RUPIAH memang merangkak turun dibandingkan dolar AS. Tapi jangan cemas: kedudukan toh masih menguntungkan pemegang rupiah. Bahkan mereka yang lari ke dolar kecele. Tentu saja harus dimaklumi kenapa mereka memburu dolar. Juli lalu, ketika kurs rupiah masih tenang-tenang melangkah naik 1 angka per minggu, kepercayaan terhadap rupiah memang masih kukuh. Namun, indikasi rupiah mulai melemah tampak sejak bulan Agustus. Kurs melompat. Akhirnya, Bank Indonesia pada 7 September menyentakkan kendali kurs rupiah, hingga terhenti pada Rp 1.060 per satu dolar AS. Kurs pun tertahan di situ, bahkan sudah turun ke Rp 1.059 hingga awal pekan ini. Sampai titik itu, berarti mereka yang masih menahan diri untuk tidak menjual rupiahnya kepada dolar beruntung. Yakni, bila mereka sempat memanfaatkan bunga deposlto dan surat utang (promes) jangka pendek di dua pekan pertama September lalu. Bank-bank dan lembaga keuangan waktu itu berani menerima titipan rupiah seminggu sampai sebulan, dengan bunga 40% per tahun. Artinya begini. Bila Anda seorang pemilik Rp 25 juta, dan menitipkan uang Anda sebulan, bunganya yang jatuh tempo awal Oktober ini sekitar Rp 800.000. Rugi, bila Anda menyimpan uang sejumlah itu dalam deposito dolar. Deposito sejak 1 September, dengan bunga 0,75% dan tambahan nilai kurs dolar, hanya menghasilkan keuntungan Rp 380.000. Agak lumayan bila sang pemilik Rp 25 juta telah mendepositokannya dalam dolar sejak Juli lalu - yakni ketika deposito dolar mulai dirangsang bunga 9%,. Sebab, keuntungan yang diraih sampai awal Oktober ini adalah Rp 1.260.000 (bunga 2,25% plus kenaikan nilai kurs dolar). Tapi toh keuntungan itu cuma lebih Rp 10.000 dibandingkan keuntungan deposito dalam rupiah, dengan bunga 4,5%, dalam tiga bulan yang sama. Uang Rp 25 juta itu bahkan lebih berkembang jika didepositokan dalam rupiah selama setahun sejak Juli 1983. Dana Rp 25 juta itu bisa mekar sampai Rp 29.500.000 sampai Juli 1984. Setelah diinvestasikan lagi tiga bulan, maka pada akhir September lalu dana yang semula Rp 25 juta itu kini sudah menjadi Rp 30.827.500. Bandingkan dengan deposito dalam dolar. Sejak Juli 1983 hingga Juii 1984, Rp 25 juta itu dalam dolar berkembang sampai US$ 27.246,5. Setelah ditanamkan lagi tiga bulan, maka jumlahnya mencapai US$ 27.860 pada akhir September lalu. Baiklah, kurs rupiah terhadap dolar selama itu sudah naik dari 983 ke 1.059. Tapi dana Rp 25 juta tadi toh jika dikembalikan lagi ke rupiah baru mencapai Rp 29.500.000 - masih kalah Rp 1.327.500 dibandingkan bila ia didepositokan dalam rupiah. Bahkan inflasi rupiah pun tak terlalu menggerogotinya. Bila dipotong rongrongan inflasi sekitar 11% sejak Juli 1983 hingga September 1984, maka deposito rupiah masih untung riil sekitar Rp 2,4 juta, sedangkan deposito dolar hanya untung riil sekitar Rp 1 1/4 juta. Bagaimana dengan emas? Emas belum merupakan tempat yang aman untuk menyimpan duit seperti tahun 1979, ketika AS dilanda inflasi belasan persen pada tahun 1979. Inflasi AS, tahun 1984 ini, diramalkan hanya 6%/-7%, sehingga diduga nilai dolar masih akan kuat, dan emas belum akan kembali bersinar. Yang jelas, uang Rp 25 juta, kalau disimpan dalam emas sekitar 1.840 gram sejak Juli 1983, nilainya kini tinggal sekitar Rp 21.163.000. Dipotong inflasi 11%, riilnya tinggal Rp 18.835.000. Rugi benar. Menyimpan uang dalam tanah dan rumah, menurut kalangan perusahaan pengembangan permukiman real estate, kini juga sudah bukan masanya. Rumah-rumah yang dikembangkan real estate, umumnya, dijual secara kredit dan harus ditemtati sendiri oleh pembeli. Apalagi, rumah-rumah baru bernilai di bawah Rp 25 juta dan rata-rata sekarang dijual Iewat kredit Bank Tabungan Nasional (BTN) atau PT Papan Sejahtera. Jadi, setelah Anda beli rumah lalu kepingin lagi menjualnya dengan laba, Anda akan mengalami kesulitan. Pembeli punya pilihan lain. Keadaan itu mungkin tak selamanya terjadi, tapi agaknya lebih baik dari menyimpan uang di pasar modal dewasa ini. Di pasar modal pemilik uang harus pandai berspekulasi dan bisa mengetahui maju mundurnya perusahaan yang telah menjual sahamnya di sana. Apalagi untuk beberapa bulan mendatang, deposito dalam rupiah agaknya masih cukup menguntungkan. Belakangan ini bank-bank sudah mulai berani menawarkan bunga 21,6% per tahun untuk deposito sebulan mulai dari Rp 500.000, misalnya yang dilakukan Tamara Commercial Bank. Menurut sumber dari Perbanas, kemungkinan deposito yang sekarang ini rata-rata 18% akan segera naik ke 24% - 27%. Sedangkan deposito dolar AS, minimal US$ 1.000, hanya diberi bunga 6% per tahun. Kebijaksanaan baru Bank Indonesia memang ingin mendorong bank-bank nasional untuk menarik lebih banyak dana masyarakat untuk pembangunan. Tentu pemerintah tidak hanya membela pemilik dana besar berspekulasi di dolar. Tapi yang kelihatan belum diperhatikan ialah nasib masyarakat pcmcgang Taska dan Tabanas yang tcri-teri itu. Bahkan bunga untuk mereka ini masih dikendalikan. Coba saja. Ada bank yang sekarang ini bersedia menerima deposito sebulan Rp 100.000 dengan bunga bisa sampai 18% setahun. Sedangkan Tabanas - yang paling cepat dapat dicairkan sebulan setelah ditaruh di bank - masih dikekang bunganya 15% per tahun. Itu untuk simpanan sampai Rp 1 juta. Lebih dari itu cuma dibungai 12,5% per tahun. Jadi, dalam hal ini, kecil itu sial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini