KEMELUT yang terjadi pada PT Indokaya Nissan Motors (Innismo),
agen tunggal mobil Nissan dan Datsun di Indonesia, nampaknya
kini mendekati tahap terakhir. Meteri Perindustrian A.R. Soehoed
pekan lalu di DPR mengungkapkan bahwa keagenan tunggal mobil
merk Nissan-Datsun itu dipindahkan ke perusahaan lain, "bila
Affan bersaudara sebagai pemegang saham mayoritas tetap tidak
mau mengurangi pemilikan sahamnya menjadi saham minoritas."
Kelompok Affan bersaudara Thaib, Sulaiman, Gunawan dan Usman
memiliki 60% saham PT Innismo. Mereka juga duduk sebagai
direksi perusahan itu, kecuali Usman. Pengurangan saham keluarga
Affan menjadi 10%, serta penggantian manajemen PT Innismo,
merupakan syarat yang dituntut baik oleh Departemen
Perindustrian Rl maupun oleh Marubeni Corporation - induk Nissan
Motors Co -- yang tergolong Sepuluh Besar di Jepang.
Krisis Innismo dimulai ketika utangnya dari Marubeni yang
diperkirakan berjumlah US$ 25 juta itu, tidak bisa dibayar oleh
Innismo pada saat jatuh waktu. Akibatnya pihak Marubeni
menghentikan pengiriman peralatan untuk perakitan sejak Novemher
tahun lalu. Ini mengancam kelanjutan produksi mobil
Nissan-Datsun di Indonesia.
Utang Innismo, menurut Menteri Soehoet, sudah begitu besar
sehingga "segala jaminan untuk kredit itu sudah habis", katanya.
Mengutip laporan Tim Departemen Perindustrian yang khusus
menyelidiki kemelut Innismo, dalam tanya jawab dengan anggota
Komisi VI DPR, Soehoed juga menjelaskan bahwa ada jaminan yang
sampai digadaikan dua kali. "Saham keluarga Affan sendiri sudah
dijadikan jaminan untuk kredit-kreditnya," kata Soehoed.
Situasi utang-utang Innismo menjadi lebih jelas ketika akuntan
publik Sardjono & Co. melakukan audit. Hasilnya dilaporkan
kepada direksi Innismo pada Juni 1980. Menurut laporan akuntan
tersebut, utang Innismo pada akhir Mei 1980 berjumlah Rp 17,5
milyar atau sama dengan US$28 juta.
Ternyata utang sebesar itu tak seluruhnya berasal dari Marubeni
Corporation. Tapi juga berasal dari beberapa bank asing dan bank
pemerintah. Utang dari Marubeni sendiri, menurut laporan
Sardjono & Co., hanya Rp 4,6 milyar. Dari Bank Dagang Negara
(BDN) Innismo menerima Rp 5,35 milyar. Kredit terbesar
berasal dari Bank of Tokyo cabang Jakarta, sebanyak Rp 6,5
milyar. Dan Rp 1 milyar dari Bank of Tokyo, Singapura.
Menurut laporan akuntan publik Sardjono, nilai inventaris dan
piutang Indokaya pada waktu yang bersamaan masing-masing
berjumlah Rp 5,3 milyar dan Rp 4,5 milyar -- masih jauh di
bawah Rp 17 milyar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu itu.
Laporan itu tak menyebutkan kapan piutang Indokaya yang Rp 4,5
milyar itu akan dapat ditagih semua.
Juga disebutkan adanya pinjaman sebesar Rp 2,2 milyar kepada PT
Zastam Motor, yang merakit merk Nissan-Datsun. Dimiliki oleh
keluarga Affan, PT Zastam Motor mendapat pinjaman Rp 2,2 milyar
dari PT Innismo. Tak disebutkan kapan pinjaman itu akan dilunasi
oleh Zastam -- yang termasuk grup Indokaya itu.
Dari utang-utang tersebut, Innismo harus menanggung biaya bunga
yang cukup besar: Rp 9,3 milyar antara 1977 sampai akhir Mei
1980. Di samping itu, devaluasi rupiah pertengahan November
l978, mengakibatkan kerugian transaksi devisa sebesar Rp 3,8
milyar. Ketika itu sebanyak Rp 2,6 milyar sudah dibukukan
sebagai biaya sampai akhir Mei 1980.
Bangkrutkah Innismo? Laporan akuntan Sardjono memang hanya
bicara soal posisi utang-utang PT Innismo dan data-data lain
yang dibutuhkan dalam penelaahan utang-utang tersebut. Tapi dari
sana agaknya bisa ditarik kesimpulan bahwa seluruh kekayaan
Innismo, bila dijual, tak akan bisa mencapai 75% dari seluruh
utangnya yang sudah jatuh waktu itu.
Tak Ada Kompromi
Dalam hukum dagang (Ps. 47 KUHD), itulah yang disebut bangkrut,
sebagaimana dikatakan dalam laporan Tim Perindustrian dan
Menteri Soehoed. Pihak Innismo dalam suatu siaran pers akhir
pekan lalu keberatan disebut bangkrut, karena menurut "para ahli
hukum dan para akuntan, ketentuan itu tidak pernah digunakan,
kecuali bila perusahaan tersebut beriktikad tidak baik kepada
para krediturnya."
Kantor akuntan publik Drs. Utomo, Mulia & Co. yang dimintai
nasihat oleh PT Innismo, berpendapat "Apabila pasal 47 secara
otomatis diberlakukan, perusahaan tersebut seharusnya sudah
dibubarkan dan tak dapat dihidupkan kembali dalam bentuk suatu
perusahaan baru." Selanjutnya, kantor akuntan terkenal itu
mengatakan, mereka mengetahui beberapa kasus serupa Innismo di
masa lalu. "Perusahaan tersebut tidak secara otomatis
dibubarkan, tapi berfungsi sebagai biasa," katanya.
Tapi buat pemerintah Indonesia nampaknya tak ada kompromi lain,
kecuali kalau Affan bersaudara menerima tawaran saham 10% tadi.
Bahkan menurut Menteri Soehoed, masalah utang itu . Akan
diselesaikan secara tersendiri, sekalipun akan makan waktu lama.
Dengan kata lain, lewat pengadilan negeri.
Bagi pemerintah, dalam menangani krisis Indokaya itu, yang
penting ialah terus berlangsungnya produksi Nissan-Datsun, salah
satu dari sekian kegiatan Marubeni di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini