SUMBER uang Perusahaan Jawatan Kereta Api PJKA) ternyata bukan cuma di atas rel. BUMN yang dikenal selalu mengaku rugi itu, kini membuka lahan baru, yakni menjual iklan. Caranya mudah. Nanti, setiap pintu kereta akan dilengkapi dengan portal. Di atasnya dipasang sebuah bidang seluas 30 meter persegi. Nah, pada papan lebar itulah PJKA menjual lahan iklan kepada para produsen berbagai barang. Untuk tahap pertama, baru ditetapkan empat lintasan di Jakarta yang dijual, yaitu Jalan Diponegoro, Mangga Dua, Gunung Sahari, dan Palmerah. Keempat lintasan "basah" itu, konon, sudah terjual. Ternyata pintu lintasan kereta api menjadi salah satu daerah yang strategis untuk berpromosi. Maklum, karena memotong jalan raya, iklan-iklan yang dipasang itu akan mudah terlihat oleh para pengendara atau penumpang yang memintas. Pemandangan paling mencolok terjadi bila kereta api lewat. Pemakai jalan raya akan harus berhenti dan, mau tidak mau, melihat iklan yang dipasang itu. Untuk beriklan-iklan di atas pintu kereta, PJKA menunjuk biro iklan Matari Inc sebagai pemasar. Tarif yang ditawarkan Matari Inc sedikit lebih mahal dibandingkan dengan, misalnya, billboard pinggir jalan. Yang disebut terakhir ini bertarif rata-rata Rp 400-500 ribu per meter persegi. Sedangkan papan di atas portal ditawarkan antara Rp 700 ribu-1,5 juta per meter persegi. Tingkat harga ditetapkan berdasarkan strategis tidaknya lokasi lintasan rel itu. Di daerah sekitar pusat Kota Jakarta, misalnya, tarifnya Rp 1,5 juta per meter persegi. Sedangkan di pinggiran, hanya Rp 1,1 juta. Semakin jauh dari tempat keramaian, tarifnya tentu saja makin murah. Itulah sebabnya Dirut PJKA Soeharso yakin -- setelah berbagi hasil dengan empat mitranya (pemerintah daerah, dua perusahaan yang memegang hak, dan Matari) -- PJKA akan memperoleh pendapatan tambahan sebesar Rp 1 milyar setahun. Tentu ini bukan sebuah angka yang terlalu berarti jika dibandingkan dengan total pendapatan PJKA yang sekitar Rp 100 milyar setahun. Tapi, paling tidak, itu akan mengurangi kerugian yang selalu dideritanya. Apalagi kalau tekad Menteri Perhubungan Azwar Anas terwujud, yakni memandirikan PJKA sebagai sebuah Perum. Ini berarti, kelak, subsidi dari pemerintah -- Rp 35 milyar setahun -- akan dihapuskan. Usaha mencari dana, bagi PJKA, memang bukan hal enteng. Biaya operasi PJKA sangat tinggi. Semua sarana, prasarana (seperti rel, telekomunikasi, jembatan, dan sebagainya) dibiayai oleh PJKA sendiri. "Kami ini tidak seperti Garuda Indonesia, Pelni, ataupun Damri. Mereka beroperasi tanpa dibebani pembangunan, dan perawatan prasarana," kata Soeharso. Itulah sebabnya, kendati orang dan barang yang diangkut PJKA setiap tahunnya meningkat, kerugian selalu tak dapat dihindarkan. Lihat saja periode 1987/ 1988. PJKA masih defisit 27,10%. Padahal, kalau dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya, penumpang kereta api naik tiga kali lipat, yakni menjadi 811 ribu orang setahun. Barang yang diangkut, juga naik 2,3 kali lipat, menjadi 8 juta ton. "Kalau saja tak menanggung beban macam-macam, seperti perusahaan angkutan lainnya, saya yakin bahwa PJKA sudah untung," kata Soeharso. Untung PJKA itu, lanjutnya, bisa mencapai Rp 5 milyar setahun. Asumsinya, bila papan iklan juga bisa dijual di stasiun, lalu di dalam ruang-ruang gerbongnya, dan entah di mana lagi -- pokoknya komersial. Budi Kusumah, Bachtiar Abdulah (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini