Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Bank Indonesia (BI) melarang penggunaan mata uang virtual sejenis Bitcoin sebagai alat pembayaran. Dalam kebijakannya, selain rupiah, tidak ada mata uang lain yang sah sebagai alat pembayaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi hal tersetbut, CEO Bitcoin Indonesia, Oscar Darmawan mengatakan bahwa perusahaanya sangat mendukung kebijakan BI. Oscar juga mengatakan bahwa perusahaanya sepakat bahwa transaksi di Indonesia wajib menggunakan mata uang Rupiah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami lebih memandang semua cryptocurrency sebagai digital asset dan bukan sebagai sistem pembayaran,” kata Oscar kepada Tempo pada Selasa, 16 Januari 2018.
Selain itu, Oscar juga menjelaskan bahwa perusahaanya memang bernama Bitcoin Indonesia tetapi sebenarnya tidak memiliki hubungan langsung dengan sistem pembayaran bitcoin. Menurut Oscar, perusahaanya hanya menjadi marketplace bagi seluruh token public blockchain di dunia.
“Bitcoin cuma salah satu produk kami saja selain dari Ripple, Ethereum, Stellar maupun token lainnya,” ujarnya.
Sebelumnya, BI melarang penggunaan mata uang virtual sejenis Bitcoin sebagai alat pembayaran. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Eni V. Panggabean, mengatakan larangan itu dibuat untuk melindungi masyarakat.
"Mata uang virtual ini memiliki risiko tinggi merugikan konsumen dan mengganggu kestabilan ekonomi," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin, 15 Januari 2018.
Risiko tersebut terlihat dari karakteristik mata uang virtual yang tidak memiliki penanggung jawab dan aturan yang jelas. Mata uang tersebut tidak memiliki standar internasional untuk memastikan keamanannya dan ketentuan mengenai harga. Situasinya berbeda dengan rupiah yang memiliki kepastian hukum, seperti dari undang-undang dan bank sentral.
Dari sisi transaksi, mata uang virtual dilakukan tanpa perantara dan bersifat final. Saat terjadi keluhan, tidak ada pihak yang menanggapi. Alasan pelarangan lainnya adalah identitas pelaku transaksi tersamarkan. Eni menuturkan bitcoin bisa dimanfaatkan untuk aktivitas ilegal seperti tindak pidana pencucian uang hingga pendanaan terorisme.