Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengakui kebijakan larangan ekspor bijih bauksit yang baru saja diumumkannya akan berimbas pada penurunan pengiriman komoditas tersebut untuk konsumen di luar negeri pada tahun-tahun awal. Salah satunya, Indonesia akan kehilangan ekspor bauksit bersih hasil pencucian alias washed bauxite yang mencapai US$ 500 sampai US$ 600 juta per tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Biasanya memang terjadi penurunan ekspor awal-awal, tapi itu nanti tahun kedua ketiga keempat itu mulai kelihatan lompatannya," kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 21 Mei 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Larangan ekspor bijih bauksit diumumkan Jokowi dua tahun setelah melarang ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020. Larangan yang berlaku Juni 2023 ini diberlakukan demi hilirisasi bauksit di dalam negeri.
Keyakinan ini disampaikan Jokowi setelah melihat keberhasilan yang diraih dari larangan nikel. Jokowi mengklaim larangan ekspor bijih nikel kini telah meningkatkan nilai ekspor nikel. Semula hanya Rp 17 triliun atau setara US$ 1,1 juta pada akhir 2014.
Ekspor lalu melonjak jadi Rp 326 triliun atau setara US$ 20,9 juta pada 2021 alias meningkat 19 kali lipat. Jokowi memperkirakan akhir tahun ini ekspor nikel akan tembus lebih dari Rp 468 triliun atau lebih dari US$ 30 miliar.
Itu sebabnya, mantan Gubernur DKI Jakarta ini memperkirakan kebijakan ini meningkatkan pendapatan negara dari bauksit, dari Rp 21 triliun menjadi sekitar Rp 62 triliun. "Pengalaman kami di nikel seperti itu, jadi jangan ragu-ragu, saya sampaikan pada para menteri jangan bimbang mengenai policy ini kita harus yakin," kata dia.
Di sisi lain, nilai US$ 500 sampai US$ 600 juta ini hanya satu komponen saja. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut larangan berlaku untuk segala bentuk ekspor bauksit mentah, tidak hanya washed bauxite.
"Selama ini bauksit bisa dicuci kemudian diekspor sekarang yang terjadi pun tidak boleh, harus diproses di Indonesia dan itu mulai Juni 2023," kata kepala negara.
Selanjutnya: Larangan ekspor bijih bauksit untuk meningkatkan nilai tambah
Akan tetapi, larangan diberlakukan Jokowi untuk meningkatkan nilai tambah dan hilirisasi bauksit di dalam negeri. Saat ini, Indonesia mengimpor aluminium tak kurang US$ 2 miliar. Aluminium merupakan salah satu produk turunan dari bauksit.
Airlangga menyebut saat ini sudah ada empat fasilitas pemurnian alias smelter bauksit eksisting dengan kapasitas alumina, hasil pengolahan bauksit yang akan diproses menjadi aluminium, sebesar 4,3 juta ton. Di luar itu, masih ada pembangunan smelter baru.
Kapasitas input 27,41 juta ton dan kapasitas produksinya mencapai 4,98 juta ton atau mendekati 5 juta ton. Sedangkan, cadangan bauksit Indonesia juga dinilai cukup besar yaitu mencapai Rp 3,2 miliar dan bisa memenuhi kapasitas smelter hingga 41,5 juta ton.
Sehingga secara total, Airlangga menyebut ada 8 smelter yang disiapkan untuk mengolah bauksit yang bisa bertambah lagi 12 unit. Smelter-smelter inilah yang diharapkan pemerintah mengolah bauksit di Tanah Air yang punya cadangan 90 hingga 100 tahun ke depan.
Bauksit mentah ini bisa diolah menjadi alumina, yang kemudian berakhir jadi aluminium. Dari aluminium bisa bergerak lagi menjadi bentuk barangan dan dipakai oleh berbagai industri. Airlangga mencontohkan industri permesinan hingga industri konstruksi.
"Jadi itu yang dikompensasi dengan investasi dan juga penghematan devisa yang US$ 2 miliar dari ekspor, yang diperkirakan juga bisa mencapai nilai yang cukup signifikan di sekitar Rp 62 triliun," kata Airlangga.
Airlangga juga menyebut bauksit Indonesia dikirim ke konsumen di Cina hingga Australia, meski jumlahnya relatif tidak signifikan. Airlangga pun yakin larangan ekspor bijih bauksit ini tidak akan mengganggu supply chain dari konsumen di luar negeri, karena masih ada pasokan dari negara lain, contohnya dari Australia yang juga menjadi produsen bauksit.
Baca Juga: Kondisi Global Serba Tidak Pasti, Sri Mulyani: Harus Jadi Perhatian Hadapi Risiko Perekonomian
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.