Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Danang Prasta Danial mengatakan instansinya memerlukan waktu paling sedikit satu tahun untuk membuktikan perusahaan asing telah melakukan dumping ke Indonesia. Penyelidikan itu menjadi dasar pemberlakuan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang diteken oleh Menteri Keuangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Secara prosedur sendiri, paling tidak memerlukan satu tahun untuk menyelidiki (dugaan dumping). Bisa diperpanjang lagi enam bulan,” ujar Danang saat ditemui Tempo di kantornya di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bersama Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), KADI disebut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas tengah menyelidiki data impor selama tiga tahun terakhir. Bila KADI merekomendasikan BMAD, KPPI merekomendasikan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) kepada Menteri Perdagangan, yang berkoordinasi dengan kementerian-kementerian terkait. Bea masuk ini bertujuan memagari Indonesia dari banjir impor, terutama tekstil dan produk tekstil (TPT).
Danang menjelaskan, lamanya durasi penyelidikan itu disebabkan KADI harus jeli memeriksa satu per satu perusahaan asing. Kepada perusahaan-perusahaan itu, KADI membagikan kuesioner untuk membuktikan ada atau tidaknya praktik dumping. Bila terbukti melakukan dumping, sebuah perusahaan bisa dikenakan BMAD. Besaran bea masuk tergantung, yang antara lain ditentukan dari selisih harga jual mereka di pasar domestik dan di Indonesia.
"Harus hati-hati banget. Enggak berani kita tiba-tiba (mengenakan dumping). (Jangan sampai) kita kenakan, ternyata ada yang terdampak di hilirnya," kata dia.
Namun, Danang mengingatkan, secara prosedur KADI harus mengumpulkan data impor yang mengindikasikan adanya dumping sebelum memulai penyelidikan. Data itu didapat dari berbagai sumber, antara lain Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan dan asosiasi. Bila data telah lengkap, baru KADI menyelidiki perusahaan-perusahaan asing itu.
Berbeda dengan BMAD yang menyasar perusahaan, BMTP ditujukan secara global kepada sebuah negara. Berapa pun besar ekspornya ke Indonesia, seluruh perusahaan di negara itu akan dikenakan safeguard yang sama. KPPI bekerja merumuskan rekomensasi BMTP dengan menyelidiki lonjakan impor selama tiga tahun terakhir.
Danang menilai, karena sifatnya yang lebih luas, BMTP lebih cocok digunakan untuk memperbaiki kondisi industri dalam negeri secara cepat yang tengah mengeluhkan dugaan dumping, terutama TPT. “Kalau benar-benar butuh remedi saat ini, dalam dua tiga bulan, saya melihat (solusinya) memang BMTP,” kata dia.