Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Produksi pelaku industri terganggu kenaikan harga gula.
Pasokan gula rafinasi menipis diduga akibat telatnya izin impor Kementerian Perdagangan.
Masalah serupa terjadi pada gula untuk konsumsi rumah tangga.
DWIATMOKO Setiono belakangan puyeng. Harga gula untuk bahan baku beragam produk makanan dan minuman instan PT Sekawan Karsa Mulia, perusahaan yang dipimpinnya, terus meroket. Sejumlah pemasok gula industri kini menawarkan harga Rp 9.000 per kilogram, naik seribu rupiah dibanding Januari lalu. Dalam catatannya, kontrak pasokan bahan pemanis pada akhir 2019 masih di kisaran Rp 7.600 per kilogram. “Gila, cepat banget naiknya,” ujar Dwiatmoko, yang juga Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi, kepada Tempo, Jumat, 14 Februari lalu.
Lonjakan harga dalam waktu singkat ini mengancam kelangsungan bisnis produsen beragam produk minuman cokelat serbuk dan puding tersebut. Maklum, dalam setahun, Sekawan Karsa membutuhkan pasokan gula industri 200-300 ribu ton. Dwiatmoko pun putar otak agar perusahaan tetap bisa berproduksi. Penjajakan dilakoni dari satu pemasok ke pemasok lain untuk mendapat penawaran harga gula kristal rafinasi yang beragam. Ia pun membeli dari banyak pemasok supaya rata-rata pengadaan bahan baku perusahaannya bisa tetap murah.
Dwiatmoko hanya satu dari ribuan pebisnis yang terancam oleh kenaikan harga gula rafinasi. Sebagian besar adalah industri kecil dan menengah. Pada kelompok ini, kata Dwiatmoko, transaksi pengadaan gula tidak sebanyak transaksi produsen makanan dan minuman kelas atas. Walhasil, harga yang diperoleh pun relatif lebih tinggi. “Saya yang termasuk industri menengah saja dapat Rp 9.000. Kalau yang kecil-kecil bisa sampai Rp 10 ribu per kilogram,” ucapnya.
Industri yang berkaitan dengan sektor pergulaan memang tengah geger. Sejumlah pabrik makanan dan minuman berteriak sejak awal 2020 lantaran stok gula menipis. Beberapa pabrik untuk sementara berhenti beroperasi karena kehabisan bahan baku pemanis. Sementara itu, penyuplai—perusahaan yang mengimpor gula mentah untuk diolah menjadi gula industri—angkat tangan karena stok di gudang mereka tinggal sedikit. Sebagian di antaranya telah menyatakan dagangannya ludes terjual. Tak ada pasokan baru.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo