Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Harimau Pergi, Pabrik Tutup

Akibat dari pada penghapusan trawl, para buruh banyak yang kehilangan pekerjaan & pengusaha cold storage terancam gulung tikar. pengusaha trawl akan menggan tikan trawl dengan peralatan yang diizinkan. (eb)

4 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NASIB kapal trawl sudah ditentukan mati tepat pada hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober. Setelah beroperasi dan mengeduk keuntungan selama 10 tahun, semua kapal jenis ini tak boleh lagi beroperasi di perairan Jawa dan Bali. Untuk meringankan beban si pemilik, pemerintah memang akan memberikan ganti rugi. Tapi para pengusaha trawl se-Jawa Tengah yang dikumpulkan di Semarang 13 September tercengang. Besarnya ganti rugi yang ditentukan 25% oleh Direktorat Jenderal Perikanan, menyebabkan sebuah kapal buatan 1980 bermesin 80 PK dengan ukuran 20 GT cuma dapat ganti rugi Rp 6.750.000. Padahal harganya semula Rp 24,6 juta. Yang lebih parah kapal buatan di bawah tahun 1975. Samasekali tidak mendapat ganti rugi. Karena kapal yang berumur lima tahun itu, sebagaimana dikatakan seorang juragan trawl dari Semarang, oleh pemerintah digolongkan mutunya sudah jadi kayu bakar". Sekalipun di perairan Sumatera kapal trawl masih boleh beroperasi sampai Januari 1981, sebagaimana ditetapkan Keppres 39/1980, para pengusaha malahan sudah bersiap-siap menjual peralatan mereka. Kapal trawl yang di daerah ini --terkenal dengan kapal pukat harimau -- betul-betul jatuh harganya. "Saya tawarkan Kp 15 juta, tapi tawaran hanya Rp 2,5 juta," keluh Sam Sui, juragan pukat harimau di Sibolga. Baba Hui tahan harga, tapi yang lain sudah melepaskannya. Yang membeli justru pribumi, seperti S.D.T. Manurung, pengurus KUD Kowarne Sibolga yang juga bergerak dalam pukat cincin dan pukat pancing yang kurang "buas". Sedangkan di Kabupaten Asahan (Sum-Ut), para juragan masih punya harapan suatu ketika pukat harimau akan bisa dipergunakan. Mesin-mesin pukat mereka simpan baik-baik. Peraturan yang mengakibatkan harus ditambatkannya kapal-kapal trawl itu, ternyata membawa pengaruh yang cukup luas, terutama terhadap buruh: Ribuan kehilangan mata pencaharian. Mujur buat yang di Cirebon karena, juragan mereka akan mengganti trawl dengan peralatan yang diizinkan. Untuk menyambut sikap ini rupanya, Gubernur Jawa Barat membentuk Pos Komando di Pangandaran. Tugasnya memberikan penyuluhan dan latihan kepada buruh kapal trnwl dan nelayan tradisional bagaimana menggunakan alat jaring baru yang dibuat dari gill net dan purse seine. Buruh yang terancam kehilangan pekerjaan, bukan hanya di laut, tetapi juga di darat. "Begitu trawl dihapus secara konsekuen oleh pemerintah, hari itu pula pabrik saya tutup," ucap Haji Sulchan, pemilik pabrik cold starage PT Cejamp, Semarang. Pabrik patungan (Sulchan-perusahaan Jepang) ini mempekerjakan 500 buruh. Tanpa trawl pabrik pendingin ini tak bisa bekerja, karena dia memang menyandarkan suplai udang dari peralatan yang kini terlarang itu. Di samping memiliki cold storage. Haji Sulchan boleh disebut "raja trawl". Dia memiliki 20 kapal yang beroperasi di Kalimantan ditambah delapan di perairan Ambon dan Irian. "Saya terus bicara dan peras otak agar buruh itu tak menganggur. Saya pernah merencanakan mengekspor buah-buahan ke luar negeri. Tapi saya pikir tak ada gunanya. Saya takut setelah usaha itu besar, pemerintah membunuh lagi usaha saya itu," katanya. King Horse Di ruangan tamu yang artistik di runahnya yang bertingkat di Semarang, kepada wartawan TEMPO Putu Setia dia kembali mengritik pemerintah yang melarang trawl. Bentrokan antara nelayan tradisional dengan trawl yang dijadikan alasan larangan menurut dia masalah kecil. Dan bisa diatasi. "Meningkatkan yang lemah tidak harus membunuh yang kuat," jawabnya. Dia beranggapan nelayan tradisional itu perlu dibina dan ditingkatkan peralatannya. "Kalau mereka sudah mampu, maka batas operasi trawl dijauhkan lagi dari pantai," katanya. Di Cirebon cold storage PT Indra Deli yang beroperasi sejak i975 juga diancam gulung tikar. Pabrik yang memproduksi udang beku dengan label King Horse ini mengalami kemerosotan tak terelakkan dengan dilarangnya trawl. "Saat ini kami hanya memproduksi 2,5 ton udang sehari. Jelas tak bisa menutupi biaya produksi yang Rp 35 juta tiap bulan. Kalau tak ada lagi udang dengan sangat menyesal pabrik akan kami tutup," kata Kembaren, direktur Indra Deli. Surabaya Marine Product (SMP) yang berkapasitas 4 ton (biasanya menampung 3 ton udang perhari), sekarang hanya menerima sekitar 100 kg saja. "Padahal batas minimal untuk menutup biaya produksi 2,5 ton," ulas Sumarto, direktur SMP, cabang Surabaya. PT Tofico di Surabaya cuma kebagian beberapa ratus kilo udang sehari. Tapi SMP belum putus asa untuk menutup pabrik, karena masih ada harapan nelayan mau menangkap udang dengan jaring 'gondrong'. Dari Sumatera Utara belum terdengar kekecewaan para pengusaha cold storage. PT Indra Deli, Es Sari Tirta, Surya Sakti (milik T.D. Pardede), Amal Wahana, Redbon dan Timur Jaya masih jalan normal. "Tak ada masalah. Stok kami untuk enam bulan mendatang, sampai 1981 cukup," kata Hendrik Benny, Wakil direktur PT Indra Deli di Medan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus