Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEPUTUSAN pemerintah mendanai defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan senilai Rp 4,99 triliun per September ini sedikit melegakan Fachmi Idris, direktur utama lembaga itu. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018, dana tersebut dialokasikan sebagai dana cadangan Jaminan Kesehatan Nasional. Namun suntikan itu tidak cukup untuk menutup utang jatuh tempo pada Januari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Itu sebabnya pemerintah terus mencari jalan lain. Salah satunya mendorong pembenahan sistem jaminan kesehatan, termasuk mencari dana tambahan untuk menambal defisit tagihan. "Nanti akan dicarikan sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan," kata Fachmi saat ditemui, Selasa pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin pekan lalu, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan pemerintah telah mengeluarkan bauran kebijakan untuk menekan defisit BPJS yang terus membengkak tiap tahun. Sebagai dasar hukum, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 yang mengatur perbaikan sistem jaminan kesehatan. "Perpres ini tidak merevisi, tapi mengganti," ucap Mardiasmo.
Tiga hal diatur dalam peraturan itu. Di antaranya mengenai perbaikan manajemen klaim fasilitas kesehatan. Pemerintah menargetkan efisiensi senilai Rp 75 miliar dari mitigasi kecurangan klaim. Perbaikan sistem rujukan dan rujuk balik diperkirakan memangkas pembiayaan sebesar Rp 5 miliar. Peraturan ini juga mengatur penghematan dana operasional BPJS Kesehatan yang ditargetkan Rp 2 miliar. Kementerian Keuangan terus mengevaluasi ongkos operasional akhir tahun anggaran berjalan agar nilainya tak menyundul batas atas.
Dalam peraturan yang diteken Presiden Jokowi pekan lalu ini, pemerintah juga mengatur penggunaan dana bagi hasil cukai tembakau dan pajak rokok sebagai sumber pendanaan defisit. Menurut Mardiasmo, nantinya Menteri Keuangan berhak memotong dana pajak rokok yang telah masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Selama ini, 2 persen dari pungutan cukai hasil tembakau yang dibayar konsumen diberikan kepada provinsi. Adapun 50 persen dari dana pungutan pajak rokok digunakan untuk mendanai Jaminan Kesehatan Daerah. "Yang dipotong nanti hanya untuk wilayah yang belum memenuhi kewajiban pemanfaatan kesehatan itu," tutur Mardiasmo. Ia memastikan pemerintah pusat tak akan memotong uang daerah sembarangan. Sebab, pemerintah daerah memiliki hak 75 persen dari 50 persen itu.
Kementerian Keuangan menargetkan dana yang terkumpul dari tambahan anggaran daerah ini sekitar Rp 5,5 triliun. Namun kalkulasi prognosis optimistis menunjukkan dana yang terkumpul hanya Rp 1,1 triliun. BPJS Kesehatan dan Direktorat Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan akan memetakan daerah mana yang dana bagi hasil cukai dan pajak tembakaunya belum digunakan untuk layanan kesehatan. "Kalau sudah penuh terpakai, ya, kami hopeless," ujar Fachmi Idris. Pemerintah daerah belum tentu rela melepas sebagian pendapatannya untuk menambal defisit BPJS Kesehatan.
Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan juga menelusuri potensi dana kapitasi yang mengendap di puskesmas. Jika diambil, dana ini bisa menutup defisit. Kementerian Keuangan memperkirakan jumlahnya mencapai Rp 3 triliun, kendati belum dapat dipastikan ketersediaan uang tersebut. "Kami harus panggil puskesmas dulu," kata Fachmi.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan dana kapitasi disetorkan di muka kepada fasilitas kesehatan di daerah untuk mencegah penyakit dan bea operasional. Tujuannya: fasilitas kesehatan tingkat pertama tak bergantung pada uang pemerintah pusat.
Nila sangsi dana kapitasi yang ada di puskesmas saat ini mencapai Rp 3 triliun. "Saya ragu. Tapi kalau ada dan pemda mengizinkan, ya diambil saja," ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin pekan lalu.
Dewan Jaminan Sosial Nasional berharap restrukturisasi dilakukan secara menyeluruh, bukan sekadar kebijakan tambal sulam. Menurut Ketua DJSN Sigit Priohutomo, manajemen utang-piutang dan rekalkulasi iuran menjadi kunci utama untuk menyelesaikan persoalan.
Putri Adityowati, Retno Sulistyowati
Jalan Berliku Menutup Utang
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo