Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mixue makin ekspansif menjual franchise di Indonesia.
Pemain lokal seperti es.teh dan Haus! tak kalah kompetitif.
Pemilik franchise harus berinovasi pada produk selain minuman.
BARU buka lima belas menit, gerai Mixue di Jalan Raya Sukahati, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, langsung ramai diserbu ibu-ibu. Pada siang yang panas, para ibu yang menggandeng anak berseragam taman kanak-kanak itu langsung menuju kasir dan memesan ice cream cone. Es krim itu adalah menu andalan Mixue, jenama waralaba atau franchise es krim dan teh asal Zhengzhou, Henan, Cina. “Ini menjadi yang terlaris sekaligus ciri khas Mixue," kata Andi Latistia Tenri Wiguna, 31 tahun, pemilik gerai Mixue Sukahati, kepada Tempo pada Selasa, 31 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wajar saja jika es krim dalam kue berbentuk corong ini laris. Selain rasanya disukai anak-anak, harganya relatif murah: Rp 8.000. Latistia pun memoles mesin es krim agar tampilannya cantik. Menurut dia, pemilik merek Mixue mengizinkan para penyewa waralaba seperti dia berinovasi demi menarik pelanggan. Gerai Mixue milik Latistia yang berada di dekat sekolah dan kantor pemerintah pun laris manis. “Siang-siang pasti banyak didatangi orang tua dan anak pulang sekolah,” ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mixue, yang menjual es krim dan teh, hadir di Indonesia pada 2020. Sejak tahun lalu, merek berlogo Snow King berupa manusia salju bermahkota yang memegang tongkat berbentuk corong es krim ini kian gencar berekspansi. Saking masifnya berekspansi, Mixue menjadi obrolan warganet di media sosial. Bahkan ada anekdot bahwa kios Mixue akan ada di setiap bangunan atau tanah kosong.
Pelanggan membeli es krim dan minuman di salah satu gerai Mixue di Jakarta, 3 Februari 2023. Tempo/Tony Hartawan
Cara memperoleh waralaba Mixue gampang-gampang susah. Menurut Latistia, peminat waralaba kudu punya modal sedikitnya Rp 300 juta, belum termasuk ongkos merombak bangunan agar sesuai dengan standar perusahaan itu. Beruntung, Latistia memiliki bangunan yang mendekati standar itu sehingga dia bisa menghemat modal.
Di Cibinong baru ada tiga kios Mixue. Tapi, tutur Latistia, persaingannya sengit karena jarak ketiganya berdekatan. Selain di Sukahati, gerai Mixue ada di Cibinong City Mall yang berjarak 3,9 kilometer dan di Muara Beres yang hanya berjarak 1,2 kilometer. Dia dan para pembeli waralaba Mixue lain sempat menanyakan hal ini kepada kantor perwakilan Indonesia yang berada di Bandung. "Tapi katanya ini sudah diperhitungkan,” ujar Latistia.
Toh, kekhawatiran Latistia belum terbukti. Sejak kiosnya beroperasi pada pertengahan September tahun lalu, pendapatannya terus meroket. Dia merinci, omzetnya pada bulan pertama mencapai Rp 119 juta, lalu naik menjadi Rp 258 juta pada bulan berikutnya. Bahkan pada Desember tahun lalu dan bulan ini dia bisa berturut-turut mengantongi Rp 391 juta dan Rp 415 juta. “Memang naik terus, tapi apakah bisa terus begini," katanya, setengah khawatir.
Gerai pertama Mixue di Indonesia berada di Jalan Suryasumantri, Kota Bandung. Namun, dua hari setelah gerai itu dibuka, PT Zhisheng Pacific Trading selaku wakil pemilik waralaba Mixue di Indonesia langsung mengoperasikan kios kedua yang cukup besar di kawasan mal Cihampelas Walk (Ciwalk). Zhisheng Pacific berkantor di salah satu rumah toko di kompleks pertokoan Paskal Hyper Square, Jalan Pasirkaliki, Bandung.
Gerai Haus! di Meruya, Jakarta, 3 Februari 2023. Tempo/Aisha Shaidra
Sampai saat ini tak ada kejelasan data mengenai jumlah gerai Mixue di Indonesia. Satu keterangan ada pada situs The Low Down, mengutip data China Securities Regulatory Commission, yang menyebutkan hingga Maret 2022 ada 317 gerai Mixue di Indonesia. Saat diminta tanggapan tentang hal ini, manajemen Zhisheng Pacific enggan berkomentar. "Kami belum dapat memberikan pernyataan," demikian kata perwakilan perusahaan itu melalui pesan tertulis pada Kamis, 26 Januari lalu.
Kian gencarnya ekspansi Mixue memanaskan persaingan bisnis minuman manis. Pemain lain yang juga giat membuka cabang adalah PT Inspirasi Bisnis Nusantara, pemilik merek Haus!. Berdiri sejak 2018, Haus! menjual teh untuk konsumen kelas menengah ke bawah. Ceruk pasar itu, menurut Gufron Syarif, pendiri Haus!, menjadi pilihan setelah perusahaannya melakukan riset pasar.
Gufron mengungkapkan, minuman kekinian seperti bubble tea dan boba drink lebih banyak menyasar konsumen kelas menengah ke atas. Belum ada pemain yang mengisi segmen mid-low yang menjual minuman sejenis. Kehadiran Haus! dengan slogan “Semua Berhak Minum Enak” berusaha merebut ceruk pasar itu. Tanpa mengesampingkan kualitas bahan baku, Gufron menambahkan, Haus! punya resep khusus dalam membuat minuman dengan harga terjangkau.
Benar saja, begitu gerai pertama dibuka di kampus Universitas Bina Nusantara, Kemanggisan, Jakarta Barat, Haus! bisa meraup omzet Rp 15 juta sehari dari penjualan 1.000 cangkir minuman. “Seperti oasis di tengah gurun, kami juga tak menyangka bisa menjual sebanyak itu,” tutur Gufron saat ditemui di kantornya di kawasan Meruya, Jakarta Barat, pada Jumat, 3 Februari lalu.
Saat ini Haus! sudah punya 230 cabang di 18 kota di Indonesia. Pada 2020, Haus! mendapat pendanaan seri A dari BRI Ventures. Dua tahun berikutnya, BRI Ventures mengucurkan pendanaan seri B1 bersama investor lain, seperti Atlas Global Ventures dan Strategic Year Holdings. Gufron berbisik, tiga bulan ke depan perusahaannya akan mendapat pendanaan baru.
Pendanaan itu memungkinkan Haus! memperbanyak jenis dagangan. Tak cuma menjajakan minuman teh, sejak 2021 Haus! meluncurkan makanan bermerek Ganjel Roti dan makaroni goreng Pedes Cyin. Akhir tahun lalu, Haus! menjual mi Korea Hot Oppa di toko di Jakarta dan Bandung. Sampai saat ini ada 40 jenis makanan yang menyumbang 20 persen pendapatan Haus!. Namun tetap saja pendapatan terbesar berasal dari penjualan 70 jenis minuman, seperti Boba Series, Choco Series, Yakult Series, dan Ice Cream Series.
Berbeda dengan Mixue, Haus! tidak menggunakan sistem waralaba. Pembukaan toko cabang, menurut Gufron, bisa dipertahankan cenderung karena ada sistem pengawasan terpusat. “Memang, organisasi kami menjadi cukup besar, tapi kami serius berinvestasi di sektor sumber daya manusia," ucapnya. Gufron tak memungkiri anggapan bahwa pesaing seperti Mixue memaksa Haus! berinovasi, khususnya pada produk es krim.
Serupa dengan Haus!, es.teh gencar membuka gerai minuman. Berdiri pada 2018, es.teh, yang saat ini bernaung di bawah PT Esteh Indonesia, sudah punya 945 gerai. Esteh Indonesia, yang didirikan Haidhar Hibatullah Wurjanto, Dhiya Nur Rifqy, Aussie Andry, serta Edwin Widya, berkembang lewat sistem waralaba. Peminat waralaba perlu menyuntikkan modal hingga Rp 150 juta untuk mendapatkan lisensi dan pasokan bahan baku, belum termasuk biaya penyewaan dan pembangunan kios yang mencapai Rp 100 juta.
Seperti namanya, es.teh menyediakan minuman manis berbahan dasar teh. Kepada Tempo, Haidhar Wurjanto mengatakan minat penyewa waralaba masih cukup tinggi. Di masa pandemi Covid-19, kata dia, penjualan es.teh tertolong oleh pemesanan online. Begitu pandemi mereda dan kiosnya bisa kembali dikunjungi pembeli, ada peningkatan omzet cukup tajam. Namun Haidhar enggan menyebutkan angkanya.
Haidhar tak menampik ihwal ketatnya persaingan dalam bisnis minuman saat ini. Menurut dia, agar bisa bertahan, inovasi adalah syarat mutlak bagi pemilik franchise, ditambah promosi untuk menarik konsumen baru agar menjadi pelanggan tetap. “Persaingan jelas ketat, tapi kami bisa memanjakan konsumen dengan inovasi,” ujarnya.
AHMAD FIKRI (BANDUNG), M.A. MURTADHO (BOGOR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo