Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Nusa Dua - Permintaan terhadap minyak sawit mentah ke negara-negara Asia Selatan diperkirakan terus meningkat. Di antaranya yakni India dan Pakistan yang merupakan negara tujuan ekspor kelapa sawit Indonesia terbesar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Karena itu, Direktur Eksekutif The Solvent Extractors’ Association (SEA) of India, Mehta, berharap pemerintah Indonesia mempermudah ekspor komoditas itu ke India, seiring dengan tingginya permintaan akan minyak sawit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kami berharap Pemerintah Indonesia dapat meninjau kembali kebijakan yang berlangsung,” kata Mehta dalam acara IPOC 2023 di The Westin Resort, Nusa Dua, Bali, Jumat, 3 November 2023.
Menurut dia banyak faktor yang mengakibatkan kebutuhan global terus meningkat. Pertumbuhan penduduk India masih mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya peningkatan konsumsi minyak nabati, pada tahun 2008–2009 sebesar 14,1 juta ton, menjadi 22,5 juta ton pada 2021–2022.
“Ketergantungan terhadap impor minyak nabati saat ini mencapai 65 persen, dan ini cukup mengkhawatirkan,” kata dia.
Saat produksi minyak nabati meningkat perlahan, kata dia, permintaan meningkat pesat sehingga menyebabkan peningkatan impor. Dia juga menyebut komoditas utama yang diimpor India adalah minyak kelapa sawit, di mana 60 persen mayoritas diperoleh dari Indonesia, Malaysia dan sedikit dari Thailand.
“Konsumsi minyak kelapa sawit mencapai 25 juta ton, atau 33 persen dari total konsumsi minyak nabati nasional India,” katanya.
Senada dengan Mehta, Chief Executive Pakistan Edible Oil Conference (PEOC) dan Westbury Group, Abdul Rasheed Janmohammed mengharapkan pemerintah Indonesia juga mengevaluasi kebijakan ekspor minyak sawit.
“Kebutuhan minyak nabati yang cukup besar (di Pakistan) dan ketergantungan kami dengan impor yang terjadi membuat kami berharap bahwa Pemerintah Indonesia bisa melihat kembali kebijakan yang dijalankan,” kata Abdul.
Menurutnya, Pakistan akan membeli sawit dari Indonesia untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati yang akan meningkat pada akhir tahun 2023 hingga awal tahun 2024.
Adapun total konsumsi Pakistan terhadap minyak nabati cukup besar, yaitu 4,5 juta ton dengan produksi lokal sebesar 0,75 ton. Produksi lokal yang terbilang sedikit itu membuat Pakistan menjadi negara yang membutuhkan impor minyak nabati sebesar 3 juta ton.
Kebutuhan ini, kata Abdul, masih akan ditambah dengan kenyataan bahwa Pakistan baru-baru ini memberlakukan larangan produk pangan rekayasa genetika atau GMO, sehingga pasokan minyak nabati yang masuk menjadi lebih terbatas. “Kami harap Indonesia tetap akan membuka keran ekspor kepada Pakistan, sebab produksi minyak nabati kami belum cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik,” tuturnya.