KELANCARAN pengembangan pelabuhan Semarang sedikit terganggu.
Kapal KM Mago I, yang mengangkut ratusan ton pilar baja untuk
kepentingan pembangunan pelabuhan itu tak diperkenankan membuang
jangkar di dermaga. Alasannya: Kapal berbendera Jepang milik
Tokyo Senpaku Kaisha (TSK) dianggap telah melanggar Keppres 18,
yang mengharuskan semua barang milik pemerintah Indonesia
diangkut oleh kapal berbendera Indonesia pula.
Atas pelanggaran itu, Dep. Perhubungan telah memberikan
peringatan keras. "Mestinya mereka tahu, dan sadar kita tidak
main-main dengan Keppres itu," kata seorang pejabat di situ.
Segera sesudah pihak TSK dikabarkan mengaku sejak, 2 Maret lalu,
Mago I yang terkatung-katung, di luar pelabuhan sejak 21
Februari, diperbolehkan membongkar muatannya. "Sekali ini kami
maafkan," kata seorang pejabat Perhubungan di Jakarta pekan
lalu.
Jepang memang keberatan, sampai protes keras, setelah Keppres 18
dikeluarkan April tahun lalu. Dalam hal pengembangan pelabuhan
Semarang, yang antara lain dibiayai Dana Kerjasama Ekonomi Luar
Negeri Jepang (OECF) sebesar 17,3 milyar Yen, misalnya, soal
keabsahan Keppres itu masih juga diperdebatkan. Perusahaan
pelayaran Jepang, yang tampaknya didukung pemerintahnya,
menganggap kapal Jepang berhak pula mengangkut barang untuk
keperluan pelabuhan itu lewat kompetisi pasar bebas.
Pihak Jepang baru bisa menganggap adil jika pengangkutan proyek
yang juga dibiayai OECF itu sekitar separuhnya diangkut oleh
kapal Jepang. Kalau semua barang harus diangkut kapal Indonesia
"itu namanya tidak adil", kata seorang pejabat pemerintah Jepang
di sini. Pemerintah Indonesia kata Kikuchi, pejabat dari
Asosiasi Pemilik Kapal Jepang (JSU), sebaiknya tidak perlu
memaksakan Keprres 18 itu jika kapal Indonesia tidak mampu
mengangkutnya. "Kami dengar pihak Indonesia tak punya kapal
khusus yang bisa mengangkut pilar baja," katanya kepada Seiichi
Okawa, koresponden TEMPO. "Karena itulah Tokyo Senpaku Kaisha
mau mengangkutnya."
Kekurangan semacam itu memang pernah pula dikemukakan oleh
Boedihardjo Sastrohadiwirjo, ketua Asosiasi Pemilik Kapal
Nasional Indonesia (INSA). Hingga kini, misalnya, tak satu pun
perusahaan pelayaran nasional mempunyai kapal yang mampu
mengangkut minyak. dan LNG. Untuk mengatasinya, kata
Boedihardjo, perusahaan pelayaran nasional "bisa mencarter kapal
asing" suatu tindakan yang masih diperbolehkan Keppres 18.
Belum diperoleh konfirmasi apakah perusahaan pelayaran nasional
juga tak punya kapal khusus pengangkut pilar baja semacam KM
Mago I. Jika benar tak punya, rezeki besar tampaknya akan tetap
jatuh ke tangan TSK yang memperolch kontrak mengangkut sekitar
80 ribu ton pilar baja untuk membangun pelabuhan Semarang.
Proyek apa lagi yang mendapat pelayanan armada TSK? "Ini rahasia
perusahaan," kata Hiroshi Takase, wakil kepala Bagian Usaha TSK
di Tokyo.
Pemerintah AS pernah secara resmi mengirimkan utusan ke Jakarta
untuk menyatakan keberatan atas Keppres 18 itu. Baik Washington
maupun Tokyo dikabarkan menghendaki suatu pengaturan yang
dianggap adil untuk mengangkut barangbarang milik pemermtah
Indonesia.
Ada tiga kontraktor Jepang (Shimizu, Penta Ocean, dan Toyo Menka
Kaisha), serta PT Bangun Tjipta Sarana, yang kini terlibat
membangun dermaga, lapangan penumpukan7 dan penahan gelombang
di pelabuhan Semarang. Pembangunan tahap I pelabuhan itu
menelan Rp 59,2 milyar, yang Rp 22 milyar dibiayai dana APBN,
dan sisanya dari OEF.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini