Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Defisit Sawit Mengintai, Minyak Goreng dan Biodiesel Berebut Pasokan

Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo, mengatakan permasalahan ini berakar pada kebijakan dua harga minyak sawit mentah (CPO) yang menyebabkan produsen lebih memilih menjual CPO ke industri biodiesel.

10 Februari 2025 | 15.42 WIB

Pekerja memeriksa kualitas buah sawit di sebuah tempat jual beli tanda buah segar (RAM) di Desa Purnama Dumai, Riau,18 Januari 2025. ANTARA/Aswaddy Hamid
Perbesar
Pekerja memeriksa kualitas buah sawit di sebuah tempat jual beli tanda buah segar (RAM) di Desa Purnama Dumai, Riau,18 Januari 2025. ANTARA/Aswaddy Hamid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan biodiesel B40 yang mulai diterapkan tahun ini berpotensi menimbulkan defisit minyak sawit nasional. Dampaknya, harga minyak goreng yang sempat melonjak pada 2022-2023 dikhawatirkan kembali akan naik akibat ketidakseimbangan pasokan antara kebutuhan pangan dan energi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo mengatakan permasalahan ini berakar pada kebijakan dua harga minyak sawit mentah (CPO) yang menyebabkan produsen lebih memilih menjual CPO ke industri biodiesel karena nilai ekonominya lebih tinggi dibandingkan pasar minyak goreng domestik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Belum adanya pengaturanyang  jelas antara CPO untuk pangan dan energi semakin memperbesar kompetisi di antara keduanya,” kata Achmad dalam keterangan resmi dikutip Senin, 10 Februari 2025.

Harga minyak goreng subsidi “MinyaKita” yang sebelumnya dipatok Rp 14 ribu per liter, mengalami lonjakan hingga Rp 18 ribu pada November 2024. Kenaikan ini terjadi di tengah penurunan produksi minyak sawit nasional sebesar 5,1 persen akibat menurunnya produktivitas lahan. Di sisi lain, permintaan sawit dalam negeri melonjak, tidak hanya untuk program biodiesel B40 tetapi juga untuk kebijakan nasional seperti Makan Bergizi Gratis.

Kebijakan pencampuran 40 persen sawit dalam biodiesel (B40) diperkirakan meningkatkan kebutuhan bahan baku CPO menjadi 14,8 juta metrik ton, naik 31,3 persen dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan permintaan ini dikhawatirkan memicu pembukaan lahan sawit baru hingga 138 ribu hektare, yang berpotensi meningkatkan angka deforestasi. “Kami menilai pemerintah perlu mencari solusi tanpa harus memperluas lahan sawit. Intensifikasi produksi bisa menjadi alternatif,” kata Achmad.

Kepala Departemen Advokasi Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Marselinus Andry menambahkan bahwa model rantai pasok industri biodiesel saat ini masih dikuasai korporasi besar. Petani sawit swadaya tidak mendapatkan nilai tambah karena tidak dilibatkan dalam rantai pasok industri biodiesel.

SPKS mengusulkan agar pemerintah memperketat pengawasan distribusi CPO dan lebih melibatkan petani swadaya dalam rantai pasok biodiesel. Dengan luas lahan mencapai 5,31 juta hektare, perkebunan sawit swadaya memiliki potensi produksi hingga 14,87 juta metrik ton CPO, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan biodiesel B40.

Selain itu, pemanfaatan minyak jelantah atau used cooking oil (UCO) sebagai bahan baku biodiesel bisa menjadi alternatif. Namun, sejauh ini penggunaan UCO belum mendapatkan dukungan subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan. “Pelibatan petani dan pemanfaatan UCO adalah langkah konkret untuk mengatasi defisit minyak sawit tanpa harus mengorbankan pasokan minyak goreng,” kata Andry.

Pemerintah diminta untuk menyeimbangkan kebijakan agar tidak terjadi pengulangan krisis minyak goreng seperti pada 2022, yang berujung pada lonjakan harga dan kebijakan pelarangan ekspor CPO yang merugikan petani.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus