Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek Anggoro Eko Cahyo menyebutkan imbal hasil investasi (yield on investment/YoI) dana kelolaan program Jaminan Hari Tua (JHT) sepanjang tahun 2021 mencapai 6,95 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data yang belum diaudit itu lebih rendah dibandingkan realisasi pada 2020 yang mencapai 7,39 persen. Meski begitu, YoI investasi JHT pada tahun lalu jauh lebih tinggi ketimbang YoI reksadana campuran yang sebesar 4,93 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau dilihat YoI JHT selama ini berkinerja baik. Bila dilakukan dengan pembanding-pembanding lain, kinerjanya ya lebih baik," kata Anggoro, Jumat, 25 Februari 2022.
Dana kelolaan program JHT pada tahun 2021 sebesar Rp 372,51 triliun. Angka ini naik 9,32 persen dibandingkan 2020. Dari dana kelolaan tersebut, hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan pada 2021 mencapai Rp 24,44 triliun, atau naik 6,45 persen.
Mayoritas dana JHT senilai Rp 372,51 triliun itu ditempatkan pada instrumen investasi surat utang yang mencapai 64,7 persen dari total dana kelolaan.
Porsi berikutnya, sebesar 14,71 persen dari dana kelolaan JHT ditempatkan di deposito, lalu 12,81 persen di saham, dan 7,17 persen ditempatkan di reksadana. Sisanya, sebesar 0,61 persen ditempatkan di properti dan penyertaan.
Lebih jauh Anggoro menjelaskan, sepanjang tahun lalu, BPJS Ketenagakerjaan menggeser portofolio investasi dengan mengurangi porsi investasi di saham menjadi 12,81 persen dari sebelumnya sebesar 16,9 persen di 2020.
Pengurangan porsi di saham tersebut kemudian dialihkan pada portofolio deposito. Walhasil, pada tahun lalu, porsi portofolio investasi di deposito naik menjadi 14,71 persen, dari sebelumnya 9,98 persen di 2020.
Pergeseran portofolio investasi ini sebagai strategi BPJS Ketenagakerjaan dalam menghadapi situasi pasar yang tengah bergejolak. "Kami melihat dengan situasi volatile, kami perlu mengurangi eksposur di instrumen yang berbasis equity karena kami juga harus jaga dana pekerja jangka panjang," ucap Anggoro.
Dengan kondisi pasar yang masih bergejolak, kata Anggoro, BPJS Ketenagakerjaan menggeser sejumlah portofolionya ke produk fix income. "Kalau volatile membaik, kami akan masuk ke instrumen yang punya return lebih baik."
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sebelumnya mengkritik penurunan imbal hasil pengembangan JHT. Hal tersebut dinilai menambah kekhawatiran bagi para peserta.
Salah satu penyebab turunnya imbal hasil adalah keandalan BPJS Ketenagakerjaan dalam mengelola investasi. Bhima menyebutkan, dari tahun ke tahun, pertumbuhan dana hasil investasi JHT tidak tumbuh signifikan.
Walau nilai dana investasi dan hasil investasinya terus naik, tapi pertumbuhan hasil investasi JHT malah turun. Bhima menilai seharusnya BPJS Ketenagakerjaan bisa lebih cepat mengantisipasi tren penurunan dari angka pertumbuhan dana investasi JHT. Apalagi hal itu terjadi jauh sebelum pandemi Covid-19.
Data pada tahun 2016 menunjukkan pertumbuhan dana investasi JHT BPJS Ketenagakerjaan mencapai 19,9 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tapi setahun sebelum pandemi merebak, yaitu tahun 2019, dana investasi JHT hanya tumbuh 13,7 persen.
BISNIS
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.