Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia memprediksi kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Donald Trump berpotensi memicu inflasi global yang lebih tinggi. BI mencermati dampak dari kebijakan tarif impor, insentif pajak, serta pengetatan tenaga kerja ilegal yang diterapkan AS. Inflasi yang meningkat di Negeri Paman Sam diperkirakan akan memperlambat pemangkasan suku bunga acuan The Fed, sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi pasar keuangan global, termasuk Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Inflasi AS yang lebih tinggi akan membuat ekspektasi penurunan suku bunga The Fed lebih lambat dari perkiraan sebelumnya. Ini juga akan berdampak pada kenaikan imbal hasil obligasi AS, yang membuat aset-aset di negara maju semakin menarik bagi investor," ujar Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juli Budi Winantya dalam diskusi Kebijakan Ekonomi dan Moneter di Gedung Bank Indonesia Aceh, Jumat, 7 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Juli, ada tiga faktor utama yang mendorong lonjakan inflasi AS. Pertama, kebijakan tarif impor yang meningkatkan harga barang, sehingga mendorong inflasi dari sisi biaya produksi. Kedua, insentif pajak untuk korporasi yang berpotensi meningkatkan permintaan dan pertumbuhan ekonomi, tetapi sekaligus memperlebar defisit fiskal AS. Ketiga, pengetatan kebijakan tenaga kerja, yang dapat meningkatkan biaya upah dan semakin mempercepat inflasi.
Dengan kondisi ini, investor global cenderung menarik dananya dari negara berkembang untuk dialihkan ke aset yang lebih aman di AS. BI mencatat bahwa arus modal yang masuk ke Indonesia mulai berkurang, seiring dengan peningkatan ketidakpastian global.
Di tengah dinamika global ini, BI menekankan ketahanan sektor eksternal Indonesia masih cukup kuat. Surplus neraca perdagangan hingga akhir 2024 tetap terjaga, sementara pertumbuhan ekonomi nasional pada 2024 tercatat 5,03 persen, lebih baik dibandingkan banyak negara lain. Namun, BI tetap waspada terhadap dampak dari inflasi global.
Berikut adalah beberapa langkah yang disiapkan BI:
1. Menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah
BI terus melakukan intervensi di pasar valas untuk meredam volatilitas nilai tukar dan memastikan pasokan likuiditas tetap stabil.
2. Memperkuat Cadangan Devisa
Dengan posisi cadangan devisa yang mencapai 156,1 miliar dolar AS per Januari 2025, BI optimistis ketahanan ekonomi Indonesia masih terjaga untuk menghadapi guncangan eksternal.
3. Menyesuaikan Kebijakan Suku Bunga
BI akan terus memantau perkembangan inflasi global serta kebijakan The Fed sebelum mengambil langkah terkait suku bunga acuan domestik.
4. Meningkatkan Kerja Sama Internasional
BI memperbarui perjanjian Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) dengan Bank Sentral Tiongkok (People’s Bank of China) guna memperkuat transaksi berbasis mata uang lokal dan mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.
Dengan kombinasi langkah-langkah tersebut, BI optimistis dapat menjaga stabilitas makroekonomi dan menghadapi dampak dari inflasi global. "Kami terus berkoordinasi dengan pemerintah dan berbagai pihak terkait untuk memastikan kebijakan yang diambil mampu menjaga stabilitas perekonomian nasional," kata Juli.