Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto menjelaskan bagaimana sistem kredit yang dilakukan di perbankan. Menurut dia, masyarakat perlu memahami filosofi kredit itu sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ryan mengatakan kredit itu berasal dari kata kredo yang berarti ‘saya percaya’. “Saya belajar pertama kali di BNI tahun 1994 sebagai analis kredit. Jadi kita diajari kredit yang fundamental dan bagaimana implementasnya,” ujar dia dalam acara Focus Group Discussion (FGD) 2023 di YouTube urbancity.id pada Senin, 27 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pegangan orang yang ada di bagian kredit perbankan, kata dia, adalah prinsip 5C yang hingga kini masih valid dan berlaku. Berikut 5C tersebut:
1. Character
C pertama adalah character. “Bagaimana seorang kredit officer bisa melakukan asesmen dari karakter seorang calon debitur. Ini enggak gampang,” kata dia.
Dia pun mencontohkan, jika ada nasabah yang datang ke bank memakai sandal jepit, pasti persepsi yang muncul adalah: “Kok tampangnya seperti ini”. Sebaliknya ada juga nasabah yang datang dengan memakai jas pakai, lengkap dengan dasinya dan klimis.
Menurut Ryan, pandangan pertama itu bisa jadi misleading. Namun, ada banyak referensinya. Misalnya dari riwayat pembayaran nasabah bank BUMN yang disiplin mengangsur kartu kreditnya. “Itu kelihatan, itu salah satu cara bank melakukan asesmen terhadap watak atau karakter seorang calon debitur,” ucap Ryan.
2. Capacity
Selanjutnya C yang kedua adalah capacity. Pejabat bank, akan mengukur kemampuan calon debitur apakah nanti dapat memenuhi kewajibannya yaitu bunga dan pokoknya atau tidak. Hal itu bisa dilihat melalui darimana sumber penghasilan atau pendapatan si calon debitur.
“Bagaimana usahanya ke depan. Paling tidak selama jangka waktu kredit itu dilakukan apakah satu tahun, tiga tahun, bahkan ada yang 7 tahun,” tutur dia.
Dengan acara asesmen itu, Ryan berujar, pihak bank bisa mendeteksi nasabah itu punya kelayakan untuk diberikan kredit atau tidak. Melihat bagaimana prospek usaha, ini kalau dalam istilah perbankan itu adalah jalan keluar utama atau first way out. “Jadi jaminan yang pertama itu adalah prospek usaha debitur. Kalau istilah dulu ada PBI atau POJK itu adalah pilar utama.”
Selanjutnya: Mengukur kecukupan modal calon debitur
3. Capital
Kemudian, C ketiga adalah capital atau kecukupan modal yang dimiliki calon debitur untuk melakukan pengelolaan usahanya. Analisa ini, menurut Ryan, dengan mempelajari nilai kekayaan bersih yang dimiliki berupa selisih antara total aktiva, aset yang dimiliki dengan total kewajian. “Tentu ujungnya adalah total aktivanya harus lebih baik atau lebih besar dari kewajibannya,” kata dia.
Jika kewajibannya yang lebih besar daripada asetnya itu namanya minus. Bank mengukur kecukupan modal ini, karena sebagai alat deteksi bahwa calon debiturnya itu betul-betul bankable sehingga bisa membiayainya.
Selain itu, dia berujar, jika tanpa melihat kekuatan permodalannya bagaimana mungkin calon debitur datang ke bank tanpa modal apa-apa. Ryan mencontohkan, misalnya ada orang yang ingin meminjam uang di bank senilai Ro 100 juta ingin membuka warung, nanti pihak akan memberikan beberapa pertanyaan. Seperti apa saja modalnya
“Saya enggak punya modal kan enggak mungkin. Setidaknya buat modal itu dia punya warungnya, punya gerobak dan lainnya, itu bagian dari aktivanya,” tutur Ryan.
4. Condition
Lalu, C keempat adalah condition yang dikaitkan dengan condition of economics. Karena, memang analisa kondisi itu adalah gambaran kemampuan calon debitur ketika nanti memenuhi kewajibannya, lalu dikaitkan dengan bagaimana dengan kondisi ekonomi sekarang, hingga yang akan datang.
Menurut Ryan, dunia usaha sangat teepengaruh oleh perkembangan usaha. Dia mencontohkan, hotel, restoran, hingga cafe yang berantakaan karena kegiatan ekonomi terhenti saat pendemi Covid-19.
Pengaruh lainnya adalah soal kebijakan ekonomi pemerintah. Misalnya, kata dia, pemerintah akan mengembangkan hilirisasi sektor pertambangan. Pihak bank, pasti akan memikirkan bahwa pemerintah yang pro kepada sektor tambang, dan ini akan masuk ke dalam analisisnya.
“Dari semua itu ujungnya nanti apa? Pejabat bank tadi akan bisa mendeteksi bagaimana tingkat kemampuan usaha debitur ini bisa memenuhi kewajibannya, bahasa kerennya adalah repayment capacity,” ucap Ryan.
5. Collateral
C kelima adalah collateral atau jaminan yang menjadi pelengkap. Ryan menjelaskan ini disediakan oleh calon debitur untuk menilai seberapa besar nilai jaminan itu dibandingkan fasilitas kreditnya.
“Saya perlu sampaikan filosofi daripada jaminan itu sesungguhnya bagi pihak bank adalah sebagai motif berjaga-jaga atau second way out ketika kegiatan usaha dari debitur itu bermasalah sampai macet,” ujar Ryan.
Ryan pun menuturkan bahwa prinsip 5C itu satu dengan yang lainnya saling terkait. “5C ini valuasinya harus betul-betul okay, okay, dan okay. Kalau ada satu yang enggak okay, itu disebut tidak layak memperoleh fasilitas kredit. Jadi ini ketat sekali,” kata dia.
Pilihan Editor: Enam Cara Menghadapi Debt Collector dengan Baik, Tak Usah Panik
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.