Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua bulan sejak rapat umum pemegang saham tahunan Tiga Pilar Sejahtera (TPS) berlangsung rusuh akhir Juli lalu, status pemegang kemudi perusahaan pangan itu makin keruh. Setelah dewan komisaris mendesak Joko Mogoginta lengser dari kursi direktur utama, salah satu pendiri dan bekas pemegang saham pengendali perusahaan itu balik menggugat perdata komisaris yang berusaha mendepaknya.
Akhir bulan lalu, Joko menggugat Komisaris Utama TPS Anton Apriyantono, yang juga Menteri Pertanian periode 2004-2009; Jaka Prasetya, komisaris perwakilan Kohlberg Kravis Roberts & Co sebagai pemegang saham terbesar TPS sebanyak 35 persen; Kang Hongkie Widjaja; dan Hengky- Koestanto, sepupu Joko sendiri. Hengky tak lain anak Priyo Hadi Sutanto, pendiri TPS yang juga paman Joko.
Perlawanan Joko muncul setelah dewan komisaris menyurati direktur yang mereka pecat pada pertengahan Agustus lalu. Isi surat itu: meminta Joko segera meninggalkan kantor yang terletak di lantai 17 Plaza Mutiara, kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. “Sudah kami surati direksi untuk mengosongkan ruangan,” kata Hengky- Koestanto, komisaris TPS, akhir Agustus lalu.
Selain mendesak direksi hengkang, dewan komisaris meminta sandi akun perusahaan di situs Bursa Efek Indonesia kepada Sekretaris Perusahaan TPS Ricky Tjie. Ada banyak informasi terbaru versi dewan komisaris yang hendak mereka publikasikan di situs bursa. Permintaan itu bertepuk sebelah tangan. “Ricky bilang masih bekerja di bawah manajemen Joko Mogoginta,” ucap Hengky.
Lewat aplikasi pesan instan, Joko pernah mengatakan geger rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) itu nyambung dengan prahara beras bermerek Maknyuss pada Juli 2017. Dalam RUPST, Joko walk out sambil menuding dewan komisaris mengambil alih perusahaan secara paksa karena semena-mena memberhentikan direksi.
Ribut-ribut di tubuh perusahaan bermula ketika PT Indo Beras Unggul (IBU), cucu usaha TPS yang memproduksi beras Maknyuss di Bekasi, Jawa Barat, digerebek Satuan Tugas Pangan, Juli tahun lalu. Di dalam pabrik penuh tumpukan karung beras, Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengatakan IBU mengoplos beras biasa dan medium, lalu menjualnya sebagai beras premium dengan merek Maknyuss dan Cap Ayam Jago. Menteri Pertanian Amran Sulaiman, yang ikut dalam penggerebekan, menyebutkan IBU menangguk keuntungan tidak wajar. Amran kesal IBU menjual beras IR-64 dan turunannya, yang mendapat subsidi pupuk dan benih, dengan harga tinggi.
IBU dituduh mematikan penggilingan gabah kecil. IBU juga dituding memanipulasi spesifikasi beras di kemasan. Vonis kasus ini baru jatuh pada Januari 2018. Pengadilan Negeri Bekasi menghukum Direktur Utama IBU Trisnawan Widodo satu tahun empat bulan penjara karena bersalah memanipulasi spesifikasi beras di kemasan, meleset dari tudingan awal yang terkait dengan beras oplosan dan persaingan usaha tidak sehat.
Pendek kata, Tiga Pilar Sejahtera babak-belur sejak kasus Maknyuss. Padahal 60 persen pendapatan perusahaan berasal dari bisnis beras. Rugi bersih perusahaan pada 2017 mencapai Rp 551,9 miliar. Padahal pada 2016 perusahaan meraih laba Rp 581 miliar. Harga saham perusahaan pun terus melorot. Joko Mogoginta, melalui Tiga Pilar Corpora, perlahan-lahan melepas sahamnya di TPS, dari 29,1 persen pada akhir Juli 2017 menjadi tinggal 5,28 persen saat ini.
Kejatuhan bisnis beras merembet ke pembayaran utang yang mulai seret. Sejak awal 2018, perusahaan bolak-balik memperpanjang napas jatuh tempo obligasi dan sukuk. Namun napas perusahaan makin pendek karena, sejak Juli 2018, sejumlah pemegang surat utang mengajukan permintaan penundaan kewajiban pembayaran utang. Salah satunya Sinarmas Asset Management, yang memegang Obligasi TPS Food I 2013 senilai Rp 21,147 miliar dan Sukuk Ijarah TPS Food II 2016 senilai Rp 296 miliar. Komisaris TPS, Jaka Prasetya, menjelaskan, total utang obligasi, sukuk, serta kredit bank dan nonbank perusahaan mencapai Rp 4 triliun.
Tutup utang sebetulnya bisa dilakukan dengan menggali piutang. Perkara piutang inilah yang runyam. Dalam bisnis makanan, ujar Jaka, jangka waktu piutang kepada distributor atau pembeli paling lama tiga bulan. “Tapi ini ada piutang yang satu tahun lebih, 450 hari, tidak ditagih-tagih,” tuturnya.
Salah satunya piutang PT JOM Prawarsa Indonesia sebanyak Rp 588 miliar. Bukannya menagih, pada 4 Desember 2017, TPS malah membayar JOM Rp 200 miliar sebagai uang muka atas rencana akuisisi 99,99 persen saham PT Jaya Mas, perusahaan beras yang sejak akhir tahun lalu mulai ditinggalkan perusahaan. Perusahaan juga menginjeksi Jaya Mas Rp 65 miliar untuk modal kerja.
Nilai piutang distributor yang belum ditagih mencapai Rp 1,5 triliun. Menurut Hengky Koestanto, dalam setiap rapat dengan direksi, komisaris selalu mengejar manajemen agar segera menagih piutang itu. Tapi piutang tetap tidak ditagih. Inilah yang membuat dewan komisaris curiga. “Kami melihat kemungkinan distributor-distributor itu punya Pak Joko sendiri,” ucap Jaka.
Dalam laporan keuangan perusahaan 2017, terdapat enam distributor terbesar penunggak utang usaha kepada TPS. Mereka adalah PT Semar Pelita Sejati (Rp 472,747 miliar), Tata Makmur Sejahtera (Rp 342,357 miliar), Semar Kencana Sejati (Rp 290,997 miliar), Kereta Kencana Murni (Rp 284,260 miliar), Kereta Kencana Mulia (Rp 201,174 miliar), dan Kereta Kencana Mandiri (Rp 21,654 miliar).
Salinan akta perusahaan yang diperoleh Tempo menunjukkan Kereta Kencana Mulia, Kereta Kencana Murni, dan Kereta Kencana Mandiri dimiliki PT Semar Kencana. Adapun Semar Pelita Sejati, Tata Makmur Sejahtera, dan Semar Kencana Sejati dimiliki PT Semar Sukses. Semar Sukses adalah pemilik PT Semar Kencana, sementara pemilik Semar Sukses adalah PT Panji Ulung. Di Panji Ulung inilah Stefanus Joko Mogoginta Suwita mengempit 9.000 lembar saham dari total 10 ribu lembar saham perusahaan.
Dalam laporan keuangan TPS 2017, utang enam distributor tersebut, yang mencapai Rp 1,883 triliun, masuk kolom piutang usaha pihak ketiga. Belakangan, struktur kepemilikan perusahaan-perusahaan itu berubah. Berdasarkan salinan akta perusahaan yang diperoleh Tempo, pada 20 Agustus 2018, PT Panji Ulung melaporkan perubahan kepemilikan saham perusahaan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Nama Joko Mogoginta hilang sebagai pemilik Panji Ulung, berganti menjadi Rudy Wong Hing Gwan dan Mulyono. Rudy adalah pemilik Jaya Mas sebelum diakuisisi Joko.
Joko sempat antusias memberikan waktu khusus untuk menjawab pertanyaan tentang kondisi perusahaannya. Ia berjanji memberikan penjelasan panjang-lebar. Namun, setelah menerima daftar pertanyaan, Joko berubah pikiran. “Banyak sensasi, kurang tepat, tendensius, dan bohong,” tutur Joko, menanggapi daftar pertanyaan yang Tempo ajukan.
Ia berjanji meminta sekretaris perusahaan menyiapkan jawaban. Jawaban yang Joko janjikan tidak kunjung datang. Dua pekan lalu, Tempo berupaya meminta klarifikasi lagi dari Joko, tapi tetap tidak ada jawaban.
Sejak Kamis dua pekan lalu, administrator penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) mengambil alih Tiga Pilar Sejahtera. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan PKPU dua anak usaha Sinarmas, yakni Sinarmas Asset Management dan Asuransi Simas Jiwa. Pengadilan Niaga memberikan PKPU sementara selama 43 hari.
Khairul Anam
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo