Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri tak sepakat dengan klaim pemerintah soal pemulihan ekonom telah terjadi di Tanah Air saat ini. Ia mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia justru kian melemah, dan ini terutama terlihat pada kinerja industri manufaktur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Pertumbuhan ekonomi melemah terus, karena pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh unsur teknologi. Semakin banyak menggunakan komponen otak, semakin kencang pertumbuhan ekonomi itu. Sementara penggunaan otot semakin dominan," ujarnya dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Kamis, 5 Januari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penggunaan otak yang Faisal maksud itu tercermin pada total factor productivity atau TFP. Penggunaan otak itu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu teknologi dan inovasi, kondisi pasar dan ekonomi, budaya dan sosial. Pada tiga faktor inilah terlihat terjadi pelemahan terus-menerus.
Sementara ia mencatat TFP Indonesia terus menerus mengalami penurunan. Bahkan dibandingkan negara-negara tetangga, penurunan TFP Indonesia adalah yang paling tajam, khususnya pada tahun 2020. Dalam jangka panjang maupun kurun waktu terakhir, pertumbuhan penggunaan otaknya di Indonesia terpantau turun.
Pertumbuhan TFP secara jangka panjang telah turun melandai dari rentang tahun 1970 sampai 2020. Di Asia Tenggara, TFP Indonesia juga lebih rendah dari Filipina maupun Kamboja. Sementara Vietnam menduduki posisi paling atas.
"Jadi ini nestapa kita ekonominya makin karut marut. Ini lah hasil dari terus merusak fondasi. Kondisi fondasi yang memburuk menyebabkan dari 2010 (TFP) Indonesia terjun bebas, penggunaan otot semakin dominan," ujarnya.
Di samping itu, ia menjelaskan melemahnya industri manufaktur yang terjadi saat ini membuat Indonesia akan semakin ketergantungan pada ekspor komoditas. Kegiatan ekspor itu lah yang membuat semakin dominannya tenaga kasar atau yang ia sebut penggunaan otot di Indonesia. Sebab kegiatan ekspor, menurut dia, tak banyak membutuhkan tenaga ahli tetapi butuh tenaga kasar.
"Kita terus bergantung pada ekspor yang hanya membutuhkan tenaga yang kurang pakai otak juga tidak apa-apa, karena tinggal petik terus jual, terbang pohon jual. Seperti itu lah, kita jomplang dengan negara-negara yang lebih mengandalkan otak," kata Faisal Basri.
Baca juga: Soal Resesi 2023: Peringatan IMF dan Faisal Basri, Keyakinan Jokowi hingga Strategi Sri Mulyani
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.