Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANG sidang di lantai dua gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah dipenuhi pengunjung pada pukul o8.oo, Senin pekan lalu. Padahal, menurut jadwal, persidangan baru akan dimulai dua jam lagi. Dua ratusan orang yang hadir itu adalah investor yang menanamkan uang di Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada.
Agenda rapat pagi itu adalah rapat kreditor, yang merupakan tahapan pertama dalam rangkaian persidangan permohonan pailit yang diajukan oleh dua investor Koperasi Cipaganti, yaitu Yetty Rosmayawati dan Rini Nur Indriyati, pada 19 Mei lalu. Menurut kuasa hukum investor, Rusli Ardiansyah Lubis, gugatan pailit diajukan karena Koperasi Cipaganti tidak membayar imbal hasil sejak Maret lalu.
Yetty dan Rini berinvestasi masing-masing Rp 250 juta pada Januari 2014 dan Rp 200 juta pada Juli 2013. Imbal hasil yang dijanjikan setiap bulan Rp 4,5 juta dan Rp 3,6 juta. Namun, ketika pembayaran hasil investasi macet, pengurus koperasi yang berkantor pusat di Bandung ini menyodorkan solusi perdamaian. "Tapi rencananya masih belum jelas dan tidak mencantumkan recovery pengembalian investasi," kata Rusli kepada Tempo.
Pengurus koperasi juga diketahui tidak adil dalam memperlakukan investor. Menurut Rusli, ada beberapa investor yang masih menerima imbal hasil, tapi ada yang sudah tidak mendapatkan haknya sejak akhir tahun lalu. "Itu sebabnya kami mengajukan PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang)," ujarnya.
Tak seperti dua investor yang pernah mencicipi hasil investasi, investor baru seperti Agustina justru hanya kebagian pahitnya. Perempuan 52 tahun ini baru saja menginvestasikan Rp 150 juta ke Koperasi Cipaganti pada akhir Maret lalu. "Bunga belum dapat, modal juga tidak bisa balik," katanya. "Padahal itu diambil dari uang pensiun suami saya."
Begitu mendengar kabar ada permohonan PKPU oleh investor lain, Agustina meradang. Dia merasa ditipu. Dia mendengar informasi dari investor lain bahwa pembayaran bunga ternyata sudah bermasalah sejak awal tahun lalu. "Koperasi sudah bermasalah, tapi bisa-bisanya mereka masih menarik investor baru."
MENURUT Kristandar Dinata, kurator yang ditunjuk pengadilan menjadi pengurus sementara selama proses PKPU, setidaknya tercatat 8.700 nasabah Koperasi Cipaganti. Namun, hingga Senin pekan lalu, baru 4.000 nasabah yang melapor. "Dengan investasi Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar, diperkirakan dana yang dikelola koperasi bisa mencapai Rp 800 miliar," katanya. Dan untuk membayar imbal hasil rata-rata 1,5 persen per bulan, Koperasi Cipaganti setidaknya harus menyiapkan dana segar setiap bulan Rp 15 miliar.
Konsultan keuangan dari Lembaga Pengembangan dan Aplikasi Pengetahuan, Widyatama Farisa Hananto, mengatakan sejak awal skema yang ditawarkan Koperasi Cipaganti sudah mencurigakan. Beberapa nasabah yang mengkonsultasikan investasi mereka menyebut bahwa nasabah diposisikan sebagai mitra dan menerima keuntungan setara dengan bagi hasil. "Konsep ini hanya ada di lembaga keuangan syariah," katanya.
Widyatama menambahkan, tawaran imbal hasil berbunga tinggi dengan jumlah tetap dari sisi ilmu investasi juga janggal. Apalagi dana yang dihimpun disalurkan ke sektor usaha yang fluktuatif, seperti properti, pertambangan, dan penyewaan alat berat. "Bisnisnya naik-turun tapi kok berani menjamin keuntungan dengan bunga tinggi dan tetap," katanya.
Budi Purwanto, anggota tim restrukturisasi yang ditunjuk Koperasi Cipaganti, membenarkan soal kejanggalan itu. Menurut dia, ada ketidaksesuaian antara dana investasi yang masuk ke koperasi dan penyalurannya.
Dana investor yang diterima koperasi tergolong investasi jangka pendek. Sedangkan investasi dialirkan ke usaha-usaha Cipaganti Group yang membutuhkan sumber pendanaan jangka panjang. Salah satunya usaha pertambangan. "Ini mismatch dan bisa dikatakan sebagai sumber utama mengapa koperasi gagal memenuhi kewajiban kepada mitra," kata Budi.
Pengurus Koperasi Cipaganti, Wiwin Winardi, tidak menyangkal soal ini. Menurut dia, memburuknya bisnis pertambanganlah yang mengganjal pembayaran imbal hasil kepada mitra. "Kesepakatan kerja sama memungkinkan kami mengembangkan usaha ke beberapa sektor," katanya. Namun koperasi mengalami kesulitan keuangan, sehingga pembayaran kepada mitra terganggu.
Hubungan koperasi dengan usaha Cipaganti Group memang cukup kuat. Koperasi bahkan disebut-sebut sebagai penyetor modal andalan untuk menjalankan bisnis yang dibangun oleh Andianto Setiabudi sejak 2000 itu. Salah satu usaha yang disokong koperasi adalah bisnis-bisnis yang dijalankan di bawah PT Cipaganti Citra Graha, yang melantai di Bursa Efek Indonesia pada pertengahan tahun lalu.
Ikatan ini terlihat jelas dalam akta perjanjian yang dijalin oleh koperasi dengan para investornya. Dalam dokumen kontrak kerja sama investasi yang salinannya diperoleh majalah ini, secara jelas tertulis bahwa dana yang diinvestasikan digunakan koperasi untuk kerja sama dengan PT Cipaganti Citra Graha di bidang jasa penyewaan kendaraan, baik penumpang, barang, maupun alat berat.
Namun, menurut seorang investor yang enggan ditulis identitasnya, saat akan mengikat kontrak baru dengan koperasi pada 2012, nama Cipaganti Citra Graha lenyap dari akta, meski bidang investasinya tetap sama. "Hanya ditambah sektor pertambangan yang akan dijalankan PT Cipaganti Global Transporindo," katanya. Unit baru ini belum dikenal secara luas, meski kegiatan usahanya persis dengan PT Cipaganti Citra Graha Tbk.
Seorang praktisi pasar modal mengatakan kejanggalan sudah terlihat saat PT Cipaganti Global Corporindo melepas kepemilikan saham di Cipaganti Citra Graha sebanyak 16 kali sepanjang tahun ini. Dari transaksi itu, diperkirakan Cipaganti mengantongi dana Rp 89 miliar. Kepemilikan saham Cipaganti Global merosot menjadi 26,7 persen.
Sempat merebak tudingan bahwa dana itu digunakan Andianto selaku CEO Cipaganti Group untuk menambal pembayaran bunga para nasabah Koperasi. Namun Andianto membantah kabar tersebut. "Ini untuk tambahan modal kerja Cipaganti Global Corporindo," kata Andianto dalam keterbukaan informasi di bursa.
Meski begitu, Koperasi Cipaganti tidak menampik jika disebut pernah bekerja sama dengan Cipaganti Citra Graha. Koperasi diketahui memberi pinjaman Rp 120 miliar sebagai penyertaan modal, tapi utang itu dikatakan telah dilunasi oleh perusahaan jauh sebelum perusahaan melakukan penawaran saham perdana (IPO). "Sudah dilunasi pada Agustus 2012, bisa dilihat di laporan keuangan," ujar Wiwin Winardi.
Namun, dalam laporan keuangan kuartal pertama tahun ini, perseroan tercatat masih mendapat fasilitas pinjaman dari Bank Bukopin Rp 48,11 miliar dengan jangka waktu 27-35 bulan dan bunga 12-13,5 persen. Pinjaman ini disebutkan digunakan untuk mengambil alih pembayaran utang perusahaan terhadap mitra koperasi. "Cipaganti sudah terlihat tambal sulam untuk menutup utang koperasinya, tapi masih belum mengakui," katanya.
Sekretaris Perusahaan Cipaganti Citra Graha Cece Kadarisman mengatakan, secara entitas, perseroan dengan Koperasi Cipaganti berbeda. "Kalau permasalahan koperasi, tanya ke Pak Wiwin Winardi," katanya. Adapun Wiwin mengaku belum bisa membuka ihwal hubungan afiliasi itu karena masih dalam proses hukum. "Tidak bisa diungkap kecuali di depan persidangan."
PERSOALAN yang membekap Koperasi Cipaganti memaksa Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah turun tangan. Deputi Bidang Kelembagaan dan UKM Setyo Hariyanto telah dua kali menggelar rapat dengan Kepala Bidang Pengembangan Koperasi Dinas Koperasi Kabupaten Bandung A.A. Narulloh dan CEO Cipaganti Group Andianto Setiabudi.
"Saya minta mereka menghentikan penarikan investasi baru, dan direalisasikan koperasi pada Mei ini," kata Setyo. Bukan hanya itu, Andianto juga diminta menyiapkan proposal penyelesaian kewajiban kepada mitra. Salah satu yang disepakati adalah membentuk tim restrukturisasi.
Menurut Setyo, dari sisi usaha, sejauh ini belum ada aturan koperasi yang dilanggar oleh Cipaganti. Sebab, sebagai koperasi serba usaha, badan usaha itu diperbolehkan menarik dana dari luar anggotanya untuk diinvestasikan ke sektor lain. "Namun belum berarti mereka bisa lepas tangan, karena dana yang dikelola sangat besar," kata Setyo. "Saya minta investasi-investasi itu ditelusuri."
Otoritas Jasa Keuangan juga ikut memantau perkembangan sengkarut investasi Koperasi Cipaganti ini. Menurut Direktur Pengembangan Kebijakan Perlindungan Konsumen OJK Anto Prabowo, semua informasi dan upaya yang dilakukan Cipaganti dibahas di satuan tugas investasi. "Tujuannya memastikan masyarakat tidak dirugikan," katanya.
Meski pengurus babak-belur menuntaskan kewajibannya, investor masih berharap Koperasi Cipaganti tidak gulung tikar. "Semua mitra sepakat damai. Kami mengharapkan solusi yang terbaik," ujar Susanti Mulyadi, seorang investor.
Gustidha Budiartie (Jakarta), Erick P. Hardi (Bandung)
Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada
Berdiri di Bandung pada 2002.
Saat ini memiliki cabang di delapan kabupaten/kota: Bandung, Jakarta, Surabaya, Semarang, Tangerang, Medan, Pekanbaru, Bekasi.
Total mitra: 8.700 anggota.
Mitra strategis: PT Cipaganti Citra Graha (dulu, sebelum jadi perusahaan terbuka), PT Cipaganti Global Transporindo (kini).
Sinergi usaha: Properti, mineral, pertambangan batu bara, sewa alat berat, SPBU.
Pemilik 4,92 persen saham PT Cipaganti Citra Graha Tbk.
Skema Investasi
Investasi: Rp 100 juta hingga Rp 2,5 miliar
Imbal hasil: 1,4-1,9 persen per bulan (bisa naik hingga 2 persen dengan negosiasi)
Jumlah Modal | Imbal Hasil Masa Kemitraan | ||||
1 Tahun 1,4 % | 2 Tahun 1,5 % | 3 Tahun 1,6 % | 4 Tahun 1,65 % | 5 Tahun 1,7 % | |
100 juta | 16,8 juta | 36 juta | 57,6 juta | 79,2 juta | 102 juta |
500 juta | 84 juta | 180 juta | 288 juta | 396 juta | 510 juta |
700 juta | 117,6 juta | 252 juta | 403,2 juta | 554 juta | 714 juta |
1 miliar | - | 360 juta | 576 juta | 792 juta | 1,02 miliar |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo