KESEPAKATAN itu tercapai akhirnya Astra Group harus menebus dosanya hanya dengan iklan berukuran besar yang dipasang mulai Senin pekan ini, selama 3 hari berturut-turut, di berbagai media masa. Iklan itu mengungkapkan pernyataan maaf dari Astra kepada 11 bank yang merasa dirugikan nama baiknya oleh sebuah memo intern Astra, yang sempat beredar di masyarakat luas. Dengan sekadar iklan, ternyata konsekuensi finansialnya tidak begitu besar, apalagi untuk sebuah perusahaan perkasa seperti Astra, yang salah satu pemiliknya belakangan diberitakan akan membuka sebuah bank di Ho Chi Minh City, Vietnam. Di samping kewajiban pasang iklan, PT Astra International Inc. (AII) juga mengaku bersalah dan bertanggung jawab atas memo intern tersebut. "Perkaranya kita anggap sudah selesai," ujar Teddy Permadi Rachmat, Dirut AII kepada Teguh P. dari TEMPO. Kendati biaya iklannya kecil bagi Astra, tapi, menurut sumber TEMPO di bank sentral yang tak mau disebut namanya, beban hukuman moral yang ditanggung Astra tak ternilai dengan uang. Namun, umpamanya tanpa iklan, "Astra bisa kena penalti," kata Andi Sose, Preskom Maranu Group yang punya Bank Marannu salah satu di antara 11 bank yang dirugikan memo tersebut. Penaltinya: Astra diseret ke meja hijau. Dengan munculnya permintaan maaf Astra secara terbuka di media massa, tentu kasus memo intern Astra Graphia -- kira-kira 5.000 kopi memo -- tak akan diperkarakan ke pengadilan. Penyelesaian yang ternyata melegakan semua pihak itu terlaksana Jumat pekan lalu di kantor BI Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Untuk "memutihkan" kesalahan manajer keuangan Astra Graphia, yang mengeluarkan memo daftar hitam 11 bank, Grup Astra diwakili langsung oleh Preskom William Soeryadjaja dan Presdir Teddy Rachmat. Sedangkan di antara 11 bank yang dirugikan memo Astra Graphia, hanya wakil dari 8 bank yang datang: Bukopin, Bank Susila Bakti, Bank Umum Majapahit Jaya, Servitia, Maranu, Anrico, Bank Harapan Sentosa, Bank Arta Pusara. Jalannya pertemuan yang ditengahi Suyitno Siswowidagdo, Direktur Pengawasan dan Pembinaan Bank Indonesia itu, agak alot. Kendati William sudah minta maaf, pembicaraan berlangsung tak kurang dari 6 jam. "Kata demi kata dalam konsep dibahas sangat hati-hati," tutur Hotman Paris Hutapea, S.H., pengacara dari kantor Makarim & Tiara S., yang mewakili ke-8 bank itu. Prinsipnya, ke-8 wakil bank yang dirugikan itu minta agar Astra merehabilitasi nama baik 11 bank yang tercantum namanya dalam daftar hitam alias memo intern Astra Graphia. "Seandainya kami tak mempertimbangkan kestabilan dan imbauan Departemen Keuangan dan Direktur BI, sebenarnya kami berdelapan memang telah bersepakat untuk menuntut Astra," ujar Sugeng Sarjadi, Komisaris Bank Susila Bakti. Bahkan, kabarnya, ada yang menuntut ganti rugi Rpl00 milyar. Untuk itu, mereka dibantu para pengacara dari kantor pengacara Makarim & Taira S., Mohammad Assegaf, Herman Rajagukguk, dan Minang Warman. Maklum, menurut Andi Sose, ke-11 bank yang beraset sekitar Rp1,7 trilyun itu sempat macet dananya sekitar Rp500 milyar selama tiga hari, sejak tanggal 4 November lalu. "Cukup berat dampaknya menimpa kami," tambah Andi Sose. Soalnya, para nasabah dari 11 bank tersebut jadi resah dan kepercayaan mereka hilang. Namun, sesudah banyak menimbang, semua pihak sampai pada mufakat untuk menerima maaf lewat iklan. "Penyelesaian itu bijaksana," ujar Sugeng. Ia berharap, penyelesaian itu cukup untuk menenangkan masyarakat nasabah maupun perbankan. "Siapa saja yang mau pinjam duit ke bank kami, silakan. Kami akan melayani," kata Sugeng, yang hendak membuktikan bahwa banknya tak kesulitan likuiditas. Apa penyelesaian itu memuaskan? "Soal puas atau tidak, itu tidak penting. Yang jelas, kami bersama pemerintah ingin menjaga ketenangan, supaya pembangunan ekonomi kita dapat berjalan baik," kata Sugeng. Dan BI boleh lega, karena soal memo tersebut dapat segera diatasi, hingga "nila yang setitik tidak mencemarkan susu sebelanga". Suhardjo Hs., Moebanoe Moera, Budiono Darsono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini