Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

CORE Ungkap Deflasi Awal Tahun Tak Hanya Dipicu Diskon Tarif Listrik, jadi Indikator Konsumsi Lebaran Lesu?

CORE mengungkap deflasi beruntun awal tahun 2025 penanda lesunya konsumsi rumah tangga menjelang Lebaran. Berikut penjelasannya

30 Maret 2025 | 13.00 WIB

Pengunjung berjalan di depan salah satu store di pusat perbelanjaan, Jakarta, 13 Oktober 2024. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2024, Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan yang berlangsung selama lima bulan berturut-turut. TEMPO/Fajar Januarta
Perbesar
Pengunjung berjalan di depan salah satu store di pusat perbelanjaan, Jakarta, 13 Oktober 2024. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2024, Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami deflasi sebesar 0,12 persen secara bulanan yang berlangsung selama lima bulan berturut-turut. TEMPO/Fajar Januarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Center of Reform on Economics atau CORE memaparkan ada beberapa indikasi konsumsi rumah tangga lesu menjelang Lebaran 2025. Dalam laporannya, CORE Indonesia mencatat deflasi beruntun tak hanya disebabkan oleh diskon tarif listrik seperti yang disebutkan pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Laporan bertajuk CORE Insight: Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025’ mencatat deflasi awal tahun sebagai indikator adanya gejala anomali konsumsi rumah tangga. Kelesuan di bulan Ramadhan dan menjelang hari raya ini adalah sebuah anomali yang menggambarkan ketidakberesan di ekonomi domestik Indonesia,” demikian tertulis dalam laporan CORE yang dipublikasi pada 26 Maret 2025 itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

BPS menyebut faktor terbesar penyumbang deflasi juga berasal dari kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga, yang dipicu oleh insentif diskon tarif listrik 50 persen sejak dari Januari hingga Februari 2025 lalu.

Namun CORE menilai, deflasi pada februari 2025 tidak hanya terjadi pada kelompok pengeluaran tersebut. Deflasi terjadi juga pada kelompok makanan, minuman dan tembakau, dengan andil sebesar minus 0,12 persen secara bulanan. 

“Padahal, menjelang bulan Ramadan pada tahun-tahun sebelumnya, kelompok makanan, minuman dan tembakau selalu menyumbang inflasi.”

Bank Indonesia juga mencatat Indeks penjualan riil (IPR) pada Februari 2025 diperkirakan merosot sebesar 0,5 persen yoy. Menurut laporan CORE, melemahnya pertumbuhan penjualan beberapa ritel menguatkan hasil survei IPR tersebut.

Sejalan dengan laporan CORE, pengusaha juga membenarkan pelemahan daya beli menjelang Lebaran 2025. Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan daya beli masyarakat belum pulih sejak Covid-19. 

Pada momen Ramadan kali ini, APPBI memaparkan penjualan di sektor ritel masih akan tumbuh. Namun pelemahan daya beli yang masih terjadi menyebabkan kalangan pengusaha yakin pertumbuhan tak akan signifikan. Alphonzus memprediksi penjualan retail di momen Idul Fitri kali ini hanya mampu tumbuh di bawah 10 persen. “Tumbuh tapi hanya single digit saja,” ucapnya.

Sementara itu, dia masih yakin tingkat kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan masih bisa tumbuh hingga 15 hingga 20 persen. “Dalam kondisi ekonomi seperti ini masyarakat tetap datang di pusat perbelanjaan, tidak berkurang, namun pola belanjanya yang bergeser,” ucapnya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus