Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Influencer yang aktif di isu pendidikan Jerome Polin membeberkan perhitungannya atas dana hasil korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina. Dalam konten yang ia unggah di instagram pribadinya, Jerome mengajak publik memahami besarnya nominal uang yang diduga raib akibat kasus ini dan bagaimana jika dana tersebut dialokasikan untuk sektor pendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jerome memulai penjelasannya dengan mengilustrasikan nilai Rp 1 triliun, yang setara dengan 1.000 miliar. Ia kemudian menjabarkan bagaimana jika seseorang menghabiskan Rp 1 miliar setiap bulan, maka butuh 83 tahun untuk menghabiskan Rp 1 triliun tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika orang tersebut bisa lebih hemat dan hanya menghabiskan Rp 500 juta per bulan, uang tersebut baru habis dalam 166 tahun, melampaui usia rata-rata manusia. “Usia kita enggak sampai segitu. Itu saja sudah dua generasi, guys,” kata dia dikutip dari instagram pribadinya @jeromepolin, Sabtu, 1 Maret 2025.
Beranjak ke dunia pendidikan, Jerome menghitung bahwa biaya kuliah S1 di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) selama empat tahun berkisar Rp 100 juta. Dengan uang Rp 1 triliun, sebanyak 10.000 mahasiswa dapat menempuh pendidikan tinggi. Jika menggunakan angka dugaan korupsi BBM Pertamina yang mencapai Rp 193,7 triliun, maka sekitar 930.700 orang bisa memperoleh gelar sarjana.
“Dari setahun lalu saja, yang daftar SNBT cuma 785.000 orang. Artinya, dengan uang hasil korupsi ini, seluruh pendaftar SNBT bisa kuliah dan masih ada sisa dana,” ucap Jerome.
Tak berhenti di sana, ia juga menyoroti potensi pembangunan sekolah. Dengan asumsi satu sekolah lengkap dengan fasilitasnya membutuhkan anggaran Rp 1 miliar, maka Rp 1 triliun cukup untuk mendirikan 1.000 sekolah. Jika dikalikan dengan total dugaan korupsi, Indonesia bisa membangun 193.000 sekolah baru.
Jerome mengaku terkejut setelah melakukan perhitungan tersebut. Ia menegaskan angka itu bukan sekadar hitungan di atas kertas, melainkan refleksi nyata tentang bagaimana dana negara yang semestinya bisa digunakan untuk kemajuan bangsa justru lenyap akibat praktik korupsi.
“Bayangkan kalau dua kasus korupsi besar ini uangnya dipakai dengan benar. Dialokasikan untuk pendidikan atau pembangunan Indonesia. Bisa semaju apa kita?” tuturnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar sebelumnya mengatakan, angka Rp 193,7 triliun itu merupakan kerugian negara pada 2023 saja dalam kasus tata kelola minyak mentah Pertamina ini. Sedangkan tempus atau waktu terjadinya perkara pada 2018 hingga 2023.
"Secara logika hukum, logika awam, kalau modusnya itu sama, ya, berarti, kan, bisa dihitung, berarti kemungkinan lebih," kata Harli kepada awak media di Kejagung, Jakarta Selatan pada Rabu, 26 Februari 2025.
Harli menuturkan, dari awal Kejaksaan sudah menyampaikan angka Rp 193,7 triliun itu adalah kerugian sementara. Lebih lanjut, dia menyoroti beberapa komponen dalam kerugian itu. "Misalnya, apakah setiap komponen itu di 2023 juga berlangsung di 2018, 2019, 2020, dan seterusnya?" ujarnya.