Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kebutuhan Impor Kedelai Terus Tinggi Disebut Bukan karena Pengusaha Maunya Impor, tapi...

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Supriyanto membeberkan sejumlah alasan kenapa kebutuhan impor kedelai terus tinggi.

7 Juni 2023 | 07.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Sukoharjo - Kebutuhan benih kedelai nasional hingga kini masih tinggi. Namun, hal itu belum diimbangi dengan produksi benih kedelai yang mencukupi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal itu mengemuka saat jajaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah didampingi Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo, meninjau ke pabrik pengolahan benih kedelai, PT Permata Putra Pasifik di Desa Parangjoro, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa, 6 Juni 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peninjauan ke lokasi pabrik pengolahan benih kedelai itu sedianya dihadiri Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Namun kunjungan Mentan itu batal. 

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Supriyanto mengapresiasi keberadaan PT Permata Putra Pasifik di Kabupaten Sukoharjo itu. Pabrik pengolahan benih kedelai itu beroperasi menggunakan peralatan modern.

"Ini luar biasa karena ada penanam modal atau pengusaha yang berani masuk ke bidang penyediaan benih kedelai seperti halnya PT Permata Putra Pasifik ini," ujar Supriyanto saat memberikan sambutan dalam tinjauan itu. 

Supriyanto berharap dengan beroperasinya PT Permata Putra Pasifik, produksi benih kedelai khususnya di wilayah Kabupaten Sukoharjo dapat lebih dioptimalkan lagi guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan kedelai. 

"Kebutuhan benih kedelai kita, untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah itu, kalau misalnya luasan kita 60 ribu dikalikan 50 kilogram kan ada 3 ribu ton kebutuhannya. Nah kalau di Jateng ini (produsen benih kedelai) hanya ada ada satu, dengan produksi hanya sekitar 1.000- 1.500 ton, padahal produk benih kedelai Jawa Tengah itu untuk standar nasional, jadi kita selalu keteteran," ungkap Supriyanto.

Selanjutnya: Di sisi lain, Supriyanto mengakui produksi kedelai lokal belum ...

Di sisi lain, Supriyanto mengakui produksi kedelai lokal belum bagus dan belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Hingga kini untuk mencukupi kebutuhan kedelai itu Indonesia harus mengimpor. 

Ia menyebutkan impor kedelai dilakukan terutama karena masyarakat, khususnya produsen tempe atau tahu lebih memilih menggunakan kedelai yang besar dibandingkan kedelai kecil. 

"Permasalahan bukan karena si pengusaha maunya yang impor, tapi karena masyarakat, khususnya para pembuat tempe atau tahu cenderung lebih memilih kedelai besar," katanya. 

Sementara di sisi lain, dari petani sendiri cenderung lebih memilih varietas kedelai yang produknya kecil-kecil. Jika para petani itu didorong untuk beralih varietas cenderung sulit.

"Kita memang masih banyak impor karena kedelai yang dikembangkan petani (lokal) yang dipilih adalah kedelai yang kecil-kecil. Padahal pengusaha tempe biasanya menginginkan kedelai yang besar. Sementara petani kita itu kalau diminta bergeser ke varietas yang punya produk besar, rodo kangelan (agak sulit). Padahal kalau bantuan benih dari kita cukup banyak," tuturnya. 

Namun ia memastikan upaya untuk meyakinkan para petani kedelai dalam berproduksi tetap berjalan terus. Pemerintah juga akan terus mendorong agar kalangan petani kedelai dapat menjadikan pekerjaan mereka itu sebagai sumber penghasilan utama dan bukan sekadar pekerjaan sampingan.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus