Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk Maroef Sjamsoeddin menjadi Direktur Utama MIND ID. Maroef menggantikan Hendi Prio Santoso yang sudah menjabat di posisi pucuk holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan itu sejak 29 Oktober 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Corporate Secretary MIND ID Heri Yusuf mengonfirmasi kabar tersebut. "Betul, sebentar lagi kita keluarkan rilis infonya," kata Heri pada Senin, 3 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum menjadi Direktur Utama MIND ID, Maroef Sjamsoeddin pernah menjabat sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia. Purnawirawan TNI AU itu menjabat di Freeport pada periode 2015-2016.
Saat menjadi Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef pernah memberi kesaksian dalam skandal "Papa Minta Saham" yang menyeret eks Ketua DPR RI Setyo Novanto dan pengusaha minyak, Riza Chalid. Lantas bagaimana peran Maroef Sjamsoeddin dalam pengusutan kasus Papa Minta Saham?
Kilas Balik Kasus Papa Minta Saham
Skandal Papa Minta Saham mencuat pada 2015 lalu. Ketika itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat itu, Sudirman Said, melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Setnov disebut meminta jatah 11 persen saham Freeport dengan mencatut nama Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Melansir Koran Tempo edisi Senin, 28 Desember 2015, Sudirman Said mengadukan Setnov karena mencatut nama Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam lobi saham PT Freeport Indonesia. Lobi yang dimaksud adalah pertemuan Setya Novanto dengan Maroef Sjamsoedin dan Riza Chalid di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, pada 8 Juni 2015.
Dalam pertemuan itu, Maroef merekam pembicaraan Setya Novanto dengan Riza, yang intinya mereka membantu memperpanjang kontrak Freeport. Ada juga permintaan saham ke Freeport untuk proyek pembangkit listrik di Papua. Berbekal rekaman itu, Sudirman Said mengadukan Setya Novanto pada November 2015.
MKD DPR kemudian menggelar sidang etik terhadap Setya Novanto atas kasus tersebut. Dalam arsip pemberitaan Tempo, sidang yang menghadirkan Maroef Sjamsoeddin sebagai Presiden Direktur Freeport Indonesia berlangsung pada 3 Desember 2015. Maroef dicecar pertanyaan seputar rekaman percakapan dirinya dengan Setya dan Riza.
Anggota MKD dari Fraksi Partai Nasdem, Akbar Faisal, mempertanyakan asal-usul rekaman percakapan yang beredar di publik itu. Akbar berpendapat pertemuan itu adalah upaya untuk mendapatkan kekhususan dalam perpanjangan kontrak Freeport Indonesia.
Maroef membantah tuduhan itu. Sejak didapuk menjadi bos Freeport Indonesia, Maroef menganggap Komisi VII DPR sebagai mitra kerjanya. Freeport Indonesia, kata dia, adalah aset nasional yang harus patuh terhadap Undang-Undang di Indonesia.
"Kami harus patuh terhadap Undang-Undang Indonesia, ini juga menyangkut faktor sosial karena Freeport memiliki 30 ribu karyawan di sini," ujar Maroef saat itu. "Freeport menanamkan investasi yang besar. Ini persiapannya lima sampai sepuluh tahun untuk operasi dan berproduksi. Setelah kasus ini, Maroef mundur dari jabatannya pada Januari 2016.
Pada Rabu, 16 Desember 2015, Setya Novanto memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI hanya beberapa menit sebelum putusan sidang MKD diketuk. MKD pun menutup kasus Papa Minta Saham tanpa vonis, apakah Setya Novanto melanggar etika atau tidak.
Kejaksaan Agung kemudian kembali mengangkat skandal Papa Minta Saham sebagai bentuk permufakatan jahat untuk menjatuhkan sanksi kepada Setya Novanto. Namun, upaya tersebut akhirnya dihentikan.
Vindry Florentin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.