Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LIMA kali Honggo Wendratno tercatat mendatangi kantor PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Gedung Mid Plaza 2, Jakarta Selatan, sepanjang Februari-Mei lalu. Sejak tak lagi menjadi bos di perusahaan yang berdiri pada 1995 itu, dia tak leluasa memasuki kantor tersebut, kendati kantornya, Tuban LPG, berada di gedung yang sama.
Honggo mendatangi kantor TPPI untuk meminta kompensasi penggunaan kilang Tuban LPG. Kilang yang berada di area pabrik TPPI di Tuban, Jawa Timur, dipakai mengolah gas hasil kilang TPPI menjadi produk gas cair (LPG). Honggo berdalih berhak mendapatkan komisi dari penggunaan kilang miliknya.
Direktur TPPI Basya Himawan membenarkan kedatangan Honggo itu. Namun, menurut dia, perseroan tidak bisa memenuhi tuntutan itu karena dianggap salah sasaran. "Seharusnya permintaan ditujukan ke Pertamina," katanya Kamis pekan lalu.
Produk LPG, menurut Basya, tidak dimiliki TPPI. Sejak berhenti beroperasi, TPPI terikat kerja sama pengolahan (tolling agreement) dengan Pertamina mulai tahun lalu. Dalam skema itu, Pertamina memasok bahan baku, membiayai proses pengolahan, dan menerima produk.
Tuntutan pembayaran komisi ke TPPI merupakan salah satu upaya Honggo untuk melunasi utangnya di PT Bank Mutiara. Pemilik PT Polymer Spectrum Sentosa ini adalah salah debitor lama bank yang sebelumnya bernama Bank Century itu. Utang Polymer mencapai Rp 128,039 miliar. Juli lalu, status utang Honggo dan beberapa debitor lawas lainnya "terjun bebas" menjadi macet. Akibatnya, Bank Mutiara terpaksa disuntik modal tambahan Rp 1,5 triliun oleh Lembaga Penjamin Simpanan pada November tahun lalu.
Kredit Honggo tergolong janggal karena utang itu diberikan tanpa jaminan aset. Agunan yang diberikan hanya berupa jaminan pribadi Honggo. Khawatir tak dilunasi, manajemen Bank Mutiara memanggil Honggo pada akhir Desember lalu dan memberikan tenggat pelunasan hingga akhir 2014.
Kelonggaran itu dipatuhi Honggo. Dia mengangsur Rp 96,8 miliar pada Mei lalu. Sekretaris Perusahaan Bank Mutiara Rohan Hafas mengatakan cicilan tersebut dibayar tunai. "Sejauh ini Honggo berkomitmen mencicil," katanya.
Honggo mampu melunasi utangnya setelah menjual aset rumah dan kantor di kawasan elite Permata Hijau, Jakarta. "Ada juga aset berupa rumah dan kantor di Menteng," ujar Rohan. "Kemungkinan akan ada setoran lagi sebesar Rp 20 miliar pada Juni-Juli ini." Honggo tak menjawab permintaan wawancara Tempo. Surat yang dikirim ke kantor Tuban LPG pada Rabu, 4 Juni lalu, belum berbalas.
Pelunasan utang juga dilakukan PT Selalang Prima Internasional, yang dimiliki Mukhamad Misbakhun, bekas politikus Partai Keadilan Sejahtera yang kini terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 dari Partai Golkar. Total utang Selalang mencapai Rp 148,5 miliar. Menurut Rohan, cicilan dari Selalang yang terbayar baru Rp 25 miliar. Cicilan berikutnya akan dibayarkan pada Juni ini.
Angsuran itu berasal dari penjualan aset kantor Selalang di Jalan Senopati 10, Jakarta Selatan, yang ditaksir bernilai Rp 60-65 miliar. Saat Tempo mengunjungi rumah itu, pagarnya terkunci. Rumah bergaya kuno bercat putih itu terlihat kurang terawat. Seorang penjual kelontong yang saban hari mangkal di sana mengatakan rumah itu memang hendak dijual.
Misbakhun belum bisa dimintai tanggapan tentang pelunasan ini. Dia tidak menjawab panggilan telepon dan pesan pendek yang dikirimkan. Namun kepastian pencicilan utang itu disampaikan Rohan. Menurut dia, proses penjualan rumah itu masih pada tahap administrasi. Adapun aset lain yang berpotensi menutup utang Selalang adalah satu unit kapal jumbo pengangkut minyak mentah di Surabaya. "Belum dijual. Mungkin nanti setelah rumah di Senopati laku," katanya.
Akbar Tri Kurniawan, Retno Sulistyowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo