Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bursa Efek Indonesia menghentikan sementara perdagangan saham pada sesi pertama pada Selasa, 18 Maret 2025 pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS). Penghentian sementara atau trading halt dilakukan lantaran posisi IHSG anjlok 5,02 persen ke level 5.146. Nilai transaksi sesi I mencapai Rp 3,39 triliun yang melibatkan 13,12 miliar dalam 748 ribu transaksi. Seluruh sektor berada di zona merah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia Kautsar Primadi Nurahmad menyampaikan alasan penerapan trading halt melalui keterangan tertulis. "Dengan ini kami menginformasikan bahwa hari ini, Selasa, 18 Maret 2025 telah terjadi pembekuan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) yang dipicu penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 5 persen."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, penurunan perdagangan saham sudah terjadi dari tanggal 14 Maret 2025. Menurutnya, salah satu pemicunya adalah revisi UU TNI. “Sebenarnya efek akumulasi dari beberapa kebijakan terakhir, salah satunya adalah soal APBN Kita. Tapi rasanya dampak dari RUU TNI ini besar,” tutur Huda kepada Tempo, Selasa, 18 Maret 2025.
Menurutnya, semakin luas kehadiran militer dan polisi di ranah sipil, akan menimbulkan kebingungan dalam penegakan hukum jika terjadi pelanggaran hukum. Keterbukaan informasi publik menurut Huda juga akan menghilang seiring ditinggalkannya sistem meritrokrasi. Masuknya kekuatan militer di bidang ekonomi pun sudah nampak saat ini. Salah satu contohnya adalah posisi Direktur Utama Perum Badan Usaha Logistik yang diduduki Mayor Jenderal TNI Novi Helmy Prasetya, militer aktif bukan orang berlatar manajerial ataupun pertanian. “Dirut Bulog tidak memahami masalah pertanian, akhirnya akan main paksa untuk serap gabah dengan harga rendah. Investor takut akan hal tersebut dan ramai-ramai melego saham yang dimiliki,” tutur Huda.
Keterlibatan militer seperti ini menurutnya membuat investor enggan masuk. “Buat apa bersaing dengan perusahaan ‘militer’ untuk produk non militer. Jadi akan berimpact negatif terhadap investor enggan berinvestasi,” katanya lagi.