Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bekas Sekretaris MA, Nurhadi, mengubah status kepemilikan aset-asetnya demi menghindari pelacakan KPK.
Rumah mewah Nurhadi di Jalan Hang Lekir V, Jakarta Selatan, diduga beralih nama ke orang dekatnya.
Nurhadi gemar mengoleksi jam tangan Richard Mille hingga Patek Philippe.
SEORANG pria berkaus lengan pendek muncul dari balik pintu pagar. Mengaku bernama Erwin Saputra, penjaga rumah, ia mengatakan pemilik bangunan di Jalan Hang Lekir V Nomor 6, Jakarta Selatan, itu tengah berada di luar. Menurut catatan Komisi Pemberantasan Korupsi, rumah itu milik bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo menyerahkan surat permohonan wawancara untuk Nurhadi kepada Erwin. Ia menolak menerimanya. “Rumah ini sudah dijual. Beliau tidak tinggal di sini lagi,” ujarnya, Kamis, 13 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Erwin, pemilik baru rumah berpagar baja setinggi hampir dua meter itu bernama Kosasih, orang Surabaya. Tapi Kosasih belum menempati rumah tersebut. Kosasih, kata Erwin, masih berdomisili di kota asalnya dan belum memboyong barang-barangnya ke rumah itu.
Meski tak dihuni “pemilik” barunya, di garasi tampak teronggok mobil Toyota Vellfire berkelir hitam dan berpelat nomor B-16**-RFS. Erwin enggan menjelaskan siapa pemilik mobil tersebut. Dalam data Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, nomor tersebut tak terdaftar.
Petugas KPK menggeratak rumah itu pada 20 April 2016. Nurhadi berada di dalam rumah bersama Tin Zuraida, istrinya; dan Rizqi Aulia Rahmi, anak tunggal mereka. Penyidik menyita uang Rp 1,7 miliar dalam penggeledahan itu.
Beberapa jam sebelum penggeledahan, KPK menangkap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Ia diduga menerima suap dari pengusaha Doddy Arianto Supeno. Nurhadi, yang tercatat sebagai pemilik rumah di Jalan Hang Lekir V saat itu, diduga terlibat dalam penyogokan.
Setelah tiga tahun menyelidiki suap tersebut, KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka pada 16 Desember 2019. KPK juga memberikan status yang sama kepada menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto. Mereka disangka memainkan putusan di Mahkamah Agung pada 2015-2016 dan menerima suap sebesar Rp 46 miliar. “Suap itu terkait dengan jabatan yang bersangkutan,” kata Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang, saat mengumumkan penetapan tersangka.
Rumah Nurhadi di Jalan Patal Senayan, Nomor 3B, Jakarta, 14 Februari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Beberapa bulan seusai penggeledahan, Nurhadi diduga berupaya membilas sejumlah asetnya di Jakarta, Bogor, hingga Padang Lawas, Sumatera Utara. Salah satunya rumah di Jalan Hang Lekir V Nomor 6 itu. Menurut seorang narasumber, Nurhadi ditengarai meminta seseorang agar mengalihkan nama pemilik sejumlah tanah miliknya pada Juni 2016.
Narasumber lain yang mengetahui transaksi rumah tersebut mengatakan tanah dan rumah Nurhadi di Hang Lekir V beralih kepada seseorang berinisial RS pada 2017. RS disebut masih memiliki hubungan darah dengan Tin Zuraida, istri Nurhadi. RS kemudian memperoleh kredit dengan menjaminkan rumah tersebut ke sebuah bank swasta senilai Rp 85 miliar.
Pembayaran kreditnya ternyata macet. RS meminta orang lain menebus rumah itu dengan harga lebih murah. Dengan cara ini, rumah itu kemudian beralih ke tangan Kosasih sejak November 2019 dengan harga Rp 40 miliar. “Menggadaikannya ke bank, gagal bayar, lalu menjual kepada seorang nominee adalah modus lazim dalam pencucian aset,” ujar sumber itu.
•••
PERTEMUAN di ruang VIP salah satu restoran Jepang di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, pada Ahad, 17 Juli 2016, itu berlangsung hangat. Nurhadi terlihat santai dengan mengenakan jam tangan Richard Mille 030 seharga Rp 1,7 miliar di tangan kirinya. Istrinya, Tin Zuraida, berada di ruangan yang sama. Ia memakai jam tangan Richard Mille 007 Black Ceramic. Mereka ditemani Rezky Herbiyono, sang menantu, serta tiga pengawal berbadan tegap dan berambut cepak.
Ada juga kerabat Nurhadi dan Tin Zuraida dalam pertemuan itu. Nurhadi dan keluarganya sedang menjamu Iwan Cendekia Liman, sahabat Rezky. Iwan membawa tiga pengawal yang juga berbadan tegap dan berambut senteng. Setelah berbasa-basi sekitar setengah jam, pembicaraan berlanjut ke penyelesaian utang antara Nurhadi-Rezky dan Iwan.
Dua jam berlalu, Nurhadi dan Rezky berjanji melunasi utangnya. Tapi Nurhadi meminta syarat: Iwan mesti membantu dia dan keluarganya mengalihkan kepemilikan sejumlah asetnya. “Dia mengatakan KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sedang menelusuri harta keluarganya,” kata Haris Azhar, pengacara Iwan. Menurut Haris, kliennya tak pernah memenuhi permintaan Nurhadi. Ditanyai soal ini, Iwan menolak berkomentar.
Kini KPK sedang memburu aset Nurhadi beserta keluarganya. Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan penyidik sedang mempertimbangkan untuk menjerat Nurhadi dengan tindak pidana pencucian uang. “Ada beberapa rumah dan kebun sawit yang akan dikonfirmasi penyidik,” ujar Ali.
Dalam dokumen berisi daftar harta Nurhadi yang diperoleh Tempo, selain rumah di Jalan Hang Lekir V, ia memiliki rumah di Jalan Patal Senayan Nomor 3 B, Jakarta Selatan. Jarak kedua rumah itu sekitar 2,5 kilometer. Nurhadi membeli rumah dan tanah seluas 433 meter persegi itu seharga Rp 58 miliar beberapa tahun lalu.
Nurhadi merenovasi rumah dua lantai itu sebelum masuk radar KPK. Rumah itu kini tak berpenghuni dan terlihat tak terawat. Pohon beringin putih yang menyembul dari balik gerbang kayu setinggi dua meter terlihat menjorok ke luar sehingga menutupi sebagian dinding pagar. Menurut seorang juru parkir di Jalan Patal Senayan, bangunan berdinding putih itu kosong sejak setahun lalu.
Seorang manajer aset yang mengetahui usaha “pencucian” aset Nurhadi mengatakan rumah di Jalan Patal Senayan itu sudah beralih nama menjadi milik Rizqi Aulia Rahmi, putri Nurhadi. Manajer aset itu sempat akan mengagunkan rumah yang ditaksir seharga Rp 58 miliar tersebut ke salah satu bank swasta. Mereka sudah menyiapkan skenario gagal bayar di tengah tenor kredit. “Nanti ada nominee yang seolah-olah menutupi utang tersebut lalu rumah itu beralih menjadi miliknya,” katanya.
Narasumber ini membatalkan rencana transaksi semu itu karena mendapat kabar bahwa KPK sudah mengumpulkan data harta Nurhadi dan keluarganya. Belakangan, ia mendengar Nurhadi menggunakan jasa pihak lain untuk “mengelola” aset-asetnya.
Selain mengurus soal rumah, ia sudah menyiapkan proses underlying transaction untuk kebun sawit milik Nurhadi dan keluarganya di Kecamatan Sosa dan Barumun, Kabupaten Padang Lawas. Nilai transaksi kebun sawit tersebut mencapai Rp 42,5 miliar. Rezky Herbiyono, menantu Nurhadi, menyerahkan segepok dokumen transaksi periode 2015-2016 itu kepada sumber Tempo tadi.
Transaksi itu mencantumkan Rezky dan Nurhadi berkali-kali menyetorkan uang tunai dari Rp 500 juta hingga Rp 3 miliar ke rekening perusahaan perkebunan miliknya. Agar tak terlacak, manajer aset tadi diminta melapis setoran dengan transaksi yang seolah-olah berasal dari orang lain. Cara lain: transaksi itu disamarkan menjadi pembayaran utang-piutang yang tak melibatkan Nurhadi dan keluarganya.
Nurhadi juga berencana menyembunyikan pabrik tisunya. Demikian pula kepemilikan vila di Megamendung, Puncak, Bogor, Jawa Barat. Dari semua aset itu, Nurhadi hanya mencatatkan kepemilikan rumah di Jalan Hang Lekir V dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara pada 2012. Dalam laporan itu, Nurhadi mengaku memiliki harta sebanyak Rp 33,4 miliar.
Selain mempunyai aset tak bergerak, Nurhadi dan keluarganya mengoleksi barang-barang mewah. Seorang pemilik toko jam mewah di Jakarta Selatan mengatakan Rezky Herbiyono hampir setiap bulan membeli jam merek Richard Mille, Patek Philippe, ataupun Audemars Piguet. Harga termurah jam Richard Mille mencapai Rp 1,5 miliar. “Dia beberapa kali bilang beli jam untuk babe,” ucap perempuan tersebut. Babe adalah sebutan untuk Nurhadi. Menurut narasumber ini, Rezky selalu membayar jam dengan duit tunai.
Nurhadi dan Rezky tak menjawab surat permohonan wawancara yang dikirimkan lewat pengacara mereka, Maqdir Ismail. Menurut Maqdir, Nurhadi enggan berkomentar karena tengah mengajukan permohonan praperadilan penetapan tersangka oleh KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Maqdir juga tak mau mengomentari soal tuduhan pencucian aset oleh Nurhadi. “Saya tidak memiliki pengetahuan soal itu,” ujar Maqdir pada Rabu, 12 Februari lalu.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2019, Nurhadi, Rezky, dan Hiendra Soenjoto tak diketahui rimbanya. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan ketiganya sudah dua kali mangkir dari panggilan penyidik.
KPK kemudian memasukkan mereka ke daftar pencarian orang pada Selasa, 11 Februari lalu. Langkah ini, kata Alex, merupakan upaya paksa menghadirkan Nurhadi cs. KPK juga sudah mendatangi rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir V dan Patal Senayan. “Kami datangi ke rumahnya, tapi kosong,” ucapnya.
Komisi antikorupsi berencana menyita aset-aset tersebut jika terindikasi berasal dari hasil kejahatan. “Ada opsi ke arah itu,” ujar juru bicara KPK, Ali Fikri. Dalam menelusuri transaksi tersebut, KPK menggandeng PPATK.
Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan lembaganya memang sudah berkoordinasi dengan KPK. PPATK sudah mengumpulkan data transaksi aset rumah, kebun sawit, serta pabrik tisu yang diduga milik Nurhadi dan keluarganya. “Semua informasi sudah diserahkan kepada penyidik KPK,” katanya.
MUSTAFA SILALAHI, LINDA TRIANITA, RIKY FERDIANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo