SEBAGAI ketua BKPM, posisi Ginandjar Kartasasmita memang penting dalam misi karnpanye pananaman modal ke Amerika, pertengahan bulan ini. "Klien"nya segera saja terkumpul, begitu seminarmengenai penanaman rnodal di Indonesia yang diselenggarakan majalah bisnis terkemuka Fortune di New York, berakhir. Di sela-sela kesibukannya menerima calon investor, yang masuk seorang demi seorang itu, Ginandjar menyisihkan waktu sebentar untuk berwawancara dengan koresponden TEMPO di Washington, Sori Siregar. Berikut petikannya: Apa yang akan dicapai misi ini Mengukur hasil misi ini tidak bisa dengan angka-angka, seperti mengukur misi ekspor Pak Rachmat Saleh (menteri perdagangan) beberapa waktu lalu. Kami menjual gagasan, agar orang mau menanam modal di Indonesia. Tidak ada kontrak, dan makan waktu. Mereka hanya mendengar dan berusaha mencari partner tidak bisa segera terlihat hasilnya. Sasaran misi? Sasarannya ada dua. Pertama, memberikan gambaran mengenai keadaan dan iklim investasi terakhir. Kedua, mengusahakan adanya ikatan antara pengusaha Indonesia dan Amerika, berdasarkan proyek-proyek yang diprioritaskan. Dari pengalaman di Chicago dan New York, saya melihat, minat untuk mengadakan investasi di Indonesia masih terbatas. Sebabnya saya kira macam-macam. Apakah Anda melihat kondisi ekonomi Amerika turut mempengaruhi minat mereka Ekonomi Amerika memang sedang baik, hingga desakan untuk melakukan investasi ke luar negeri belum terasa betul. Di pasar mereka juga sedang menghadapi persaingan sengit dengan Jepang. Selain itu, banyak negara di luar Indonesia, seperti Singapura, Malaysia, Taiwan, dan Korea Selatan, memberikan tawaran tak kalah menarik bahkan terakhir juga RRC. Kalau dilihat dalam dahar, peserta seminar yang hadir di Chicago, misalnya, sebagian besar adalah para pengusaha yang pernah berhubungan dengan Indonesia. Tapi di New York kelihatan banyak yang baru. Bagaimana usaha pemerintah membuat Indonesia agar jadi paling menarik? Kita harus memberikan sebanyak dan sebaik mungkin pelayanan. Hanya dengan insentif, kita tidak mungkin bisa bersaing. Dalam soal masa bebas pajak, misalnya, banyak negara lain masih memberikannya, sedangkan kita tidak lagi. Singapura malah menawarkan sewa tanah murah sekali di Jurong. Yang bisa kita tonjokan ialah apa yang aa di Indonesia yang di negara lain tidak ada: penduduk sebagai pasar dan sumber tenaga kerja serta kekayaan alam. Di samping itu, ada beberapa kebijaksanaan ekonomi yang di negara lain tidak ada. Misalnya, tidak adanya pembatasan lalu lintas devisa seperti di Korea dan Taiwan. Bagaimana dengan RRC? RRC, yang penduduknya satu milyar itu, sekarang memang kelihatan menarik karena negara itu merupakan pasar yang besar sekali. Tapi RRC ItU negara komunis yang sangat mudah goyah. Kalau muncul pemimpin baru, kebijaksanaan tentang investasi mungkin akan berubah. Pendeknya, merepotkan. Hakikatnya, RRC bukan tempat yang tepat untuk investasi jangka panjang. Karena itu, kalau perusahaan Amerika menanam modal di sana, mereka harus dapat memastikan modalnya akan kembali dalam empat atau lima tahun. Sedangkan Indonesia stabil - baik politik maupun ekonomi Bagaimana reaksi kamar dagang Amerika dengan misi ini? Bagus sekali. Di Chicago mereka malah mensponsori seminar. Mereka mulai menyadari, di masa depan Indonesia merupakan tempat investasi yang baik, apalagi setelah pemerintah menyederhanakan beberapa prosedur investasi. Dulu, yang menghambat 'kan soal birokrasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini