PARA pejabat, menurut peraturan pemerintah RI, dilarang
melakukan bisnis. Namun banyak pejabat yang sudah mengerti
bisnis. 'Mengerti' bisnis itu, tentu saja, kini dianjurkan,
bahkan makin diperlukan rupanya oleh pemerintah. Wakil Kepala
Bakin, Letjen Ali Murtopo, sesudah makan-siang bersama para
wartawan di Press Club, Jakarta, minggu lalu mengemukakan
problematik ini.
Di situ Ali Murtopo yang diperkenalkan sebagai pengamat politik
dan Ketua Kehormatan CSIS (Center for Strategic International
Studies) membuka kacamatanya dan membaca:
" . . . patut dikemukakan adanya kecenderungan dunia baik di
negara industri maupun negara berkembang bahwa pusat perhatian
tertuju pada bisnis.
Dengan adanya perkembangan-perkembangan yang sedemikian rupa
dalam bisnis internasional yang menuju ke sistim
proteksionisme, kita harus berusaha ikut mencegahnya sebab hal
ini akan menghambat kelancaran bisnis internasional dan akan
mempunyai akibat tak langsung pada perekonomian kita.
"Pokoknya dalam masa lima tahun mendatang ini trends dalam
bisnis internasional sudah jelas dan tergantung pada kita
sendiri bagaimana kita akan menghadapi situasi ini dan bagaimana
kita mampu menciptakan lembaga-lembaga yang dapat bersaing
secara business-like, termasuk para pejabat yang bersangkutan
harus mampu bermain dalam kondisi yang sedemikian. Untuk itu
diperlukan para pejabat yang mengerti masalah bisnis . . . "
Teknokrat
Dengan susunan kalimat yang agak berbeda tapi dengan maksud yang
sama, J. Panglaykim, ahli ekonomi dari CSIS yang dikenal
mempunyai orientasi bisnis juga menyampaikan gagasan itu. Dalam
suatu tulisan sebelum Natal yang lalu yang dikutip oleh kantor
berita Antara dan beberapa koran Jakarta, Dr. Panglaykim
menyatakan: "Fokus dunia internasional dalam tahun 1978 akan
lebih diarahkan ke bidang ekonomi pada umumnya dan bidang bisnis
pada khususnya.
"Karena itu para negarawan dan pengambil keputusan perlu untuk
mengadakan perobahan personalia, dengan mengajukan dan
menokohkan personalia yang mempunyai pandangan dan pengalaman
dalam dunia bisnis . . . "
Tulisan itu mungkin telah menarik perhatian orang tapi ternyata
berlalu saja bersama kemeriahan pesta Tahun Baru. Namun kini
persoalan itu hidup kembali.
Apakah ini berarti kaum teknokrat dalam pemerintahan sekarang
kurang mampu untuk menghadapi masalah bisnis internasional? "You
boleh nilai sendiri," jawab Ali Murtopo. Sekali ini kaca-matanya
sudah terpasang lagi
Menyusul pertanyaan lain: Apakah sesudah Maret nanti
pemerintahan baru dengan demikian dianggap perlu
mengikut-sertakan peranan tokoh bisnis (pengusaha). Ini agak
pelik ("hard question," katanya) karena itu tergantung pada
Presiden yang baru dipilih oleh MPR. Namun, menurut Ali Murtopo,
cukup baik bila diangkat pejabat yang mengetahui bisnis, tidak
berarti mutlak harus membawa tokoh bisnis dalam pemerintahan.
Kecenderungan terakhir di negara-negara industri ialah tokoh
bisnis dijadikan pejabat. Tapi di Indonesia, sudah ada tokoh
bisnis yang berasal pejabat yang, siapa tanu, mungkin kembali
jadi pejabat lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini