Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Blusukan Ke Sentra Perak Yogya, Sandiaga Sarankan ini ke Perajin

Calon wakil presiden nomor urut 2, Sandiaga Uno menyambangi kawasan sentra perajin perak di Kotagede Yogya, Jumat sore 16 November 2018.

17 November 2018 | 13.00 WIB

Peserta pameran menata produk yang tampilkan dalam Pameran Jogja Istimewa di Kementerian Perindustrian, Jakarta, 17 April 2018. Dalam pameran ini terdapat 50 IKM binaan Dekranasda DI Yogyakarta yang menampilkan produknya seperti IKM batik, lurik, perak, rajut, kayu, kulit, fesyen, serta makanan olahan. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Peserta pameran menata produk yang tampilkan dalam Pameran Jogja Istimewa di Kementerian Perindustrian, Jakarta, 17 April 2018. Dalam pameran ini terdapat 50 IKM binaan Dekranasda DI Yogyakarta yang menampilkan produknya seperti IKM batik, lurik, perak, rajut, kayu, kulit, fesyen, serta makanan olahan. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, YOGYAKARTA - Calon wakil presiden nomor urut 2, Sandiaga Uno menyambangi kawasan sentra perajin perak di Kotagede Yogya, Jumat kemarin sore 16 November 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sandiaga menyempatkan blusukan ke ruang produksi kerajinan perak di salah satu rumah produksi, Narti Silver. Pasangan calon presiden Prabowo Subianto itu juga menyempatkan diri melihat langsung proses produksi. Sandiaga menanyakan perkembangan industri kerajinan perak saat ini pada para perajian usaha mikro kecil menengah (UMKM) perak di situ.

Seorang perwakilan dari komunitas perajin perak Kotagede, Priyo, mengungkapkan kepada Sandi bagaimana perjalanan kerajinan perak Kotagede sejak presiden RI pertama, Soekarno.

Menurut Priyo, di era Soekarno, pemerintah membantu perajin perak Kotagede dengan menjual jenis perak putu alias perak yang harganya di bawah standar harga pasaran sehingga membuat kerajinan perak Kotagede berkembang karena banyak permintaan.

Lalu di era Presiden Soeharto, pemerintah saat itu menurut Priyo menjadikan perak Kotagede sebagai souvenir kenegaraan sehingga masa kejayaan perak Kotagede terus berlanjut.

Tapi memasuki masa krisis moneter 1998, ketika kurs dollar melejit, usaha kerajinan perak mulai terimbas berat dan disebut Priyo menjadi awal hancurnya usaha kerajinan perak Kotagede. Contohnya, perak yang saat itu harga bahannya Rp 400 ribu melejit menjadi Rp 3 juta karena naiknya biaya produksi yang dipicu kenaikan kurs dollar saat itu dari Rp 2.400 menjadi 15.000 per dollar. Bahan baku perak dipengaruhi dollar dan euro.

Namun, saat krisis 1998 ini, eksportir menurut Priyo masih tak kena imbas dan justru meraih untung besar. Yang kolaps hanya pengusaha yang memasarkan perak di dalam negeri. Sedangkan pada saat krisis kedua tahun 2008, ketika harga perak melambung lagi, yang hancur giliran para eksportir perak.

"Jadi sejak 2008, bisa dibilang sebagian besar usaha perak Kotagede hancur semuanya, hanya segelintir bertahan," ujar Priyo yang sempat memangkas jumlah perajinnya dari 60 menjadi 10 orang saat era krisis 2008.

Yang disoroti Priyo, selama ini bantuan pemerintah hanya berfokus pada bantuan peralatan dan seolah selesai semuanya. Padahal tinggi rendahnya nilai kerajinan ketika dibuat secara handmade atau mengandalkan skill perajin.

"Saat itu saat kami mengadu ke BUMN ke PT Aneka Tambang soal kondisi kerajinan perak yang kolaps karena dollar naik, mereka tak peduli, kami sesalkan BUMN sangat berorientasi profit oriented," ujarnya.

Priyo pun berharap jika Sandiaga Uno benar terpilih sebagai calon wakil presiden, bisa mengubah mindset pemerintah soal program pemberdayaan UMKM yang hanya bersifat pemberian alat dan melupakan skill perajin itu.

"Yang memberi keuntungan justru (kerajinan yang dibuat) berdasarkan skill itu, karena kalau mesin semua bisa membuat," ujarnya.

Priyo juga menyesalkan langkah pemerintah saat industri perak sedang goncang saat itu dengan cara menghapus pajak PPN 10 persen sudah terlambat karena harga bahan perak sudah tembus dari Rp 3 juta menjadi 7,5 juta.

"Mudah-mudahan nanti ada solusi masalah perak ini dari pemerintahan yang baru," ujar Priyo.

Sandiaga dalam kesempatan itu menuturkan nilai kerajinan perak di luar negeri begitu tinggi nominalnya dibanding nilai produksinya. Ia pun menilai masalah kerajinan perak itu butuh keberpihakan pemerintah.

"Bahan baku ini perlu dibantu pemerintah, karena kalau nilai bahan baku tinggi sedangkan permintaan lesu pasti banyak perajin yang tutup," ujar Sandi.

Sandi melihat ada dua solusi yang bisa ditempuh bagi perajin perak Kotagede. Selain membantu penyediaan bahan baku murah yaitu dengan membantu pemasarannya kembali.

"Pemasarannya bisa dengan membuat packaging terkini, juga disiapkan pasar domestiknya serta destinasi-destinasi ekspor dibantu," ujarnya.

Sandi menuturkan, pada 2030 ada pasar sangat besar bagi sektor konsumsi, mencapai 120 juta lebih pasar konsumsi. Mulai dari usaha jasa layanan pernikahan, seminar, konferensi internasional yang semua ada gift-nya.

"Kalau itu semua gift nya diarahkan ke kerajinan perak tentu akan sangat membantu sektor ini, pemerintah seharusnya membantu ke sana, jangan sampai mati kerajinan di Kotagede ini," ujar Sandiaga.

 

Ali Akhmad Noor Hidayat

Ali Akhmad Noor Hidayat

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus