Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Indikator Melemahnya Daya Beli Masyarakat

Ketika daya beli masyarakat melemah, konsumsi rumah tangga sebagai penopang utama pertumbuhan ekonomi pun ikut lesu. Apa indikatornya?

10 April 2025 | 18.43 WIB

Pedagang sembako di Pasar Minggu, Jakarta, 4 Februari 2025. Badan Pusat Statistik mencatat pada bulan Januari 2025 terjadi inflasi year on year (y-on-y) sebesar 0,76 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,99. Tempo/M Taufan Rengganis
Perbesar
Pedagang sembako di Pasar Minggu, Jakarta, 4 Februari 2025. Badan Pusat Statistik mencatat pada bulan Januari 2025 terjadi inflasi year on year (y-on-y) sebesar 0,76 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,99. Tempo/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Daya beli masyarakat tak sekadar soal kemampuan membeli barang, tetapi cermin dari kesehatan ekonomi nasional secara menyeluruh. Ketika daya beli melemah, konsumsi rumah tangga sebagai penopang utama pertumbuhan ekonomi pun ikut melesu, memberi sinyal bahwa ada yang tak beres dalam mesin pendorong ekonomi Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belakangan ini, para ekonom dan pelaku usaha mulai menaruh perhatian serius terhadap gejala menurunnya daya beli masyarakat. Jika tak ditangani, kondisi ini bisa memicu spiral deflasi dan memperburuk kondisi perekonomian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad memaparkan kondisi itu bisa dilihat dari volatile food atau kategori pangan bergejolak seperti daging ayam ras, telur, hingga bawang merah. Kategori tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang seharusnya tetap dikonsumsi, meski harganya mengalami perubahan.

“Tapi ketika masyarakat tidak punya daya beli, akhirnya dia tidak sanggup dan mengakibatkan harga turun. Dan itu menjadi deflasi,” terang Tauhid kepada Tempo, Kamis, 3 Oktober 2024.

Dilansir dari accurate.id, dalam teori ekonomi, daya beli merujuk pada kemampuan individu atau bisnis untuk membeli barang dan jasa. Daya beli biasanya diukur dengan melihat berapa banyak barang yang bisa dibeli oleh konsumen dengan sejumlah uang yang tetap.

Lantas, apa saja indikator yang menunjukkan daya beli masyarakat tengah melemah?

1. Kenaikan Harga Barang dan Jasa

Harga adalah indikator paling nyata yang dapat dirasakan langsung masyarakat. Ketika harga barang dan jasa mengalami kenaikan harga signifikan, sementara pendapatan tidak mengikuti laju inflasi, daya beli otomatis tertekan. Masyarakat menjadi lebih selektif dalam belanja, bahkan menunda konsumsi barang non-esensial.

Sebaliknya, jika terjadi deflasi atau penurunan harga, secara teoritis daya beli akan meningkat. Namun, deflasi yang berlarut justru bisa menjadi tanda bahaya jika disebabkan oleh melemahnya permintaan.

2. Pendapatan Riil yang Tak Seiring Kenaikan Harga

Pendapatan riil, yaitu pendapatan yang telah disesuaikan dengan inflasi, merupakan tolok ukur sejati daya beli. Kenaikan gaji nominal belum tentu berarti peningkatan daya beli jika harga-harga barang dan jasa juga melonjak. Jika masyarakat merasa uangnya "cepat habis", bisa jadi itu karena daya beli mereka sedang turun, bukan semata karena pengeluaran yang bertambah.

3. Peningkatan Pajak yang Menekan Penghasilan

Pajak yang lebih tinggi, terutama pada kelompok berpenghasilan menengah ke bawah, dapat memangkas pendapatan riil. Ketika penghasilan setelah pajak menyusut, ruang gerak konsumsi pun ikut menyempit. Imbasnya, belanja rumah tangga menurun, padahal sektor ini menyumbang lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

4. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar rupiah juga menjadi indikator penting. Ketika nilai rupiah melemah terhadap mata uang asing, harga barang impor, mulai dari bahan baku hingga produk konsumsi pun ikut naik. Ini berdampak langsung pada harga di pasaran domestik. Masyarakat akan lebih sulit membeli barang-barang tersebut karena harganya menjadi lebih mahal dalam rupiah.

5. Terbatasnya Lapangan Pekerjaan

Ketersediaan pekerjaan yang minim serta tingginya angka pengangguran juga berdampak langsung pada daya beli. Tanpa pekerjaan tetap, masyarakat kehilangan sumber pendapatan utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan bagi yang masih bekerja, ketidakpastian ekonomi bisa membuat mereka lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang.

6. Sulitnya Akses Kredit

Dalam situasi ekonomi modern, kredit menjadi salah satu penopang konsumsi. Ketika akses terhadap pembiayaan, baik untuk konsumsi maupun usaha, menjadi lebih sulit, entah karena bunga tinggi atau kebijakan pengetatan kredit, daya beli akan ikut terdampak. Padahal, kredit dapat membantu rumah tangga memenuhi kebutuhan jangka pendek dan mendorong perputaran uang di perekonomian.

Sukma Kanthi Nurani dan Rachel Caroline L. Toruan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus