Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Disorot NASA, Apakah Pembangunan IKN Merusak Lingkungan?

Sorotan NASA soal penyusutan kawasan hutan selama pembangunan IKN menuai respons dari banyak kalangan. Apakah pembangunan IKN merusak lingkungan?

12 Maret 2024 | 08.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA mengungkap gambaran perubahan kawasan hutan di Kalimantan setelah adanya proses pembangunan Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penjelasan tersebut dibagikan NASA melalui laman Earth Observatory NASA dengan judul “Nusantara: A New Capital City in the Forest”. Dalam rilis itu disebutkan, sejak musim panas 2022, hutan di Kalimantan Timur mengalami perubahan pesat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rilis tersebut juga membandingkan kawasan hutan Kalimantan pada Februari 2024 dengan kondisi pada April 2022 lalu. Hasilnya, kawasan hutan yang hijau tampak menyusut.

“Jalan telah diukir pada lanskap dan bangunan didirikan di dekat Teluk Balikpapan di Kalimantan Timur, seiring Indonesia membangun ibu kota baru,” demikian disampaikan NASA.

Lantas, dengan penyusutan kawasan hutan yang disebut NASA tersebut, apakah pembangunan IKN merusak lingkungan? 

Ancaman Deforestasi Hutan di Kawasan IKN

Menanggapi rilisan NASA, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia Rio Rompas buka suara. Rio mengatakan, sebenarnya hutan hijau yang dirilis satelit NASA itu merupakan hutan produksi tanaman eukaliptus. 

Menurut Rio, hutan alam yang berada di kawasan inti IKN memang sudah hilang sebelumnya, karena digantikan dengan hutan tanaman industri. Kawasan hutan yang terbuka itulah yang kemudian terlihat dari foto satelit NASA. 

“Tapi kami melihat bahwa ancaman deforestasi hutan itu bukan hanya di kawasan inti IKN saja, juga ada di wilayah perluasan IKN. Kami menemukan masih ada sekitar 31 ribu hektare atau setengah dari luas Jakarta yang akan berpotensi hilang karena pembukaan IKN,” tuturnya kepada Tempo yang dikutip Senin, 4 Maret 2024.

Selain ancaman hilangnya hutan seluas 31 ribu hektare, bahaya lingkungan lain juga turut menghantui pembukaan kawasan tersebut. Di antaranya adalah sekitar 23 jenis spesies hewan terancam kritis atau critical endangered species. Spesies tersebut memang sudah dikategorikan sebagai habitat dan satwa-satwa yang terancam punah.

“Dan yang paling penting sebenarnya ada habitat orang utan, pesut mahakam dan bekantan. Itu tiga jenis yang memang akan terdampak langsung. Mereka hidup di wilayah itu dan juga bagian dari spesies endemik di Kalimantan,” kata Rio.

Tak hanya itu, Rio juga mengungkapkan bahwa angka deforestasi di Indonesia yang paling tinggi terjadi di Pulau Kalimantan. Melansir data Yayasan Auriga Nusantara, angka deforestasi terluas sepanjang 2021 ada di Kalimantan Timur, mencapai 26.387 hektare. 

Menurut Rio, masuknya IKN akan mendorong investasi-investasi baru yang berbasis pembukaan lahan. Hal ini akan berdampak serius terhadap penghancuran ekosistem regional Kalimantan yang saat ini sudah terancam dengan industri sawit, tambang, hutan tanaman industri, serta investasi-investasi lainnya yang berpotensi merusak.

“Akan memicu migrasi penduduk dan ekspansi investasi yg berbasis lahan. Itu akan mempercepat kerusakan hutan dan juga konflik dengan masyarakat adat,” ucap dia.

Jauh sebelum proses pembangunan IKN dilakukan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) telah mengungkap sejumlah masalah lingkungan hidup di calon ibu kota baru tersebut. 

Melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN, Wahli mengungkapkan, hasil studinya menunjukkan tiga permasalahan mendasar jika IKN dipaksakan. Di antaranya ancaman terhadap tata air dan risiko perubahan iklim, ancaman terhadap flora dan fauna, serta ancaman terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

“Penetapan Lokasi IKN telah dilakukan terlebih dahulu secara politik tanpa adanya landasan hukum yang jelas dan tidak mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,” demikian dikutip dari siaran pers Walhi, Kamis, 13 Januari 2022.

Dari sisi ancaman terhadap tata air dan perubahan iklim, disebutkan sistem hidrologi di wilayah IKN akan terganggu dan telah ada catatan air tanah yang tidak memadai. Selain itu, wilayah tangkap air juga terganggu dan berakibat pada risiko terhadap pencemaran air dan kekeringan. 

Bagi flora dan fauna, terburu-burunya pembangunan IKN akan membuat tekanan terhadap habitat satwa liar yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko konflik satwa dan manusia. Adapun terkait pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, wilayah IKN dikatakan Walhi sebagai wilayah yang rentan terhadap pencemaran minyak. Pada kasus sebelumnya, lokasi tersebut adalah yang terdampak dari pencemaran minyak tumpahan Pertamina

Tanggapan Pemerintah soal Deforestasi IKN

Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Myrna Safitri mengatakan penyusutan luas hutan alam di IKN yang sempat dipotret oleh satelit NASA telah terjadi dalam sejak beberapa dekade lalu.     

“Penyebabnya konversi hutan alam menjadi beberapa peruntukan, seperti hutan tanaman monokultur, perkebunan sawit, tambang, transmigrasi, dan lain-lain,” kata Myrna melalui pesan tertulis kepada Tempo, Selasa, 5 Maret 2024. 

Myrna menuturkan, wilayah pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) di IKN merupakan eks areal hutan tanaman eukaliptus. Area tersebut memang secara periodik ditebang karena masuk daur panen, sekitar 6 tahunan.

Dia juga mengklaim pembangunan di KIPP dilakukan dengan hati-hati. Ia berujar, penebangan dilakukan secara selektif sesuai kebutuhan. Areal yang ditebang pun dilakukan penanaman kembali. “Areal lain yang belum ditebang, dilakukan pengayaan dengan menanam jenis-jenis tanaman endemik,” tutur Myrna. 

Sementara itu, Staf Khusus Kepala dan Juru Bicara OIKN, Troy Pantouw membantah terjadi deforestasi hutan Kalimantan akibat pengembangan IKN. Menurut dia, klaim kerusakan hutan itu merupakan hal yang keliru. 

“Secara tegas saya sampaikan, tidak ada deforestasi hutan Kalimantan akibat pembangunan IKN. Itu sangat keliru. Justru yang kami lakukan adalah menghutankan kembali alias reforestasi,” kata Troy dalam pesan tertulisnya kepada Tempo, Rabu, 6 Maret 2024.

Troy menyampaikan, selain hutan tanaman industri nantinya akan dikembangkan hutan dengan berbagai tanaman atau dikembalikan ke hutan hujan tropis. Dia juga mengklaim bahwa IKN memiliki area persemaian yang bertujuan untuk reforestasi di Mentawir dengan potensi 15 juta bibit tanaman per tahun. 

Selain itu, kata Troy, sekitar 65 persen wilayah IKN merupakan area hijau untuk reforestasi. Sedangkan, sekitar 25 persen untuk infrastruktur, dan sisanya merupakan area untuk tanaman pangan. 

Sebelumnya, Otorita IKN juga pernah mengklaim bahwa pembangunan IKN memberi peluang untuk merevitalisasi dan memulihkan ekosistem yang telah hilang akibat ekstraksi sumber daya alam yang sebelumnya masif terjadi di Kalimantan Timur. Salah satu caranya adalah dengan penerapan konsep Nature-based Solutions (NbS) dalam pengelolaan air. 

“NbS secara umum mengupayakan menghadirkan proses sealami mungkin guna menjaga ketersediaan dan kualitas air serta mengurangi risiko bencana terkait air dan perubahan iklim,” dikutip dari keterangan tertulis Otorita IKN, Ahad, 10 September 2023.  

 


RADEN PUTRI | ANNISA FEBIOLA | RIRI RAHAYU | ARRIJAL RACHMAN | SAVERO ARISTIA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus