Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gebrakan ali wardhana

Kongres iai di balai sidang. menteri ali wardhana, menegaskan bahwa pemerintah akan memperkuat persyaratan jadi akuntan public, hal ini untuk mencegah akuntan bermain dengan klien (wajib pajak). (eb)

6 November 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKUNTAN publik sedang digebrak. Untuk mencegah wajib pajak bermain-main dengan laporan keuangan perusahaan, kata Menteri Keuangan Ali Wardhana, pemerintah akan memperberat persyaratan jadi akuntan publik. "Saya akan bertindak bukan hanya terhadap perusahaan bersangkutan, tapi juga terhadap akuntan publiknya," tambahnya. Pernyataan keras Menteri Ali Wardhana itu, ang disampaikan pekan lalu pada Kongres Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Balai Sidang Senayan, Jakarta, sudah dibuktikan. Belum lama ini telah mencabut izin kerja akuntan publik Budi Utama. Akuntan yang disumpah itu dianggap turut mendorong perusahaan PMA Jepang PT Tobusco melakukan manipulasi pajak hingga merugikan negara Rp 1,1 milyar. Manipulasi Tobusco yang melakukan pemeriksaan keuangan ganda itu diungkapkan Jaksa Agung Ismail Saleh Maret silam. Ali Wardhana berjanji pula akan memecat akuntan negara yang membuat laporan tidak jelas sekalipun hanya menyangkut dana Rp 50 ribu. Petugas pajaknya pun, katanya, juga akan dihajar jika ketahuan "begini dan begitu" dalam memeriksa laporan keuangan akuntan. Sikap keras pemerintah semacam itu memang diperlukan untuk mengejar sasaran penerimaan pajak Rp 2,4 trilyun pada tahun anggaran berjalan. Beban di pundak Menteri Ali Wardhana tampak semakin berat mengingat pajak perseroan minyak, sesudah ekspor minyak menurun, diperkirakan tak akan mencapai sasaran Rp 9,1 trilyun. Benarkah akuntan publik bisa memberikan laporan keuangan palsu? Untuk memperoleh pajak kecil, menurut akuntan publik M. Purba Sibarani, akuntan bisa saja bermain dengan klien (wajib pajak) dengan memperbesar pos-pos kerugian, dan memperkecil laba. Sibarani, partner akuntan publik Drs. Utomo, Mulia & Co., Jakarta, misalnya, mengaku pernah ditawari Rp 3 juta asal ia bersedia membubuhkan tandatangannya. "Tapi saya berpikir uang Rp 3 juta itu bisa menyebabkan reputasi saya hancur," kata Sibarani, yang juga Kepala Seksi Akuntan Publik IAI. Akuntan publik I A.M. Simatupa bekas anggota DPR, juga mengemu kakan pendapat serupa. Jika diselaraskan dengan peraturan perpajakan, katanya, "akuntan publik bisa melakukan penghapusan pada sejumlah pos, bahkan mau juga untuk tidak memasukkan sejumlah transaksi." Wajib pajak, menurut Nahar Zahiruddin Tanjung, Direktur Utama Indomilk, toh bisa juga memasukkan unsur penyusutan yang menyebabkan overhead cost tinggi. Pinjaman barang modal misalnya, bisa dimasukkan untuk mengecilkan perhitungan keuntungan "Jika laba perusahaan lebih kecil, besarnya pajak pun bisa ditekan," ujar Nahar. "Kalau hal tersebut sesuai dengan peraturan pajak, itu bukan berarti suatu penyelundupan pajak." Untuk memeriksa neraca Indomilk, Nahar mempercayakan pada akuntan publik Drs. Pamintori Siregar, partner dari Coopers & Lybrand. Koreksi yang dilakukan dinas pajak biasanya menyangkut pos sumbangan perusahaan. Menurut dia, pos sumbangan berarti pengeluaran atau ongkos yang harus dipikul perusahaan. Tapi, menurut dinas pajak, sumbangan adalah ongkos yang tidak bisa dihitung sebagai pengeluaran untuk mengurangi laba. "Itulah yang boleh dikoreksi dinas pajak," kata Sibarani. Perbedaan penafsiran juga terjadi di pos pengeluaran resepsi yang sering kali ditolak kehadirannya oleh dinas pajak dalam hasil auditing. Dinas pajak, kata Nahar, menuduh wajib pajak berusaha mengurangi laba untuk pengeluaran tak perlu. "Tapi buat sebuah perusahaan besar, resepsi di hotel mewah seperti Borobudur cukup pantas. kan?" Menurut taksiran T.A.M Simatupang dari 36 ribu perusahaan di sini, baru sekitar 1.600 saja yang menggunakan jasa akuntan publik. Dan celakanya, tambah Sibarani, belum ada kewajiban pajak menggunakan jasa akuntan publik untuk memeriksa neraca perusahaan. Kalaupun wajib pajak sudah mau menggunakan jasa akuntan publik, kadang-kadang akuntan dimintanya membuat dua hasil auditing. Satu untuk bank yang menunjukkan keuntungan besar guna memperoleh kredit, dan satu lagi ke dinas pajak yang menunjukkan kerugian guna memperoleh keringanan pajak. Untuk mencegah terjadinya hasil pemeriksaan berbeda kepada bank dan dinas pajak itu, menurut UU Rahasia Bank, kata Ali Wardhana, "Menteri Keuangan berhak mencocokkan kedua laporan itu." Simatupang khawatir intervensi semacam itu hanya akan dimanfaatkan "untuk pribadi si oknum" bukan masuk ke kas negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus