Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

24 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Larangan Impor Beras Akan Diperpanjang

Departemen Perindustrian dan Perdagangan merekomendasikan untuk memperpanjang larangan impor beras. ”Saya lebih cenderung agar larangan diperpanjang,” kata Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Rini M.S. Soewandi, akhir pekan lalu. Larangan impor beras yang diberlakukan oleh pemerintah sejak 21 Januari akan berakhir pada 30 Juni mendatang. Menjelang berakhirnya periode larangan impor, para produsen beras dunia di Thailand, Vietnam, dan India dikabarkan telah bersiap-siap mengapalkan persediaan mereka ke Indonesia, pembeli beras terbesar di dunia.

Namun, para pedagang beras sepertinya harus menanti lebih lama lagi untuk masuk ke Indonesia. ”Sepertinya, hasil panen melebihi target,” kata Rini. Jika hasil panen melimpah, Departemen Perindustrian dan Perdagangan memastikan sumbat impor akan dipertahankan agar harga gabah kering tetap terjaga. Direktur Utama Bulog, Widjanarko Puspoyo, menyatakan hal yang sama. ”Bulog belum berpikir untuk melakukan impor,” ucap Widjanarko. Saat ini, cadangan beras yang dimiliki Bulog masih sekitar 1,9 juta ton.

Sistem Kompensasi Perpu 1/2004

Tiga belas perusahaan yang mengantongi izin menambang di hutan lindung diwajibkan beroperasi dengan sistem pinjam pakai dengan kompensasi. Kewajiban itu terkait dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2004. ”Jika tidak dilaksanakan, izin mereka akan dicabut,” ujar Menteri Kehutanan, M. Prakosa, pekan lalu. Ke-13 perusahaan ini antara lain Freeport Indonesia, Aneka Tambang, dan INCO.

Dalam sistem pinjam pakai dengan kompensasi, pengusaha diwajibkan memberikan kompensasi di muka berupa lahan hutan pengganti dengan luas yang sama. Prakosa mencontohkan, jika perusahaan A mendapat izin menambang di lahan seluas 10 ribu hektare, A harus menyediakan lahan dengan luas yang sama di tempat lain untuk dijadikan hutan. Tak hanya itu, dalam sistem pinjam pakai dengan kompensasi, pengusaha diwajibkan juga melakukan reboisasi.

Pertamina Tak Mau Kecolongan

Pertamina agaknya tak mau kecolongan. Menjelang pembukaan pasar penjualan bahan bakar minyak (BBM) pada November 2005, Pertamina terus memperkuat posisinya di bisnis tersebut. Pertamina di antaranya menginvestasikan sekitar Rp 1,3 triliun untuk memperkuat posisinya di bisnis ini. Dana itu akan dipakai untuk membangun 15-an stasiun pompa baru (stasiun pengisian bahan bakar umum, SPBU) dalam tiga tahun ke depan. Selain itu, Pertamina juga akan meluncurkan dua produk BBM baru, yakni solar plus dan gasoline RON 98.

Posisi Pertamina dalam penguasaan SPBU memang sangat kecil. Dari total SPBU di Indonesia yang mencapai 2.500 buah, Pertamina hanya punya 40 buah. Selebihnya dimiliki perusahaan swasta. Jika pasar BBM dibuka, perusahaan asing diizinkan membuka gerai dengan keharusan menggandeng perusahaan Indonesia. Perusahaan asing ini hanya boleh memiliki maksimum 20 persen. Mereka bisa menjadi ancaman bagi Pertamina karena mereka hanya perlu menyuntikkan modal ke perusahaan swasta yang ada tanpa harus membangun sendiri.

Karena itulah, Pertamina jauh-jauh hari sudah menyiapkan strategi membendung kehadiran mereka di pasar BBM, yang penjualannya kini mencapai 60 juta kiloliter setahun. Dan lagi, perusahaan-perusahaan minyak kelas dunia seperti BP atau Shell jelas bukan pemain yang bisa diremehkan.

ADB Pangkas Bunga Utang

Sidang Tahunan Bank Pembangunan Asia (ADB) ke-37 di Jeju, Korea Selatan, yang berakhir Senin pekan lalu, menyepakati penurunan tingkat suku bunga sebesar 20 basis poin atas pinjaman ke negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia, di masa mendatang. Lembaga multilateral seperti ADB biasanya mengenakan bunga pinjaman 0-8 persen. ”Saya berharap ADB melanjutkan penurunan beban bunga pinjaman untuk negara anggotanya,” kata Menteri Keuangan Boediono.

ADB termasuk kreditor terbesar bagi Indonesia. Sejak 1969, lembaga yang berpusat di Manila itu telah mengucurkan utang sebesar US$ 18,3 miliar (setara dengan Rp 164,7 triliun). Pinjaman dari ADB tersedot untuk membiayai 268 proyek. Jika dibandingkan dengan keseluruhan total utang luar negeri, pinjaman yang berasal dari ADB mencapai 20 persen. Ironisnya, sejumlah lembaga swadaya masyarakat menilai bahwa sebagian besar (70 persen) proyek ADB tidak memberikan dampak ekonomi dalam jangka panjang.

Harga BBM Tidak Naik

Tahun depan, konsumen bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia tak perlu khawatir. Dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2005, pemerintah tidak mengusulkan kenaikan harga BBM. Susahnya, kondisi pasar minyak mentah dunia saat ini sedang bergejolak hebat. Harga minyak di pasar internasional kini sudah bertengger di angka US$ 41 per barel, jauh di atas harga patokan RAPBN 2005 yang diusulkan pemerintah sebesar US$ 22-25 per barel.

Tingginya harga minyak mentah itu jelas akan mempengaruhi keuangan pemerintah. Pilihannya adalah menaikkan harga BBM agar subsidi tidak membengkak. Jika opsi itu tidak diambil, pemerintah mau tidak mau harus menaikkan subsidi. ”Kami serahkan keputusannya kepada pemerintahan baru, apakah akan mengurangi atau menambah subsidi,” kata Anggito Abimanyu, Kepala Badan Analisa Fiskal Departemen Keuangan. Meskipun begitu, Anggito memberi ancar-ancar bahwa kenaikan harga minyak mentah ini cuma sementara.

Pemutihan Utang Petani

Petani penunggak kredit usaha tani (KUT) kini boleh berlega hati. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat menghapuskan utang mereka yang macet senilai Rp 5,7 triliun. Jumlah itu merupakan bagian terbesar dari KUT yang macet senilai Rp 7 triliun pada periode 1998-1999. ”Kita akan segera mengaudit mana kredit yang akan dihapuskan, mana yang tidak,” kata Menteri Keuangan Boediono seusai rapat dengan Ketua DPR Akbar Tandjung, Rabu pekan lalu.

Boediono menjelaskan bahwa pemerintah hanya akan memutihkan kredit macet yang disebabkan gagal panen, dan bukan pinjaman yang diselewengkan atau dikorupsi. Sebagian kredit macet itu akan dihapuskan, sebagian lagi diperingan pembayarannya. Penetapan soal ini akan diputuskan Menteri Keuangan bersama Komisi Keuangan DPR RI. Dari total kredit macet senilai Rp 5,7 triliun itu, pemerintah menanggung beban Rp 3 triliun. Sebagian lagi Rp 2,64 triliun ditanggung Bank Indonesia, dan sisanya menjadi beban Perum Sarana Pengusaha Indonesia.

Lelang Surat Utang

Pemerintah berkeras menerbitkan surat utang negara, kendati pasar obligasi sedang menurun. Selasa pekan ini, pemerintah akan melepaskan surat utang negara senilai Rp 3,5 triliun. Hasil penjualan surat utang ini antara lain untuk menutup obligasi pemerintah yang jatuh tempo pada hari yang sama, senilai Rp 8,3 triliun. ”Penjualan ini akan menambah likuiditas kita untuk membayar tunai obligasi yang jatuh tempo,” kata Menteri Keuangan Boediono, Rabu pekan lalu.

Repotnya, pasar obligasi sedang tidak bagus. Salah satu indikasinya adalah jatuhnya harga surat utang negara bernomor seri FR0002. Surat utang yang kerap dijadikan patokan karena dianggap paling likuid ini awal pekan lalu diperdagangkan pada harga 108, padahal harga pekan sebelumnya masih berada di kisaran 111-112. Selain itu, imbal hasil (yield) surat utang ini diperkirakan juga naik karena pasar yang sedang menurun. ”Saya yakin yield-nya cukup bagus nanti,” ujar Boediono.

Ekspor Avanza

Toyota Motor Manufacturing Indonesia mulai mengekspor Avanza. Produk yang didesain Toyota bersama Daihatsu (keluar dengan brand Xenia) ini mulai Senin pekan lalu diekspor ke Thailand. Setiap bulan, Toyota Motor Manufacturing Indonesia berencana mengirim 700 unit Avanza. ”Indonesia sudah kami tetapkan sebagai basis produksi MPV (multi-purpose vehicle) murah untuk wilayah Asia Tenggara,” ujar Akira Okabe, Managing Officer Toyota Motor Company. Saat ini, Toyota sedang menyelesaikan produksi 30 ribu unit Avanza untuk pasar dalam negeri.

Ekspor ini juga menunjukkan bahwa penguasaan Toyota Motor atas mayoritas saham Toyota Motor Manufacturing Indonesia (95 persen) telah mengubah perusahaan yang dulu bernama Toyota Astra Motor (Toyota hanya punya 49 persen) ini menjadi perusahaan global. Setelah Avanza, Toyota Motor Manufacturing Indonesia akan memproduksi Toyota Innova, pengganti Toyota Kijang. Nantinya, Innova juga akan dijual di pasar global, tak cuma di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus