Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen akan mendorong kenaikan harga-harga bahan pokok. Meskipun sejumlah komoditas tidak dikenakan PPN 12 persen untuk menjaga kenaikan harga pangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef, Abdul Manap Pulungan menjelaskan kebijakan ini bakal membuat harga bahan pokok semakin naik. Musababnya, selama ini pemerintah tidak bisa membatasi kenaikan harga di level penjual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara para penjual, menurut dia, akan reaktif terhadap kenaikan PPN dan dia tidak akan peduli komoditas mana yang terkena kenaikan pajak tersebut. "Apalagi di pasar-pasar tradisional yang tidak terpantau, seperti di penjual-penjual kelontong," ucap Abdul dalam diskusi publik secara virtual pada Rabu, 20 Maret 2024.
Adapun komoditas yang tidak dikenakan PPN antara lain, beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
Ia mengatakan sebagian besar aktivitas ekonomi Indonesia masih berada di sektor informal. Sehingga akan sulit untuk mengidentifikasi apakah kebijakan pengecualian ini diterapkan atau tidak oleh pedagang.
Bila dilihat dari perkembangan inflasi, ia menjelaskan inflasi indeks harga konsumen atau IHK cenderung menurun pada Februari. Inflasi inti juga menurun signifikan. Menurut Abdul, penurunan inflasi ini juga mencerminkan daya beli yang semakin anjlok.
Karena itu, ia menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen ini akan terus menggerus daya beli masyarakat. Ketika daya beli masyarakat merosot, pertumbuhan ekonomi serta aktivitas ekonomi di sektor riil akan terdampak. Sebab, aspek daya beli menjadi penentu bagi perusahaan dalam menentukan ekspansi ekonomi atau merencanakan bisnisnya.
Adapun kebijakan kenaikan PPN diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Beleid ini mengamanahkan kepada pemerintah untuk menaikkan pajak secara bertahap.
Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 Undang-undang HPP, tarif PPN sebesar 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022 lalu. Kemudian tarif PPN naik menjadi 12 persen paling lambat mulai 1 Januari 2025. Pada pasal Pasal 7 ayat 3 Undang-undang HPP, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.