Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

5 April 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kado Menjelang Pencoblosan

Mendekati hari-hari pelaksanaan pemilihan umum, makin banyak saja kejutan datang. Kali ini giliran operator telepon yang mendapat berkah dengan keputusan pemerintah menaikkan tarif telepon.

"Pelaksanaan dan besaran kenaikan diserahkan kepada operator," kata Menteri Perhubungan Agum Gumelar, Selasa pekan lalu.

Sang operator, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., dengan sigap menyambut keputusan tersebut. Mulai 1 April, Telkom menaikkan tarif lokal 28 persen, biaya berlangganan (abonemen) naik 24 persen, dan tarif sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) turun 10 persen. Sedangkan biaya pasang baru tidak dikenai kenaikan.

Dengan kenaikan tersebut, tarif lokal pada jam sibuk pukul 09.00-15.00 WIB, misalnya, naik 28,21 persen menjadi Rp 250 per dua menit dari sebelumnya Rp 195 (lihat tabel).

Direktur Utama Telkom, Kristiono, menjelaskan bahwa kenaikan tersebut diperlukan karena struktur tarif yang digunakan saat ini hanya pas untuk industri monopoli. Padahal sekarang Telkom sudah harus berkompetisi dengan operator lain seperti PT Satelit Indonesia Tbk.

Ia menjelaskan, dengan komposisi kenaikan dan penurunan tarif seperti itu, penyeimbangan tarif mencapai 9 persen atau lebih rendah dari usulan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia sebelumnya, yakni 10-15 persen.

Namun, pengamat telekomunikasi dan multimedia, Roy Suryo, menegaskan bahwa perhitungan tarif yang dilakukan Telkom hanya membohongi masyarakat. Sebab, masyarakat tahunya secara riil tarif naik 28 persen, bukan 9 persen.

Mengenai alasan Telkom bahwa saat ini sudah tidak monopoli lagi, Roy mengatakan, "Argumen tersebut tidak tepat. Sebab, pada prakteknya Telkom tetap memonopoli bisnis sambungan telepon tetap."

Pemerintah memang mewajibkan operator membangun jaringan lokal minimum 1,4 juta sambungan dalam tahun ini. Dari jumlah tersebut, 1,2 juta di antaranya akan dibangun oleh Telkom.

Bagi masyarakat, "kado" menjelang pencoblosan ini memang tidak mengenakkan. Sebab, selama triwulan pertama tahun ini sudah terjadi empat kali kenaikan komoditas publik, yaitu tarif tol (naik 20 persen), air minum (40 persen), kereta api kelas ekonomi (17 persen), dan elpiji (5 persen).

Lancangnya Negeri Tetangga

Negeri tetangga ini memang agak tengil. Selama ini ditengarai menampung uang haram para pengemplang utang kita, sekarang mereka malah memberi hadiah kewarganegaraan bagi Agus Anwar.

Padahal, pengusaha tersebut masih punya utang kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia sebesar US$ 47,3 juta dan Rp 298 miliar lebih.

Tak kurang dari Menteri Luar Negeri Noer Hassan Wirajuda geram dengan sikap Singapura itu. "Bagaimanapun, rasanya tidak etis tetangga kita dengan mudah memberi mereka status perlindungan, terlebih lagi status kewarganegaraan, bagi seorang yang terlibat dalam tindak perampokan harta negara," ujarnya di Hotel JW Marriott, Jakarta, Senin lalu.

Pemerintah sudah menyatakan keberatan terhadap hal itu melalui surat yang dikirim kepada Perdana Menteri Goh Chok Tong tanggal 19 Maret.

Kepada Goh, pemerintah menyatakan bahwa tindakan Singapura itu akan mempersulit pemerintah Indonesia dalam meminta pertanggungjawaban Agus. Untuk itu, Indonesia meminta agar mereka bersedia menunda pemberian anugerah kewarganegaraan sampai Agus melunasi utangnya.

Sebelum itu dilakukan, kedutaan besar di Singapura diminta tidak memproses permohonan Agus melepaskan status kewarganegaraannya di Indonesia.

BRI Meraup Untung

Meski sempat diguncang pembobolan di dua kantor cabangnya sebesar Rp 294 miliar, ternyata selama tahun lalu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. masih mampu membukukan laba bersih Rp 2,5 triliun.

Dengan bangga direktur utamanya, Rudjito, menyebutkan laba sampai akhir Desember itu sudah merupakan perhitungan setelah dipotong pajak. "Supaya konsisten dengan tahun lalu," tuturnya dalam pemaparan di Jakarta, Selasa lalu.

Bank yang 59,5 persen sahamnya masih dimiliki pemerintah itu rencananya akan membagikan separuh laba bersih semester kedua itu sebagai dividen, sesuai dengan yang tercantum dalam prospektus mereka.

Adiwarsita Tergusur

Setelah sempat diguncang aneka isu skandal keuangan, kini Adiwarsita Adinegoro resmi digusur dari kursi Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). Dengan terbentuknya susunan pengurus baru periode 2004-2009—melalui musyawarah nasional luar biasa di Jakarta, Selasa lalu—kandas sudah aspirasi kubu Adi, yang menolak keras digelarnya acara itu.

Sugiono, dari Grup Hanurata, diangkat secara aklamasi dalam forum itu menggantikan posisi Adiwarsita. Adi sendiri mengatakan tidak tahu-menahu mengenai pembentukan pengurus baru itu. Namun, Sugiono yakin bahwa pengurus lama yang dipimpin Adiwarsita akan menerima kepengurusannya. Sebab, kata dia, sebelumnya Adiwarsita sudah berjanji untuk menerima pengurus baru, asal dipimpin olehnya.

Masih menurut Sugiono, ketika itu Adiwarsita juga memintanya agar memberi perlindungan jika nanti terpilih memimpin APHI. "Saya janji akan beri dia perlindungan, tapi belum tahu macam apa."

"Yang jelas, saya tidak bisa memberikan perlindungan hukum karena itu di luar kewenangan saya," kata Sugiono.

Bimantara Raja Televisi

Makin kukuh saja posisi PT Bimantara Citra Tbk. sebagai penguasa bisnis televisi di Indonesia. Selasa lalu, perusahaan yang sekarang dioperasikan Hary Iswanto Tanoesoedibjo ini mengumumkan akan segera mengambil alih kepemilikan stasiun Televisi Pendidikan Indonesia dengan membayar 70 persen sampai 75 persen surat utang mereka. "TPI akan masuk dalam keluarga Bimantara," katanya kepada pers di Gedung Kebon Sirih, Jakarta.

Konversi surat utang menjadi saham ini akan efektif pada kuartal ketiga atau keempat tahun ini. Sedangkan pembayarannya dilakukan secara bertahap dan sebagian sudah masuk dalam laporan keuangan tahun lalu. Pengambilalihan TPI ini, tutur Hary, terkait dengan potensi pasar di stasiun televisi yang sebelumnya dimiliki Siti Hardijanti Rukmana itu.

Saat ini pangsa pasar TPI mencapai 9,9 persen dari seluruh televisi swasta di Indonesia. Dengan diambil-alihnya TPI, Bimantara menambah deretan stasiun televisi yang dimilikinya. Kini, mereka menguasai 99,99 persen saham perusahaan induk Media Nusantara Citra. Perusahaan ini menguasai 70 persen saham PT Global Informasi Bermutu (Global TV) dan 100 persen saham Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI).

Pecahan Rupiah Baru

Bank Indonesia akan mengeluarkan uang pecahan Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, dan Rp 100 ribu dalam seri baru. Penerbitan pecahan baru itu sesuai dengan siklus pergantian uang di Indonesia, yaitu tiap lima tahun sekali.

"Selain itu, pecahan-pecahan tersebut yang paling banyak dipalsu," kata Deputi Gubernur BI, Aulia.

Sepanjang tahun lalu, dari 24.656 lembar uang palsu senilai Rp 1,2 miliar yang bisa terjaring, lebih dari separuh berbentuk pecahan Rp 50 ribu (16.593 lembar). Uang palsu terbanyak kedua adalah pe- cahan Rp 20 ribu sebanyak 4.475 bilyet, sedangkan pecahan Rp 100 ribu imitasi yang dapat disita berjumlah 1.211 bilyet.

Aulia menyebutkan, persentase uang palsu yang beredar di Indonesia sebenarnya masih sangat kecil dibandingkan dengan uang asli. "Uang palsu hanya 0,0001 persen dari seluruh uang yang beredar," ujarnya.

Tahun lalu, pemerintah me-ngedarkan uang Rp 112 triliun.

KPPU Mengkritik Beleid Gula

Tata niaga impor gula kembali dikritik. Kali ini suara sumbang tentang beleid kristal manis itu datang dari Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU). Berdasarkan hasil monitoring atas dugaan kartel dalam pelaksanaan tata niaga gula, Komisi mendesak pemerintah supaya merevisi Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 643/MPP/Kep/9/2002 tentang Tata Niaga Impor Gula.

Ketua KPPU, Sutrisno Iwantono, Senin pekan lalu mengungkapkan bahwa data dan fakta memperlihatkan surat tersebut berpotensi menimbulkan iklim persaingan usaha yang tidak sehat karena adanya pembatasan pelaku usaha.

Sebagaimana diketahui, lisensi untuk mengimpor gula putih hanya dikantongi oleh Bulog, Perseroan Terbatas Perkebunan Nasional (PTPN) IX, PTPN X, PTPN XI, Rajawali Nusantara Indonesia, serta Perdagangan Perusahaan Indonesia.

Pembatasan importir akan berdampak pada peningkatan penyelundupan gula. Karena itu, Komisi mengusulkan agar pelaku impor perlu diperluas, termasuk ke perusahaan-perusahaan daerah. "Kalau bersaing, tidak akan ada perusahaan yang hanya menjual cap," tutur Iwantono, tegas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus