Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Abdul Basir, mengatakan Amin menerima uang bersama konsultan Eka Kamaluddin dan pegawai Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo. “Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan terdakwa melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis pekan lalu.
Menurut jaksa, uang itu diduga diberikan agar Kabupaten Lampung Tengah mendapatkan alokasi anggaran yang bersumber dari dana alokasi khusus dan dana insentif daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018. Kasus ini bermula ketika Amin menyetujui usul Eka mengupayakan penambahan anggaran dari APBN atau APBN Perubahan untuk beberapa daerah. Permintaan anggaran itu didasari usul Amin selaku anggota Komisi Keuangan DPR.
Amin memerintahkan Eka mengajukan proposal penambahan anggaran sejumlah daerah. Proposal akan diteruskan kepada Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan serta Badan Anggaran dan Komisi Keuangan DPR. Atas jasanya itu, Amin meminta fee 7 persen dari anggaran yang akan diterima pemerintah daerah.
Amin, Eka, Yaya, Ghiast, dan Taufik terjaring operasi tangkap tangan KPK di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada 5 Mei lalu. Amin ditengarai menerima fulus Rp 400 juta dari Ghiast terkait dengan usul dana keuangan daerah dalam Rancangan APBN Perubahan 2018. Amin tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menyeret Berbagai Daerah
TABIR permainan anggaran terkuak sejak Amin Santono ditangkap. Kongkalikong penambahan alokasi anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2018 itu ternyata menyeret sejumlah daerah selain Kabupaten Lampung Tengah.
Penerima Suap
» Anggota Komisi Keuangan DPR, Amin Santono
Komisi yang diterima: 6 persen dari anggaran Rp 35 miliar
Peran: Mengupayakan penambahan anggaran untuk beberapa kabupaten/kota melalui mekanisme pengusulan di DPR
» Konsultan, Eka Kamaluddin
Komisi yang diterima: 1 persen dari anggaran Rp 35 miliar
Peran: Makelar untuk Amin dan pemerintah daerah
» Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Direktorat Jenderal Keuangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo
Komisi yang diterima: Logam mulia 1,9 kilogram; duit Rp 1,4 miliar, US$ 12.500, dan Sin$ 63 ribu; 1 mobil Rubicon
Peran: Membocorkan informasi atau data mengenai kabupaten/kota yang mendapat tambahan anggaran yang bersumber dari APBN-P 2018
Daerah yang diduga “mengurus” anggaran melalui Yaya:
- Kabupaten Sumedang
- Kabupaten Lampung Tengah
- Kabupaten Majalengka
- Kabupaten Tabanan
- Kabupaten Kampar
- Kabupaten Seram Bagian Timur
- Kabupaten Halmahera Timur
- Kota Balikpapan
- Kabupaten Pegunungan Arfak
- Kota Dumai
- Provinsi Bali
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wartawan Tempo Mataram Diintimidasi
WARTAWAN Tempo di Kota Mataram, Abdul Latif Apriaman, dan keluarganya merasa diintimidasi setelah majalah Tempo yang menulis dugaan korupsi dalam divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara terbit pada Senin pekan lalu. Intimidasi itu berupa beredarnya undangan diskusi di berbagai grup WhatsApp yang mencatut nama Latif dan istrinya sebagai pemateri serta mencantumkan alamat rumah mereka.
Undangan ini seolah-olah dibuat untuk mengarahkan masyarakat agar beramai-ramai datang ke rumah Latif. “Kami akan melaporkannya ke polisi agar pembuat dan penyebar undangan bohong itu diusut,” kata Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen Mataram, Haris Mahtul, Kamis pekan lalu.
Tempo menulis soal aliran duit yang diduga diterima Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi dan keluarganya dari divestasi saham Newmont. Tapi Zainul membantah dugaan tersebut. Zainul juga berencana mensomasi Tempo karena tulisan itu.
KPK Digugat Pegawai Lagi
WADAH Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menggugat lima pemimpin lembaga antirasuah itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara terkait dengan keputusan mutasi sejumlah anggota staf. Dalam gugatannya, Wadah Pegawai KPK meminta PTUN membatalkan surat keputusan pimpinan KPK lantaran mutasi dilakukan sepihak. “Kami mendaftarkan gugatan kemarin,” kata Ketua Wadah Pegawai Yudi Purnomo, Rabu pekan lalu.
Sebelumnya, tiga pegawai KPK, yakni Direktur Pembinaan Jaringan Kerja dan Antarkomisi dan Instansi Sujanarko, Koordinator Pusat Edukasi Antikorupsi Dian Novianthi, serta Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal Pusat Edukasi Antikorupsi Hotman Tambunan, menggugat ke PTUN. Ketiganya dirotasi pimpinan KPK.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan pimpinan KPK menghormati gugatan tersebut. “Itu hak pegawai yang bersangkutan,” kata Febri.
Massa Pro dan Anti Jokowi Bentrok
DUA kelompok pendukung dan penolak Presiden Joko Widodo bentrok di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, Kamis pekan lalu. Aliansi mahasiswa dari berbagai universitas yang menuntut Jokowi mundur karena dinilai tak mampu memperbaiki kondisi ekonomi saling lempar batu dengan Komunitas Masyarakat Cinta NKRI.
“Awalnya berjalan damai. Tapi, karena terjadi saling dorong, kami amankan,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar Tatan Dirsan Atmaja saat dihubungi Tempo. Sebanyak 13 orang mengalami luka-luka, lima di antaranya petugas keamanan. Mahasiswa yang diduga berbuat rusuh dipulangkan sekitar pukul 8 malam.
Bentrokan ini menyebabkan enam mahasiswa terluka, yang dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara. Juru bicara Universitas Sumatera Utara, Evie Sumantie, mengakui keikutsertaan mahasiswanya dalam unjuk rasa. “Kami belum tahu penyebab bentrokan.”
KPU Coret Oesman Sapta Odang
KOMISI Pemilihan Umum mencoret Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Oesman Sapta Odang dari daftar calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Oesman dianggap tak memenuhi syarat karena belum menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik hingga batas masa penetapan calon.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 menyebutkan anggota DPD dilarang merangkap jabatan sebagai anggota partai politik. “Calon anggota DPD yang belum mundur dari partai politik telah kami coret,” ujar anggota KPU, Ilham Saputra, Kamis pekan lalu.
Tak terima dengan putusan itu, Oesman menggugat ke Badan Pengawas Pemilihan Umum. Dia mengklaim semua persyaratan sudah ia lengkapi. “Sudah memenuhi syarat, kok, dicoret,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo