Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman mengatakan produsen Viostin DS dan Enzyplex dapat dikenai sanksi hingga pidana. Ardiansyah mengatakan sanksi itu sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam undang-undang soal produk halal dan perlindungan konsumen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Semuanya bisa dimungkinkan (sanksi pidana), asal fakta dan data bisa memperkuat tuntutan konsumen," kata Ardiansyah kepada Tempo, Jumat, 2 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ardiansyah mengatakan, Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 / 1999 pasal 45 ayat (1) menyebutkan, setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan umum.
Dia mengatakan, yang perlu digarisbawahi dalam kasus Viostin DS dan Enzyplex yang mengandung DNA babi adalah soal informasi yang seharusnya disampaikan oleh produsen, yakni PT Pharos Indonesia dan PT Mediafarma Laboratories. Dia menekankan bahwa konsumen berhak atas informasi yang benar dan jujur, sebagaimana dijamin dalam UU.
"Jadi produsen bukannya dilarang memasukkan (DNA babi), karena memang ada masyarakat yang keyakinannya memungkinkan untuk mengonsumsi itu. Namun karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama Muslim yang dilarang konsumsi itu, maka harus diinformasikan ke publik," tutur Ardiansyah.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mendesak Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memberikan sanksi tegas kepada produsen farmasi tersebut.
"Karena (produsen) telah banyak melanggar UU, baik UU Perlindungan Konsumen, UU Jaminan Produk Halal, dan regulasi lainnya," kata Tulus melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 2 Februari 2018.
Sebelumnya, beredar viral surat Balai POM Mataram berisi hasil pengujian sampel uji rujuk suplemen makanan Viostin DS dan Enzyplex tablet yang disebut mengandung babi.
BPOM pusat kemudian mengklarifikasi hal tersebut. Menurut BPOM, sampel produk yang tertera dalam surat tersebut adalah Viostin DS produksi PT. Pharos Indonesia dengan nomor izin edar (NIE) POM SD.051523771 nomor bets BN C6K994H, dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories dengan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101.
Berdasarkan hasil pengawasan terhadap produk yang beredar di pasaran (post-market vigilance) melalui pengambilan contoh dan pengujian terhadap parameter DNA babi, ditemukan bahwa produk terbukti positif mengandung DNA babi.
BPOM RI telah menginstruksikan PT. Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories untuk menghentikan produksi dan distribusi Viostin DS dan Enzyplex.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | DIAS PRASONGKO