Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TALK TO HER (Hable Con Ella)
Sutradara dan skenario: Pedro Almodovar.
Pemain: Javier Camara, Dario Grandinetti, Leonor Watling, Rosario Flores
Ketika langit Madrid menangis membasahi jendela apartemen Benigno (Javier Camara), dia tak peduli. Sepasang matanya menatap sepasang lengan dan tubuh milik Alicia (Leonor Watling), seorang penari balet muda yang berlatih di seberang jalan. Itulah yang dikerjakannya sehari-hari: menatap dan menghirup tubuh Alicia melalui matanya yang obsesif. Itulah sebabnya, ketika suatu hari Alicia mengalami kecelakaan dan mengalami koma, Benigno menawarkan diri menjadi perawatnya. Setiap hari, setiap jam, setiap detik, dia bukan hanya memandikannya, menggantikan bajunya, atau mencucikan rambutnya, tetapi juga mengajaknya berbincang, membacakan buku, menceritakan pertunjukan balet atau film bisu yang baru saja disaksikannya. Dalam dunia yang diciptakannya, Benigno berlaku seolah-olah seperti kekasih Alicia yang setia, yang siap bercinta dengannya kapan saja.
Nun beberapa meter dari kamar tempat Alicia dirawat, Marco (Dario Grandinetti) menatap tubuh Lidya (Rosario Flores), kekasihnya—seorang matador perempuan—yang juga jatuh koma setelah seekor banteng mengoyak kepalanya. Berbeda dengan Benigno, Marco tak tahu bagaimana "berkomunikasi" dengan kekasihnya, yang otaknya dinyatakan sudah tak berfungsi dan harapannya untuk bangun dari koma dekat dengan nol persen.
Film karya Pedro Almodovar yang terbaru ini seperti biasa menunjukkan ciri Almodovar yang khas: tokoh-tokoh eksentrik yang diberi tempat yang wajar dalam hidup: waria, suster (gereja) yang hamil, "orang gila" yang menyandera seorang bintang film. Ia memperlakukan tokoh-tokoh eksentrik ini seolah-olah mereka adalah sosok biasa yang lazim tinggal di sebelah rumah kita.
Benigno, lelaki dewasa dengan wajah yang menampilkan campuran aura polos, tulus, sekaligus menakutkan, itu perlahan-lahan merayap dan memeluk penonton. Semula dia seolah tampil seperti seorang lelaki yang pemalu dengan perempuan yang disukainya karena penampilannya yang gemuk, pendek, dan buruk rupa. Belakangan, kegairahan Benigno untuk terus-menerus menguntit Alicia, bahkan ketika Alicia dalam keadaan koma, mulai menimbulkan tanda tanya. Dunia yang diciptakan oleh Benigno dan Alicia, hingga ia bercinta dengan tubuh Alicia yang sudah dalam keadaan koma selama empat tahun, menjadi kontras dengan hidup Marco dan Lidya yang realistis.
Mereka yang pernah menikmati dan menyusuri seluruh filmografi Almodovar akan segera mengenali kecenderungan sutradara asal Spanyol yang karya-karyanya selalu memiliki gaya (stylish), kekenesan, penuh labirin, dan memilih dialog dengan humor gelap ini. Belum lagi kemampuannya mengangkat nama-nama baru Spanyol yang di kemudian hari menjadi bintang di arena internasional, seperti Antonio Banderas (Tie Me Up, Tie Me Down), Penelope Cruz, dan Javier Bardem. Film ini tak jauh dari karya-karya sebelumnya. Tokoh "sinting" dalam film Tie Me Up, Tie Me Down, yang diperankan dengan cemerlang oleh Antonio Banderas, tak jauh berbeda dengan sosok Benigno. Mereka orang-orang yang menyadari pilihan-pilihan hidupnya, tindakan-tindakannya bukan sekadar memasuki area kriminal, tetapi juga memasuki ruang persoalan kejiwaan. Tetapi toh Almodovar kemudian menyajikan sosok-sosok lain yang ingin memahami dan memberikan tempat bagi mereka di dunia yang keji ini.
Pilihan Benigno menyetubuhi Alicia yang sudah koma itu—dan menyebabkan Alicia hamil—bukanlah sebuah pilihan yang wajar dan sehat dan membawa dirinya ke penjara, tetapi kehamilan itulah yang kemudian menyebabkan Alicia terbangun dari koma yang panjang. Cinta, segila apa pun, meniupkan roh kehidupan.
Ciri lain dari film-filmnya adalah betapa beberapa segmen dari karyanya akan "mengganggu" ketenangan jiwa (dan "peradaban manusia"). Saksikan film bisu yang ditonton oleh Benigno dalam film ini, sebuah film bisu yang melekat di kepalanya dan memberi inspirasi bagi Benigno tentang tubuh wanita. Sebuah film bisu tentang seorang lelaki yang tubuhnya semakin menyusut dari hari ke hari akibat obat yang diminumnya, yang menyebabkan ukuran tubuhnya hanya sebesar ibu jari. Sang lelaki kemudian menyusuri tubuh telanjang kekasihnya dan memutuskan masuk ke vagina kekasihnya, tanpa ingin keluar lagi.
Film-film Almodovar tampaknya bukan karya yang akan bisa dinikmati di bioskop-bioskop komersial Indonesia—meski kita bisa saja berharap, suatu hari—tetapi Anda wajib menyaksikannya bagaimana cinta, segila apa pun, mampu menghidupkan hidup ini. Cinta mampu menghidupkan sesuatu yang telah "mati".
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo