanSachs, dan Frontline Ltd. bersekongkol dalam tender penjualan dua kapal supertanker milik Pertamina. Dalam tender yang berlangsung pada Juli tahun lalu itu, GoldmanSachs menjadi konsultan penjual, Frontline yang menjadi pemenang tender. Dalam keputusan yang dibacakan Kamis pekan lalu, Komisi menilai persekongkolan itu menyebabkan negara kehilangan pendapatan sekurang-kurangnya US$ 20 juta (Rp 186 miliar, dengan kurs Rp 9.300).
Kerugian tersebut berasal dari harga jual kapal tanker yang jauh di bawah harga pasar yang berlaku pada waktu itu. Seharusnya harga kapal mencapai US$ 204-240 juta untuk dua unit, tapi hanya dijual US$ 184 juta. Dengan rentang harga tersebut, Pertamina seharusnya bisa mendapatkan harga yang lebih tinggi US$ 20-50 juta (Rp 186-520 miliar). Atas kesalahan itu, GoldmanSachs dijatuhi denda Rp 19,71 miliar, dan Frontline didenda Rp 25 miliar. Mereka juga harus membayar ganti rugi masing-masing Rp 60 miliar dan Rp 120 miliar. Broker dalam tender itu, PT Equinox, juga tak luput dari denda Rp 16,56 miliar.
Sanksi bagi Pertamina adalah segera melaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tentang tindakan persekongkolan dan penjualan aset negara tanpa izin Menteri Keuangan. Direksi yang bersalah juga harus diminta secara tertulis pada RUPS agar dikenai tindakan hukum. Laporan dan permintaan itu harus dipublikasikan di lima surat kabar nasional berukuran 1/8 halaman. Saat ini, sebagian besar anggota direksi dan komisaris Pertamina saat tender dilakukan sudah diganti, di antaranya Direktur Utama Ariffi Nawawi dan Komisaris Utama Laksamana Sukardi.
Komisi menilai Direktur Keuangan Pertamina Alfred Rohimone, di antara para anggota direksi, sebagai yang paling dominan dalam transaksi tersebut. Alfred, misalnya, yang mengusulkan penjualan tanker, menunjuk konsultan keuangan, menentukan komisi untuk konsultan, dan menentukan anggota tim penjualan. Saat ini, Alfred masih menjadi Direktur Keuangan Pertamina. Alfred menghindari wartawan ketika dicegat seusai rapat dengan Komisaris Pertamina di Gambir, Jakarta Pusat, Jumat pekan lalu.
GoldmanSachs dan Frontline langsung menolak keputusan itu dan bertekad untuk menempuh jalur hukum melawan keputusan itu. Sedangkan Menteri Negara BUMN Sugiharto berjanji akan menindak tegas direksi yang bersalah dalam proses tender itu. Bentuknya, penonaktifan Direktur Keuangan atau melaporkannya ke kejaksaan untuk diproses secara hukum.
Ekspor Turun
Ekspor Indonesia pada Januari 2005 hanya US$ 6,13 miliar atau turun 4,84 persen dibandingkan Desember 2004. Namun, jika diperbandingkan dengan posisi Januari tahun lalu, pertumbuhan ekspor Indonesia pada awal tahun ini masih sangat tinggi, yakni 21,63 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor Indonesia sepanjang 2004 dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 11,5 persen.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Choiril Maksum, ekspor nonmigas pada Januari 2005 dibanding Desember 2004 turun 4,13 persen menjadi US$ 4,91 miliar. Namun, jika dibandingkan dengan ekspor Januari 2004, kenaikannya masih di atas 27 persen. Untungnya, ekspor minyak mentah Indonesia masih bisa naik 17,3 persen menjadi US$ 536 juta. Peningkatan nilai ekspor minyak mentah disebabkan naiknya harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia dari US$ 35,51 per barel pada Desember menjadi US$ 42,39 pada Januari 2005.
Penurunan ekspor ini mengharuskan pemerintah bekerja keras karena Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu sudah menargetkan pertumbuhan ekspor pada tahun ini 15 persen. Tahun lalu, Indonesia mencatat ekspor sampai US$ 69,7 miliar. Jika target kenaikannya 15 persen, berarti rata-rata ekspor bulanan yang harus dicapai Indonesia berkisar US$ 6,7 miliar.
GMF Go Public
PT Garuda Maintenance Fasility AeroAsia (GMF) berencana go public pada 2006. Anak perusahaan Garuda Indonesia yang bergerak di bidang perawatan pesawat ini akan melepas 20-25 persen sahamnya ke publik senilai US$ 40-50 juta (Rp 360-450 miliar). Garuda memiliki 93 persen saham GMF, sisanya dimiliki PT Aero Wisata, juga anak perusahaan maskapai penerbangan terbesar di Indonesia ini. "Kami sekarang diminta (oleh manajemen Garuda) untuk menyiapkan rencana itu," kata Vice President Engineering Service GMF, Suwito.
Pelepasan saham itu, kata Suwito, untuk meningkatkan kapabilitas dan kekuatan GMF. Perusahaan yang setiap tahunnya merawat 120 pesawat itu berencana melebarkan sayap bisnisnya, sehingga membutuhkan investasi yang sangat besar. Namun, Suwito masing enggan membeberkan rencana itu. Klien GMF antara lain Garuda, Mandala, Lion Air, Adam Air, Kalita (Amerika Serikat), MK Air (Inggris), Sahara Air (India), dan Phuket Air (Thailand). Hampir 90 persen pesawat yang ditangani adalah jenis Boeing. Hanggar milik GMF mampu menampung 200 pesawat setiap tahun.
Aneh, Februari Deflasi
Sejumlah ekonom terkaget-kaget ketika Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan Indonesia mengalami deflasi 0,17 persen pada Februari 2005. Ekonom Citi Group Anton Gunawan mengaku terkejut karena proyeksinya meleset. "Justru saya memproyeksikan inflasi Februari cukup tinggi," katanya. Pemicunya bukan hanya dampak psikologis penundaan kenaikan bahan bakar minyak (BBM), tapi juga musim panen raya yang biasanya Februari tertunda hingga Maret dan April.
Ekonom Drajad Wibowo juga menilai data BPS itu janggal. "Ini aneh, banyak barang-barang yang harganya sudah naik kok ini malah deflasi," ujar Drajad yang kini menjadi anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI. Karena itu, Drajad menilai komoditas yang masuk dalam perhitungan BPS perlu direvisi karena ada kemungkinan sudah tidak mencerminkan lagi kondisi yang sesungguhnya.
Namun, kata Kepala BPS Chairul Maksum, dampak psikologis kenaikan BBM hanya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Samarinda, sedangkan kota-kota lain justru terjadi deflasi. "Kota besar lebih cepat reaksinya daripada kota kecil," katanya. Data BPS menunjukkan, dari 45 kota yang disurvei, 33 kota mengalami deflasi; inflasi hanya terjadi di 12 kota. Deflasi terbesar terjadi di Sibolga (3,01 persen), sedangkan inflasi tertinggi di Samarinda (0,085 persen).
Tawaran Pengalihan Utang
Prancis menawarkan pengalihan utang (debt swap) US$ 65 juta (Rp 600 miliar, dengan kurs Rp 9.300). Menurut Menteri Perekonomian Aburizal Bakrie, utang tersebut akan ditukar dengan investasi Prancis di Indonesia. Ketertarikan Prancis untuk berinvestasi di Indonesia dikarenakan melihat kondisi Indonesia makin stabil. "Confident level tinggi dan rating Indonesia saat ini lebih baik," kata Aburizal setelah bertemu Duta Besar Prancis di Departemen Keuangan, Jumat pekan lalu. Faktor lainnya, Indonesia sudah keluar dari daftar negara tidak kooperatif terhadap tindak pidana pencucian uang (CCTs).
Investasi yang diincar Prancis antara lain pengadaan air minum, pembangkit tenaga listrik, proyek gas, dan minyak. Prancis memang sudah memiliki banyak proyek di bidang-bidang tersebut, antara lain melalui Total (migas) dan Lyonais (air minum). Selain itu, Prancis juga memiliki lengan usaha di bidang retail lewat Carrefour. Sayangnya, Aburizal belum bersedia mengungkapkan kapan pengalihan utang itu akan direalisasi. "Mau investasi tidak bisa cepat-cepat, pemerintah nanti akan mencari yang paling menguntungkan bagi kita," ujarnya. Selain itu, pengalihan utang diusahakan sesuai dengan kebutuhan Indonesia.
Rupiah Terus Melemah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Jika pada penutupan perdagangan Jumat dua pekan lalu, rupiah masih bertengger di angka Rp 8.265 per dolar AS, pada Jumat pekan lalu sudah di posisi Rp 9.345. Analis Danareksa Erwan Teguh Teh mengatakan, ada faktor eksternal yang membuat hampir semua mata uang dunia tertekan oleh dolar AS, termasuk euro dan yen. Penguatan dolar terjadi karena data-data terbaru Amerika yang dirilis belum lama ini menunjukkan adanya perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang ditandai antara lain oleh turunnya angka pengangguran dan naiknya upah buruh. Ada harapan perekonomian Amerika Serikat akan terus membaik.
Dari dalam negeri tekanan datang dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai Selasa pekan lalu. Kenaikan harga BBM rata-rata 29 persen ini kemudian diikuti demonstrasi di berbagai kota. Ada kekhawatiran, unjuk rasa ini akan berlangsung lebih lama. Apalagi, DPR akan mengajukan hak angket mempertanyakan kebijakan pemerintah itu. Selain itu, ada kekagetan ekonom dan pasar terhadap data indeks harga konsumen pada Februari yang menunjukkan adanya deflasi. "Dua soal itu yang kemungkinan menyebabkan rupiah tertekan," kata Erwan.
Pabrik Susu Peternak
Ketergantungan peternak susu di Jawa Timur pada Nestle (Dancow) berkurang. Akhir Januari lalu, pabrik susu Frisian Flag Indonesia (produsen susu Bendera) di Jakarta mulai membeli susu dari Jawa Timur. Sebelumnya, produsen susu asal Yogyakarta, Sari Husada (SGM), juga sudah mengambil susu dari Jawa Timur mulai pertengahan 2004. Kini, para peternak susu di Jawa Timur tak hanya memasok tiga produsen susu tersebut. Pada akhir Maret mendatang, mereka akan mengoperasikan pabrik susu cair suhu tinggi (ultra high temperature, UHT) yang berkapasitas 40 ton per hari di Tanggulangin, Kejayan, Kabupaten Pasuruan. Pabrik susu di atas lahan seluas 2,75 hektare ini didirikan oleh enam koperasi di Kabupaten Pasuruan (empat koperasi primer) dan Kabupaten Malang (dua koperasi primer).
Ketua Pusat Koperasi Industri Susu (PKIS) Sekar Tanjung H.M. Kusnan menyatakan kepada Abdi Purmono dari Tempo, pendirian pabrik itu akan mampu memperbaiki kesejahteraan peternak susu. Selama ini, para peternak tidak bisa berkembang karena sebagian besar produksinya diserap oleh hanya satu produsen susu, yakni Nestle. Dengan masuknya tiga produsen susu yang lain, mulai ada perbaikan harga. Untuk susu peringkat ketiga, misalnya, Sari Husada dan Frisian membeli dengan harga Rp 1.800 per liter, sementara Nestle hanya Rp 1.650. Kusnan yakin jika pabrik susu sudah beroperasi, kesejahteraan mereka akan jauh lebih baik lagi. Saat ini, Nestle membeli 510 ton susu per hari dari Jawa Timur, Imdi 40 ton, serta Sari Husada dan Frisian Flag masing-masing 10 ton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo