Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bos Bank Mandiri Blak-blakan soal Rencana Merger Bank Syariah BUMN

Wakil Direktur Bank Mandiri Hery Gunadi menyebutkan merger itu salah satunya berisi semangat untuk memiliki bank syariah beraset 20 besar dunia.

20 Agustus 2020 | 17.15 WIB

Logo Bank Mandiri. Free Vector CDR
Perbesar
Logo Bank Mandiri. Free Vector CDR

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Direktur PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Hery Gunadi menanggapi rencana merger bank syariah anak usaha bank BUMN. Ia menyebutkan merger itu salah satunya berisi semangat untuk memiliki bank syariah beraset 20 besar dunia. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemegang saham, kata Hery, melihat penetrasi bank syariah di Indonesia masih sangat kecil yaitu di kisaran 8,5 persen. Angka ini kalah jauh dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia sebesar 40-50 persen, apalagi Timur Tengah di angka 80-90 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Hery menyatakan, kalaupun saat ini banyak bank syariah di dalam negeri, tapi belum ada yang masuk peringkat 20 besar dunia. "Tujuan dari pemegang saham ini ingin membangun bank yang besar sehingga ingin membantu bank syariah bisa sejajar dengan bank konvensional untuk penetrasi di market,” ucapnya dalam paparan kinerja Bank Mandiri kuartal II tahun 2020, Rabu, 19 Agustus 2020.

Di samping itu, kata Hery, pemegang saham juga melihat potensi industri syarah masih sangat besar. Apalagi, di tengah pandemi Covid-19 yang memukul seluruh segmen usaha, bank syariah masih bisa bertahan dan memiliki kinerja baik. “Merger ini untuk mengoptimalkan bank syariah yang ada di bawah koordinasi bank Himbara."

Tentang entitas bank mana yang akan dijadikan sebagai induk hasil merger, Hery mengatakan hal itu saat ini belum ditentukan.

CEO Grup Syailendra Asia sekaligus praktisi ekonomi syariah, Salina Nordin, sebelumnya mengatakan jika merger bank syariah BUMN dilakukan, Indonesia akan memiliki entitas bank syariah sebesar Dubai Islamic Bank di Uni Emirat Arab. Dengan begitu bank hasil merger ini diharapkan bisa bersaing dengan bank konvensional dengan lini bisnis multi dimensi.

Tapi Salina mengingatkan bank syariah harus bersih dan transparan agar bisa bersaing. “Bank syariah di global seperti Dubai Islamic Bank, nasabahnya sangat besar dari kalangan non muslim. Ini menunjukkan bahwa bank itu bersih, transparan dan sangat kompetitif dalam bersaing dengan bank konvensional,” katanya dalam keterangan resmi, pada akhir Juli 2020.

Salina menjelaskan, yang utama dari merger bank syariah BUMN adalah adanya penerapan prosedur baru yang menjamin perbaikan pelayanan pada nasabah serta asas keterbukaan dan transparansi dalam pengelolaan dana nasabah. Bank syariah memiliki potensi besar untuk menjadi bank terbesar di Indonesia, sehingga perlu dikelola dengan sangat baik dan memperhatikan kebutuhan nasabahnya.

“Yang penting merger antar-bank syariah BUMN bisa menerapkan proses dan prosedur yang terbaik untuk kualitas pelayanan pada nasabah, transparan, dan bersih. Karena merger ini akan membuat bank syariah BUMN menjadi bank terbesar dan sangat kompetitif,” kata Salina.

Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya menyatakan tengah berencana menyatukan beberapa bank syariah yang dimiliki BUMN, seperti BRI Syariah, BNI Syariah, BTN Syariah, dan Mandiri Syariah. Erick mengaku sedang mematangkan kajian merger bank syariah tersebut.

"Kita sedang kaji bank-bank syariah kita ini jadi satu semua, kita coba mergerinsyaAllah Februari tahun depan (2021) jadi satu bank syariah," kata Erick dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Kingdom Business Community, Kamis malam, 2 Juli 2020.

Dengan penduduk Indonesia mayoritas muslim, Erick Thohir mengatakan potensi perbankan syariah masih sangat besar. Dia menuturkan, dengan keberadaan bank syariah memberikan opsi bagi masyarakat atau dunia usaha yang lebih nyaman menggunakan sistem syariah. "Kenapa saya menginginkan merger syariah? Supaya ada alternatif, supaya jangan sampai Indonesia yang penduduk muslim terbesar tidak punya fasilitas itu."

BISNIS | EKO WAHYUDI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus