Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK ada hari libur akhir pekan bagi Direktur Utama Bahana Securities Eko Yuliantoro. Sabtu siang dua pekan lalu, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar mengundangnya ikut rapat mendadak bersama Direktur Utama Krakatau Steel Fazwar Bujang dan Direktur Keuangan Sukandar serta anggota direksi lainnya di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta.
Agendanya sangat penting, yakni membahas revisi harga jual saham Krakatau Steel yang akan diprivatisasi. Direktur Utama Danareksa Sekuritas Marciano Herman, dan Direktur Mandiri Sekuritas Harry M. Supoyo, ikut bergabung dalam pertemuan itu. ”Menteri menanyakan bagaimana kemungkinan perubahan harga,” kata Eko kepada Tempo di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Bahana, Danareksa, dan Mandiri Sekuritas adalah penjamin pelaksana emisi (joint lead underwriter) privatisasi Krakatau Steel sekaligus pemimpin sindikasi penjualan saham di dalam negeri. Credit Suisse dan Deutsche Bank sebagai agen penjual saham Krakatau di luar negeri.
Pemerintah menetapkan harga jual 20 persen saham (3,155 miliar lembar) Krakatau Steel Rp 850 per lembar pada 25 Oktober lalu. Harga itu mengacu pada hasil book building—penentuan harga mirip lelang—periode 12-20 Oktober lalu kepada investor asing di sejumlah negara dan investor lokal. Tapi masyarakat, politikus, dan para ekonom memprotes keras harga jual saham produsen baja dari Cilegon, Banten, itu. Mereka menilai harga jual saham Krakatau Steel Rp 850 terlalu murah.
Suara nyaring datang dari Dradjad Wibowo. Menurut Wakil Ketua Partai Amanat Nasional itu, harga wajar saham produsen baja terbesar di Indonesia ini sekitar Rp 1.370 per lembar. Bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu mengacu kepada rencana patungan Krakatau dan Pohang Steel Corporation (Posco)—sudah dilakukan peletakan batu pertama—yang bisa menghasilkan kapasitas produksi baja 3 juta ton. Nilai buku investasi Krakatau-Posco mendekati US$ 2,84 miliar atau Rp 1.370 per lembar. ”Harga jual sahamnya kemurahan, atau investasi Krakatau-Posco digelembungkan,” ujar Dradjad pekan lalu.
Penolakan atas harga jual saham Krakatau Steel belakangan makin kencang. Isunya menjadi topik utama media massa sepekan penuh. Rupanya, Mustofa keder juga. Apalagi para politikus sudah ikut bersuara. Suara miring dari publik itulah yang membuat Mustofa mengundang direksi Krakatau Steel serta para penjamin emisi lokal dan asing untuk mengadakan rapat mendadak guna mengubah harga jual, Sabtu dua pekan lalu. ”Mustofa ngotot merevisi harga jual dari Rp 850 menjadi Rp 950,” bisik sumber Tempo.
Mustofa mengaku setuju harga jual saham Krakatau Steel diubah. Tapi dia membantah sebagai inisiator perubahan harga jual. ”Ada kemungkinan revisi harga inisiatif emiten (Krakatau Steel),” ujarnya di Jakarta pekan lalu.
Ditantang untuk mengubah harga, para penjamin emisi meminta waktu. Mereka berkonsolidasi di kantor Krakatau Steel di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Bukan hanya Bahana, Danareksa, dan Mandiri, melainkan pejabat Credit Suisse dan Deutsche Bank juga hadir. Mereka juga meminta penasihat hukum dari Singapura dan Hong Kong segera terbang ke Jakarta. Malam harinya, para penjamin emisi dan direksi Krakatau kembali menggelar rapat maraton dengan Mustofa dan para deputinya. Materi pembahasannya tetap sama: mengubah harga jual saham Krakatau Steel.
Perdebatan keras tak terhindarkan. Pertemuan berlangsung alot hingga Minggu subuh. Mustofa, yang semula ngotot akan mengeluarkan surat keputusan perubahan harga, akhirnya menyerah. Bekas Direktur Utama PT Bulog itu tak jadi mengubah harga jual setelah diingatkan risiko merevisi harga, antara lain gugatan hukum dan turunnya kredibilitas pemerintah. ”Setelah dibahas, ternyata ada kendala persoalan hukum,” kata Mustofa. Alhasil, harga jual saham Krakatau Steel tetap Rp 850 selembar.
SEJAK awal, penentuan harga jual saham jawara baja nasional ini alot dan penuh upaya tarik-ulur. Pada tahap awal persiapan proses privatisasi, Agustus lalu, manajemen Krakatau Steel sudah bersilang pendapat dengan para penjamin emisi. Awalnya Bahana dan kawan-kawan mengusulkan rentang harga jual Rp 700-1.150 per lembar. Harga itu mengacu pada hasil pemasaran awal ke para calon investor—jauh sebelum periode book building. ”Manajemen Krakatau Steel tak setuju,” ujar Eko. Belakangan Bahana, Mandiri, dan Danareksa mengubah rentang harga menjadi Rp 750-1.150.
Sukandar membenarkan cerita ini. Direksi Krakatau Steel, kata dia, tak sreg dengan batas bawah rentang harga tersebut. ”Kami bilang jangan terlalu rendah, nanti saham kami ditawar di harga paling bawah,” ujarnya. Direksi Krakatau Steel sebenarnya menginginkan harga bawah Rp 850 per lembar. Negosiasi alot terjadi. Akhirnya manajemen Krakatau Steel dan para penjamin emisi sepakat kisaran harga Rp 800-1.150. Harga ini ditawarkan kepada calon investor dalam paparan publik pada 12 Oktober lalu.
Saat periode book building, permintaan riil harga saham Krakatau Steel mulai terbentuk. Menurut Eko, investor bonafide (tier 1) lokal dan asing yang menawar pada harga Rp 1.000, permintaannya mencapai satu kali atawa 3,155 miliar lembar saham. Investor bonafide yang menawar pada harga Rp 950, pemintaannya mencapai 1,06 kali jumlah saham yang akan dijual. Ternyata investor bonafide paling banyak menawar pada harga Rp 850. Jumlahnya mencapai 1,8 kali atau permintaannya hampir 6 miliar lembar saham.
Berdasarkan hasil book building itu, para penjamin emisi mengusulkan harga jual saham Krakatau Steel dalam privatisasi Rp 850 selembar. Harga ini setara dengan rasio harga saham terhadap laba (P/E ratio) 9,9 kali. Sebagai pembanding, P/E saham Posco lebih murah, hanya 8,2 kali. ”Setelah diskusi dengan manajemen Krakatau, harga itu dibawa ke Menteri Mustofa,” ujarnya.
Dalam sebuah rapat di Kementerian BUMN pada 25 Oktober lalu, Menteri Mustofa akhirnya memutuskan harga jual saham Krakatau Steel Rp 850. Harga saham ini didaftarkan ke Badan Pengawas Pasar Modal, termasuk disampaikan ke para pemesan dalam dan luar negeri. Sumber Tempo membisikkan, sebenarnya direksi Krakatau Steel masih kurang puas dengan harga jual Rp 850 itu. Manajemen menginginkan harga ditetapkan pada kisaran Rp 950-1.000 selembar. ”Mereka akhirnya menyerah setelah kalah berargumentasi dengan para penjamin emisi,” tuturnya.
Sumber Tempo di pemerintahan mengaku tak kaget melihat harga jual Krakatau Steel. Mahmuddin Yasin, Sekretaris Menteri BUMN, kata dia, berperan penting dalam penentuan harga tersebut. ”Apalagi di situ ada Credit Suisse dan Deutsche. Mereka konsultan kesayangan Yasin,” ujarnya. Yasin, yang ditemui Tempo di Kementerian BUMN pada Jumat pekan lalu, tersenyum ketika dimintai dikonfirmasi. ”Itu tidak benar, silakan saja (buktikan), saya siap diperiksa,” katanya.
HARGA jual bukan satu-satunya persoalan dalam privatisasi Krakatau Steel. Rupanya, alokasi sahamnya juga kacau-balau. Membeludaknya permintaan membuat distribusi tak merata. PT Jamsostek saja, yang termasuk investor institusi besar, hanya kebagian 150 juta lembar. Padahal mereka memesan 200 juta lembar dengan anggaran Rp 250 miliar. ”Apa boleh buat,” kata Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Investor retail atawa pemodal kecil lebih apes. ”Saya pesan 1 juta lembar hanya dapat 1.000 lembar (dua lot),” keluh Sanusi, Sekretaris Umum Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia, pekan lalu. Banyak investor kecil juga gigit jari. Tudingan miring pun muncul: sebagian besar saham sudah diblok sejumlah institusi besar, termasuk oleh para politikus di Senayan, demi kepentingan pribadi dan partainya. Gara-gara pemblokan itu, kata sumber Tempo, jumlah saham yang bisa dijual ke publik hanya 1,7 miliar dari total 3,155 miliar lembar. ”Makanya pada berebut,” ujarnya.
Manajemen Krakatau dan penjamin emisi ramai-ramai membantah ada penjatahan khusus bagi partai. ”Tidak ada itu,” kata Fazwar. Eko membenarkan. ”Kalaupun ada, mereka itu investor dan pribadi,” katanya. ”Investor bersandal saja boleh membeli. Mereka (anggota Dewan Perwakilan Rakyat) juga boleh asal punya rekening di perusahaan efek.”
Tudingan polikus ikut cawe-cawe juga dibantah Dradjad. Dia menjamin polikus Partai Amanat Nasional tak terlibat. ”Kami membuka ini tak ada kaitannya dengan jatah-jatahan,” ujarnya. Ketua Komisi VI yang membidangi perusahaan negara, Airlangga Hartarto, juga senada. ”Saya tak melihat itu,” katanya. Anggota Dewan, kata Airlangga, justru melaporkan masalah kisruh privatisasi Krakatau Steel kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Kami meminta mereka memeriksa.”
Kegaduhan privatisasi Krakatau Steel membuat Menteri Mustofa terpojok. Mustofa, menurut sumber Tempo, mengeluh kepada mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil. Mustofa merasa dikerjai oleh beberapa anggota stafnya. Saat dimintai dikonfirmasi, Mustofa diam saja. Adapun Sofyan Djalil tak mau banyak berkomentar. ”Sebagai bekas sopir bus kota, saya tak boleh berkomentar,” ujarnya. Maksud Sofyan, sesama kolega dilarang saling memojokkan.
Kisruh ini juga membuat waswas manajemen Krakatau Steel. Apalagi 13 ekonom berniat meminta pengadilan membatalkan privatisasi Krakatau Steel. ”Kami khawatir privatisasi gagal,” ujar Sukandar. Target mendapatkan dana Rp 2,6 triliun dari penjualan saham buat keperluan ekspansi terancam menguap. Pekan inilah, Rabu 10 November, penentuannya. Jika saham Krakatau berhasil melantai di Bursa Efek, mereka akan tersenyum. Bila gagal, manajemen Krakatau Steel akan gigit jari.
Padjar Iswara, Retno Sulistyowati, Agoeng Wijaya, Aswiditiyo Nedwika
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo