Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menjauh dari Seribu
Bursa saham sepanjang pekan ini kehabisan tenaga untuk berlari. Tren penurunan memang telah diramalkan akan terjadi setelah indeks menyundul angka 1.000 pada Kamis dua pekan lalu. Pekan ini, penurunan indeks sepanjang pekan tercatat 36,168 poin.
Aksi ambil untung menjadi pendorong utama koreksi yang memapas indeks dari 981,398 poin pada pembukaan Senin pekan lalu menjadi 945,230 poin pada Jumat kemarin. Para pemain pasar ramai-ramai melepas saham-saham unggulan, seperti Telkom, Indosat, dan Gudang Garam, yang dianggap sudah terlampau mahal.
Indeks juga tertekan oleh divestasi saham Bank Permata yang dilakukan pemerintah melalui bursa. Pada Selasa kemarin, pemerintah melepas 20 persen saham Permata seharga Rp 750 per lembar, sementara Permata di bursa dijual Rp 1.175 per lembar. Tak ayal, para pemain pasar pun membuang saham Permata yang mereka miliki sehingga harga Permata rontok hingga Rp 850.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar yang tergerus sepanjang pekan kemarin turut menekan indeks saham. "Rupiah yang melemah merupakan momentum bagi investor untuk melirik investasi valuta asing," ujar Alfiansyah, analis Sinar Mas Sekuritas. Pada penutupan perdagangan pekan lalu, dolar diperdagangkan seharga Rp 9.232, naik dibandingkan kurs di awal perdagangan pekan ini, yaitu Rp 9.066.
"Itu tren musiman," ujar Deputi Senior Gubernur BI Miranda Goeltom tentang rupiah yang lesu darah di akhir tahun. Sektor korporat lazim berburu uang hijau menjelang tutup tahun untuk melunasi utang mereka, sementara pasokan tetap. Tekanan terhadap rupiah juga datang dari luar negeri. Isu tentang rencana Federal Reserve menaikkan suku bunga di Amerika sebesar 25 basis poin di awal pekan depan membuat mata para investor tertuju ke dolar.
APBN 2005 Disetel Ulang
Tak sampai sebulan menjelang 2005, pemerintah meng-utak-atik kembali asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun depan. Asumsi APBN 2005 banyak dikritik karena tak sesuai dengan keadaan.
Sebut saja soal harga minyak yang masih dipatok di angka US$ 24 per barel, padahal harga rata-rata minyak mentah Indonesia di luar negeri selama semester terakhir 2004 jauh melampaui US$ 30 per barel. Dalam APBN 2004, pun pemerintah akhirnya dua kali merevisi asumsi harga minyak.
Nilai tukar rupiah juga disetel ulang. Kurs tahun depan diperkirakan sebesar Rp 8.900 per dolar AS, sedikit melemah dibandingkan dengan yang sebelumnya, Rp 8.600 per dolar AS. Perubahan asumsi kurs dibuntuti oleh target inflasi. Pemerintah menggunakan kisaran enam persen plus minus satu persen sebagai patokan APBN 2005. Sebelumnya, inflasi dipatok sekitar 5,5 persen.
Dalam asumsi terbaru, pemerintah memperkirakan rata-rata tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sepanjang tahun depan berada di kisaran 7,5 hingga 8 persen, di atas proyeksi sebelumnya, yaitu sekitar 6,5 persen.
Peningkatan ekspor yang terjadi dalam triwulan terakhir, mendorong pemerintah mengkaji lagi target pertumbuhan ekonomi. Tahun depan, pemerintah mengasumsikan pertumbuhan naik 5,5 persen, sedikit lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, yaitu 5,4 persen.
Izin Impor Gula
Keran impor gula akan dibuka di tahun depan. Departemen Perdagangan telah menunjuk empat perusahaan sebagai importir terdaftar untuk gula putih. Mereka yang mendapat izin adalah: PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), PT Perkebunan Negara (PTPN) IX, PTPN X, dan PTPN XI.
Direktur Impor Departemen Perdagangan Aang Kanaan Adikusumah mengatakan, impor gula untuk 2005 akan dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama berlangsung sejak awal tahun hingga 30 Maret 2005. Gula yang diizinkan masuk sebanyak 300 ribu ton. Jika stok gula dalam negeri tidak memadai, baru pemerintah akan membuka tahap kedua impor. "Jumlah di tahap kedua sebanyak 200 ribu ton," ucap Aang.
Tata niaga gula dalam dua tahun terakhir tercoreng oleh praktek penyelundupan. He-boh penyelundupan yang paling gres melibatkan Induk Koperasi Unit Desa (Inkud). Padahal, Inkud sempat bekerja sama dengan PTPN X dalam mengimpor gula.
Indonesia perlu mengimpor gula dari luar negeri karena produksi dalam negeri masih minus dibanding permintaan. Tahun ini, produksi nasional mencapai dua juta ton, naik dari tahun sebelumnya yang hanya 1,6 juta ton. Namun, tingkat konsumsi berkisar 2,4 hingga 3 juta ton per tahun.
APP Menjelang Finis
Asia Pulp and Paper tinggal selangkah lagi untuk membereskan utang anak perusahaannya di Indonesia. Pada 3 Desember kemarin, 93 persen dari kreditor tiga anak perusahaan APP (Tjiwi Kimia, Pindo Deli, dan Indah Kiat) menyepakati pokok-pokok perjanjian induk restrukturisasi utang (MRA) menjadi pra-efektif. MRA akan efektif sepenuhnya selambat-lambatnya pada 31 Januari 2005.
Perjanjian MRA itu sendiri telah disusun oleh sebagian kreditor APP pada 30 Oktober 2003. Dalam MRA, utang akan direstrukturisasi ke dalam tiga kelompok (tranche). Utang yang masuk ke dalam tranche A nilainya US$ 1,2 miliar. Utang ini akan dicicil dalam jangka waktu 10 tahun dengan suku bunga Singapore Interbank Offered Rate (SIBOR) plus 1 sampai 3 persen.
Utang yang masuk ke dalam tranche B nilainya US$ 3 miliar. Utang ini akan dilunasi dalam waktu 10 tahun dengan suku bunga SIBOR plus 1 sampai 3 persen. Sedangkan untuk utang yang masuk ke dalam tranche C akan dilunasi dalam waktu 18-20 tahun, dengan dua tahun opsi perpanjangan, tergantung kemampuan anak-anak perusahaan APP.
Tiga anak perusahaan APP itu memiliki utang US$ 4,7 miliar, sedangkan total utang anak perusahaan APP di Indonesia US$ 6,7 miliar. Selisih US$ 2 miliar merupakan utang yang telah direstrukturisasi, seperti obligasi rupiah, utang milik Lontar Papyrus yang masih dalam litigasi, bunga utang, serta utang yang memiliki jaminan. Lontar Papyrus tak disertakan dalam penandatanganan pra-efektif karena tengah menghadapi gugatan para kreditornya di dalam dan luar negeri.
PPA Setor Rp 5,2 Triliun
PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) menyetor Rp 5,2 triliun kepada pemerintah pada tahun ini. Dana itu akan dipakai menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2004. Dari jumlah itu, Rp 4 triliun sudah disetor, sedangkan sisanya akan disetor pada pekan ini atau paling lambat pekan berikutnya. Pemerintah sendiri menargetkan setoran minimal PPA tahun ini Rp 5 triliun.
Direktur Utama PPA Mohammad Syahrial mengatakan, ia yakin bisa memenuhi target tersebut. Hasil penjualan saham bank dan dividen dirasakan cukup menjawab kebutuhan pemerintah itu. Hingga kini, total penerimaan kotor atau gross perusahaan yang dibentuk setelah penutupan BPPN itu Rp 6,45 triliun dari penjualan 71 persen saham Bank Permata, 10 persen saham Bank Danamon, 16,28 persen saham Bank Niaga, dan selebihnya dari dividen.
Postel Pindah Rumah
Diam-diam, pemerintah akan mengubah status Kantor Menteri Negara Komunikasi dan Informasi menjadi departemen. Karena "naik pangkat" itu, Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) akan dimasukkan ke departemen baru tadi. Semula Ditjen Postel berada di bawah Departemen Perhubungan. Kelak, departemen baru ini akan mempunyai empat direktorat jenderal, yakni, Postel, Penyiaran, Frekuensi, dan Penerangan Umum.
Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi mengatakan, keputusan presiden mengenai pemindahan Ditjen Postel ke Kantor Menteri Negara Komunikasi dan Informasi yang segera menjadi departemen dalam tahap revisi. Masih ada beberapa hal perlu yang disempurnakan. "Kemarin kami kembalikan ke kantor Meneg PAN yang menyiapkannya," ujar Sudi kepada pers, Kamis pekan lalu.
Awair Terbang Lagi
Setelah vakum selama dua tahun, maskapai penerbangan Awair kembali mengudara mulai Rabu pekan lalu. Awair memulai langkahnya dengan dua rute: Jakarta-Medan dan Jakarta-Balikpapan pulang-pergi.
Suntikan dana segar Awair ini berasal dari Malaysia. Investor baru itu masih bergerak di sektor yang sama, yakni Air Asia, yang dikenal sebagai perusahaan penerbangan dengan tarif murah di negeri jiran itu. Menurut Presiden Direktur Awair Senjaja Widjaja, pemegang saham perusahaannya terdiri dari Air Asia (49 persen), Senjaja Widjaja (31 persen), dan Pin Harris (20 persen).
Demi menarik publik, pada masa promosi hingga 17 Desember, Awair menerapkan tarif khusus. Untuk Jakarta-Medan yang tarif normalnya Rp 369 ribu hanya dijual Rp 88 ribu. Rute Jakarta-Balikpapan yang normalnya Rp 439 ribu dilepas dengan harga Rp 99 ribu.
Presiden Direktur Air Asia Tony Fernandes mengatakan, konsep penerbangan Awair sama dengan Air Asia, yakni penerbangan murah. Konsep ini sudah dicoba di Thailand dengan Thai Air. Saat ini Awair baru mengoperasikan satu pesawat Boeing 737-300 dengan 148 kursi. Pada awal tahun depan, perusahaan akan menambah satu pesawat lagi hingga menjadi lima unit pada Juli.
Industri Migas Masih Oke
Masih ada harapan yang digantungkan dari potret buram industri migas dan pertambangan Indonesia. Setidaknya, begitulah analisis Divisi Jasa Layanan Transaksi Bidang Energi, Utilitas, dan Pertambangan PricewaterhouseCooper Asia Pasifik.
Kepala Divisi Jasa Layanan Transaksi Bidang Energi, Utilitas, dan Pertambangan PriceWaterhouseCooper Asia Pasifik, Larry Luckey, di kawasan Asia Pasifik, Indonesia masih yang terbaik dalam hal potensi sumber daya alam geologis. Selama ini, masih sedikit wilayah Indonesia yang sudah dieksplorasi dan hanya terpusat di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan Timur. Padahal, potensi daerah lain masih besar, terutama wilayah Indonesia Timur.
Dalam hal ini, Indonesia memiliki problem yang justru menjadi salah satu kelemahan ketimbang negara lain, yakni kepastian hukum. Menurut kantor konsultan dunia ini, peraturan pajak seperti pengenaan pajak pertambahan nilai (PPn) pada kegiatan eksplorasi justru kontraproduktif di mata investor. "Investor juga sangat peduli pada country risk Indonesia," kata Larry saat mempresentasikan "Panduan Investasi di Bidang Energi, Utilitas, dan Pertambangan di Kawasan Asia Pasifik", Selasa pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo