Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah ketentuan terkait bea keluar alias pungutan ekspor produk kayu telah mengalami perubahan. Perubahan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 166/PMK.010/2020 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beleid baru ini diteken Sri Mulyani pada Jumat kemarin, 23 Oktober 2020 dan diundangkan diundangkan di hari sama. "Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," demikian bunyi aturan baru ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebenarnya, tak banyak perubahan yang dilakukan. Satu-satunya yang diubah adalah lampiran II huruf A yang merinci daftar barang ekspor dan tarif bea keluarnya untuk produk kulit dan kayu.
Tempo mencatat ada empat perubahan yang terjadi, rinciannya yaitu sebagai berikut:
Pertama, pungutan veener jadi 5 persen
Lewat PMK baru, Sri Mulyani memangkas pungutan ekspor untuk veener dari semula 15 persen (aturan yang lama PMK Nomor 13 Tahun 2017) menjadi 5 persen. Tapi, ini hanya berlaku untuk satu kriteria veener saja.
Kriterianya yaitu "lembaran tipis kayu yang diperoleh dengan cara mengupas atau menyayat kayu bundar atau kayu gergajian dengan ketebalan tidak lebih dari 6 mm."
Sementara untuk veneer wooden sheet for packaging, besaran pungutannya tidak berubah yaitu 2 persen. Akan tetapi, Sri Mulyani mengubah satu ketentuan dalam bagian pengecualian.
Kedua, ukuran slat kayu berubah
Dalam aturan yang lama disebutkan bahwa slat kayu atau pencil slat dikecualikan dari pengenaan bea keluar atau bebas pungutan. Kriterianya tertuang dalam aturan ini yaitu lembaran tipis kayu yang diperoleh dengan mengolah kayu gergajian menjadi slat.
Material ini dipergunakan sebagai bahan baku pensil. Ukurannya yaitu tebal tidak lebih dari 6 mm, lebar tidak lebih 70 mm, dan panjang tidak lebih dari 300 mm.
Ukuran inilah yang diubah oleh Sri Mulyani. Dari semula lebar tak lebih dari 70 mm, menjadi 80 mm dalam PMK yang baru saja ditekennya.
Ketiga, ekspor kayu meranti
Dalam PMK yang lama, ada dua jenis kayu olahan yang kena pungutan. Pertama, kayu olahan dengan dimensi 1.000 mm2 sampai 4.000 mm2 dengan pungutan 5 persen. Kedua, kayu olahan dari jenis merbau dengan dimensi 4.000 mm2 sampai 10 ribu mm2 dengan pungutan 10 persen.
Dalam PMK yang baru, jenis kayu olahan kedua ditambah. Semula hanya merbau, kini juga menyangkut meranti putih dan meranti kuning. Tapi tarif atau pungutannya tetap, 10 persen.
Keempat, daftar kayu olahan baru
Dalam PMK baru yang diteken Sri Mulyani ini pun, ada satu tambahan produk yang kena pungutan ekspor. Jenisnya sama seperti yang di atas, yaitu kayu merbau, meranti putih, dan meranti kuning. Tapi dimensi yang kena lebih besar, yaitu 10 ribu mm2 sampai 15 ribu mm2. Tarifnya pun lebih tinggi, 15 persen.
FAJAR PEBRIANTO